"Ya tuhan Ra! Aku nggak sanggup mendengar jalan hidup kamu serumit dan sangat menyakitkan seperti ini!" Tantri hampir tidak bisa berkata-kata lagi.Ketika Alora hendak melanjutkan apa yang ingin di utarakan, Zevanya tampak merengek cepat-cepat ia menggendongnya sembari membuatkan susu yang perlengkapannya sengaja ia bawa. Sedangkan tanpa disadari Tantri memperhatikannya, jika berapa telatennya sahabatnya dalam merawat bayi dari seorang yang pernah ia cintai bersama wanita yang tidak lain adalah kakaknya."Kamu kelihatannya sayang banget ya sama dia." Kata Tantri saat setelah Alora meletakkan kembali Zevanya dalam kereta bayi."Ya tentu karna dia keponakanku yang kini sudah menjadi putriku Tan, tentu aku sangat menyayanginya!" Jawab Alora."Oh ya Tan, aku mau nanya bagaimana aku harus bersikap pada mas Chakra yang kini menjadi suamiku, dia seakan tidak menerima pernikahan ini tapi dia juga tidak mau melepaskan ku dari pernikahan ini. Seakan balas dendam ia membiarkanku tetap terikat, t
Tanpa terasa Alora mulai mengerjapkan matanya saat mendengar rengekan dari Zevanya, meski masih merasa ngantuk ia tetap bangun dan segera membuat susu untuk Zevanya. Ia kemudian melakukan ritual, memberikan susu dan menimangnya. Ketika melihat Zevanya kembali terpejam ia meletakkan kembali di box.Tidak melanjutkan tidurnya, ia melirik ke sebuah jam yang bertengger di dinding kamarnya. Pukul 18.30 wib, Alora merutuki dirinya sendiri."Maunya sih nggak tidur, tapi tadi mataku sepet banget." Gumamnya, sesaat ia kembali teringat pada penuturan Tantri untuk mencoba meluluhkan Chakra lewat perlakuan lembut darinya."Mungkin masak makan malam aja kali ya?, beberapa hari disini kan aku selalu beli." Katanya pada dirinya sendiri, dan beberapa saat berpikir Alora akhirnya memutuskan untuk memasak makan malam.Memastikan jika Zevanya telah aman, ia mulai keluar kamar menuju dapur. Awalnya ia mencoba melihat isi kulkas dan melihat beberapa sayur yang langsung membuatnya mendapat ide untuk membua
Setelah acara saling berpelukan dan saling melemparkan tuturan lembut, akhirnya Bagas dan Mirna segera melenggang pergi menuju pesawat yang akan keduanya tumpamgi, dan Alora tersenyum tipis sembari menatap kepergian kedua orang tuanya yang sudah mulai menghilang dari pandangannya."SAYANG!" Panggil Damian sembari berlari kecil menghampiri Alora."Damian," Alora langsung memeluk tubuh sang kekasih."Dam, maafin Papah ya yang sampai saat ini masih belum bisa menerima kamu dan hubungan kita." Kata Alora, ketika Damian tidak bisa mengantar kepergian orang tuanya ke bandara karna restu yang masih belum keduanya dapatkan."Tidak masalah sayang, tidak perlu terlalu di pikirkan." Kata Damian tersenyum mencoba menyembunyikan rasa sedihnya yang pasti ada."Supaya kamu tidak terlalu sedih lebih baik kita ke London Eye, kita habisin waktu disana karna aku nanti akan sangat merindukanmu ketika kamu kembali ke Indonesia." Tutur Damian mencoba untuk mengalihkan kesedihan kekasihnya.Seketika kesendua
Seketika Mirna kembali teringat akan kondisi dari putri pertamanya, lalu satu orang yang seketika Mirna tatap tidak lain adalah Chakra."Chakra, kamu anter Alora ke ruangan Dokter cepat!" Tutur Mirna membuyarkan lamunan Chakra yang cukup tertegun saat baru pertama kali melihat adik dari istrinya."Iya Mah...""Ayo ikut aku." Ucap Chakra menjawab lalu di lanjut berbicara kearah Alora dan mengajaknya untuk ke ruangan Dokter, selama langkah menyusuri lorong rumah sakit Alora mencoba untuk menahan gejolak perasaan yang tiba-tiba merasa tidak karuan ketika melihat Chakra dan tanpa di sadari itu juga yang di rasakan oleh Chakra.Sesampainya di ruangan dan bertemu dengan Dokter, Alora segera diperiksa keadaan dan darahnya yang dimana akan di donorkan kepada Alara. Setelah melewati pemeriksaan dan hasilnya baik, Dokter pun segera melakukan pendonoran darah.Berbaring bersama dengan sang Kakak dan hanya berbeda bed petient, Alora mencoba menoleh menatap lekat kearah sang Kakak. Air matanya tib
