"Maaf saya tadi ketiduran," ucap Anjani tergagap, "dimana bibi Nur sama Ain Tante?" "Ain sudah ada yang mengurusi, sengaja aku membayar suster ini. Untuk mengurus Ain," ungkap tante Bety datar. Anjani tersentak. "Apa? Dia anakku Tante, yang ber hak mengurus aku?" Dengan senyum sinis tante Bety memandang lekat Anjani. "Memang selama ini, kau mengasuhnya?" Tante Bety berdiri menghampiri Anjani. "Sudah kau tak usah mengurusi Ain, kamu urusi pekerjaan yang baru aku berikan padamu, paham!" Anjani dengan cepat melangkah ke belakang dengan memanggil- manggil Ain. Namun tak terdengar suara anak kecil. Bahkan bibi Nur juga tak terlihat batang hidungnya. Dengan rasa jengkel Anjani kembali menemui tante Bety. "Tante, kemana Ain? Aku ingin menemuinya sebentar!" Anjani mengucapkan dengan nada tinggi. Namun perkataan Anjani tak digubris oleh tante Bety, tante Bety malah asyik mengobrol dengan suster Mila, yang mana nantinya bakal mengasuh Ain. Anjani semakin jengkel melihat ke tid
Mobil berhenti tepat di sebuah hotel yang nampak hotel ber kelas. Sangat terlihat bangunannya bertingkat menjulang tinggi. Dan kamar tampak besar dan tertata rapi serta terdapat kolam renang di belakangnya. "Anjani, nama yang cantik, sesuai dengan wajahnya yang cantik pula" Puji Antony sembari menyibakkan rambut Anjani yang tergerai tak beraturan ke belakang telinga. Anjani hanya berdiri terpaku di depan Antony dengan menundukkan kepala. Ia hanya diam menikmati alunan jari-jari tangan kekar Antony yang menelusuri setiap lekuk tubuh Anjani. Ia teringat ancaman tante Bety. Kalau dirinya tak boleh berbuat ulah. Ia harus menuruti kemauan Antony sebab Antony sudah membayarnya. Disamping itu, Anjani merasakan dirinya sangat kotor dan percuma jika ia menolak dan memberontak pada Antony. Anjani pun pasrah ketika Antoni mendorong tubuhnya ke atas ranjang. Serta melucuti pakaian Anjani Namun Anjani menemukan Antony bukan laki-laki kasar, tidak seperti Barata dan teman-temannya yang
"Dasar tolol, apa yang telah kau lakukan? Hingga tuan Antony marah dan tak mau membayar!" teriak tante Bety setelah berada di rumah. Anjani bingung, hanya soal sepele. Gara-gara Anjani jatuh dan Hag nya patah itu yang jadi masalah. "Saya melayani tuan Antony dengan baik, Tante." Mata tante Bety melotot, "Apa ...? dasar pembohong! Kamu belum tidur sama tuan Antony. Kamu menolak ketika di bawa ke sebuah hotel, dasar sok suci!" Anjani memejamkan matanya rapat-rapat, ia gigit bibirnya perlahan, untuk mengurangi beban dalam hatinya, "ya Allah, ternyata semua laki-laki itu sama, di sana sini sama saja, mereka tukang fitnah agar tak membayar." batin Anjani. "Jangan sok suci, berapa laki-laki yang sudah meniduri kamu, hingga anakmu tak punya bapak?" lanjut tante Bety, melangkah meninggalkan Anjani yang terus diam tak menjawab sepatah kata pun, bagaimana mau menjawab? Anjani mau membuka mulut saja beribu-ribu kata sudah terlontar dari mulut tante Bety. Tapi beruntung tante Bety t
"Kenapa takut Sus? Coba aku gendong," ucap Anjani mengacungkan ke dua tangannya ke arah Ain. Namun Ain malah menangis keras, memeluk erat suster Mila sambil meminta agar menjauhi Anjani. Anjani terdiam menatap Ain dengan rasa kecewa. Timbul kucurigaan Anjani, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan Suster dan tante Bety. Mungkinkah Anjani percaya adanya orang pintar yang bisa anak kecil lupa pada ibunya. Anjani berdiri lagi dan berusaha membujuk Ain. "Ain Sayang, lihat ini mama, lihat sebentar saja. Mama kangen Sayang, lihat ini mama." Nada terbata menyeringai suara Anjani dengan terus memegang Ain dan mengusap kepala Ain. Namun Ain malah menjerit-jerit tanpa melihat Anjani sambil menunjuk ke arah lain, agar Suster menjauhi Anjani. "Suster ada apa dengan Ain, padahal baru kemarin ia tak bertemu aku, kok semudah itu Ain tak mengenaliku."Suster Mila hanya menggeleng, dengan menepuk nepuk pantat Ain dengan lembut. Tanpa berusaha membujuk Ain dan memberitahu kalau yang di depan mama