Reflek tatapan semua orang langsung mengarah pada suara pintu yang terbuka dan Chakra langsung menghampiri Dokter yang baru saja keluar."Bagaimana dengan keadaan istri saya Dok!?" Tanya Chakra langsung."Syukurlah kondisi pasien stabil, dan keluarga bisa langsung melihat. Tapi tetap jaga kenyamanan pasien agar bisa beristirahat dan kita akan tetap pantau kondisinya sampai benar-benar stabil." Jelas Dokter seketika melegakan semua orang yang mendengarnya.Setelah sedikit berbincang dengan Dokter, Chakra dan Mirna memutuskan untuk masuk dan yang lain memilih menunggu di luar.Namun, belum lama pintu ruangan itu tertutup terlihat Mirna kembali membukanya. "Alora ayo masuk, Kakakmu ingin bicara." Kata Mirna seketika membuat jantung Alora berdetak cepat.Ketika Alora masuk ke dalam ruang rawat Alara, ia melihat senyuman sang Kakak yang seperti menunggunya. "Apa Kakak baik-baik saja?" Tanya Alora segera duduk di kursi dekat sang Kakak."Kakak akan membaik jika kamu mau menuruti permintaan
"Sayang," panggil Damian setelah duduk di samping Alora dengan dua mangkok bakso yang telah tersaji di depan keduanya."Hmm," reflek Alora langsung menoleh kearah Damian."Apa ada masalah, kenapa kamu tidak seperti biasanya?" Tanya Damian, menyadari perubahan pada Alora.Alora hanya menggeleng pelan, dan itu membuat Damian semakin tidak tenang. Mengurungkan niatnya untuk menyantap segera bakso yang ada di tangannya, Damian lebih memilih untuk meletakkan mangkok berisi bakso itu di meja."Jangan membuatku penasaran sayang, jika memang ada masalah ceritalah aku akan menerima apapun itu sayang." Bujuk Damian."Tapi untuk masalah ini aku yakin kamu tidak akan bisa menerimanya." Jawab Alora masih tertunduk memandangi semangkuk bakso di hadapannya yang mulai menghangat."Serumit apa masalah itu sampai kamu mengatakan dengan yakin tentang aku yang tidak akan bisa menerimanya." Damian semakin tidak sabar dengan apa yang belum di ketahuinya, dan membuatnya mulai berpikir lalu menebak masalah a
Di luar kamar rawat, tepat berada di depan pas Alora duduk di kursi yang di sediakan oleh rumah sakit. Wajah lelah serta tarikan nafas panjangnya sesekali terdengar menyiratkan betapa banyak kebimbangan yang tengah di pikul.Sampai dimana Alora terperanjat ketika Chakra tiba-tiba keluar dari kamar rawat, dan menyadari keterkejutan adik iparnya itu apalagi perubahan dari sikap Alora yang sangat terlihat canggung setelah kedatangannya. "Maaf karna permintaan Alara yang tanpa sadar menciptakan suasana canggung ketika kamu melihatku." "Gapapa mas, mungkin aku masih belum siap akan semua ini." "Aku tahu, karna untuk menerima semua ini tidak mudah bagi kamu." Chakra lalu duduk di kursi dekat Alara yang hanya berjarak satu kursi saja."Dan aku akan mencobanya meski sulit, semoga setelah ini kak Lara bisa kembali pulih seperti sebelumnya." Jawab Alora yang tidak hanya berharap jika kakaknya akan segera pulih, tapi ia juga berharap agar secepatnya bisa lepas dari apa yang telah ia setujui un
"Waaah dek, kamu cantik banget!" Seru Alara tampak bersemangat mendekati Alora yang sudah begitu cantik nan anggun ketika make up flawlessnya di padu dengan baju pengantin adat Jawa."Jangan terlalu memuji kak, bukankah ini hal yang wajar ketika seorang perempuan akan terlihat cantik setelah di rias." Jawab Alora sedikit malu akan pujian dari sang kakak."Ya memang tapi itu sedikit spesial di kamu dek, karna kamu jarang di dandani kayak gini?" Alara tetap pada pendapatnya dan trus menggoda Alora, dimana itu menciptakan kebahagiaan kecil baginya saat melihat raut wajah Alora yang mulai ditekuk."Udah sih kak jangan godain aku trus." Jengkel Alora melihat kakaknya trus tertawa kecil."Iya, iya maaf. Oh ya, tadi kamu manggil kakak kenapa?" Tanya Alara kembali teringat alasan ia menghampiri Alora."Aku memanggil kakak kemari, karna aku ingin kembali bertanya apakah kakak yakin dengan pernikahan ini?" Alara langsung mengutarakan isi hatinya yang masih berada diambang keraguan akan berlangs