Mereka kembali bergumul seperti yang dilakukan semalam dan tak terasa jam sudah menunjukkan angka sepuluh siang. Anjani yang hendak keluar dari kamar hotel menghentikan langkahnya, menunggu Jefry yang berbicara dengan seseorang dalam telpon, yang mana Anjani tak mendengar. Namun suara Jefry mengatakan kalau dirinya sudah tak ada waktu untuk mengajak Anjani ke Motel HouseAnjani mengernyitkan dahinya, sedikit menyipitkan matanya. Mengingat kata-kata Motel House. Setelah beberapa detik Anjani baru paham kalau, sis Veny pernah bercerita tentang Motel itu, Motel milik tante Bety. Yang konon penghuninya wanita-wanita cantik. Dan Motel itu didekengi orang-orang penting di negeri ini. Tapi yang tak habis pikir di otak Anjani. Kenapa tante Bety menyuruh Jefry untuk membawa dirinya ke tempat itu? Anjani diam terpaku ia baru tersadar dari lamunannya saat Jefry menepuk pundaknya, mengajak secepatnya meninggalkan kamar hotel. Dan akan mengantar Anjani balik ke rumah tante Bety. Rasa penasaran
"Lho, Mbak Anjani sudah pulang?" sapa bibi Nur dengan menggeser duduknya ke samping, memberi tempat Anjani duduk.Anjani melihat sekeliling, dan takut jika tante Bety ada di sekitar, ia hendak bicara serius dengan bibi Nur. Sepertinya bibi Nur paham gelagat Anjani. "Nggak usah khawatir, Nyonya Bety barusan keluar, sama teman laki-lakinya," tutur bibi Nur. Anjani baru lega, ia langsung duduk dekat bibi Nur sambil berkata lirih."Bi, Bibi tau kenapa Ain nggak mau aku gendong, padahal saya baru dua hari lho nggak ketemu Ain, kenapa Ain bisa secepat itu berubah, Bik?" Bibi Nur tersenyum, "sabar dulu Mbak, suatu saat Ain pasti akan berubah, tak mungkin anak akan lupa pada orang tuanya. Waktulah yang bisa menjawab, yang penting Mbak Anjani cari uang yang banyak, sukseskan dulu untuk diri Mbak."Anjani terdiam, ia membenarkan kata-kata bibi Nur, tapi namanya ibu, bagaimanapun juga pingin dekat dengan anaknya, Anjani teringat kata-kata Barata waktu Anjani hamil, ia menyuruh Anjani untuk
Mobil Sedan berwarna hitam memasuki halaman rumah tante Bety, seperti biasa pak Danang securty sudah berada di depan pintu gerbang dan membuka pintu pagar memberi jalan masuk mobil tante Bety. Mobil begitu cepat melesat, tante Bety keluar dengan wajah begitu garang, menghampiri Danang. "Bagaimana pak Danang? Kok bisa Anjani keluar dari rumah, memang kamu nggak mengikutinya atau mencegah!" Danang gugup dan bingung menjawab. "Mmm, anu ... Anu Nyonya." Tanpa menunggu jawaban Danang, Tante Bety melangkah dengan cepat masuk rumah, ingin tau keterangan dari bibi Nur. "Bik ... Bik ...! Suara keras tante Bety berimbas kaget nya bibi Nur yang sedang bersih-bersih dapur. Bergegas bibi Nur melempar kemucing yang ada di genggamannya. Tergopoh- gopoh berlari ke ruang tengah dimana tante Bety berdiri di dekat sofa dengan tas kecil masih menggantung di pundaknya. "Ya Nyonya, Nyonya memanggil saya?" Tante Bety menatap wanita tua itu tajam, "apa kamu gak dengar kalau namamu yang ku s
Anjani yang merasa dirinya tidak di panggil tak menghiraukan panggilan itu, ia terus melangkah mengikuti sang sopir yang sudah berada di depan pintu kamar yang hendak di tempati Anjani. Sopir itu berhenti dan mempersilahkan Anjani masuk sambil membuka pintu kamar dan memberikan kunci kamar. "Ini kamar Nona." Anjani mengangguk, "terima kasih pak." Tanpa di sadari Anjani tiba-tiba pundak Anjani ada yang menarik dari belakang hingga membuat Anjani membalikkan tubuhnya menghadap wanita yang menarik pundaknya. "Kamu tuli ya?" tanya Leona bernada tinggi. Biar semua penghuni yang ada di dalam kamar masing- masing keluar. Benar, kamar-kamar yang berdekatan dengan kamar Anjani terbuka, mendengar suara gaduh di luar, mereka ada yang keluar mendekati Anjani, dengan tatapan tanda tanya. Dan ada yang hanya mengintip di balik pintu yang terbuka sedikit dan ada pula yang berdiri diam di depan pintu kamar. Anjani diam sesaat, melihat seorang wanita yang berdiri didepannya. menatap garang Anj