"Justru karena kamu Joanna dan bukan Eriska, kupake kamu seumur hidup," ucap Ben menahan jemari Ann yang sudah berdiri. "Eriska bakalan cari tau siapa kamu," tambahnya. "Kenapa aku? Kenapa harus aku yang kamu libatin dalam urusanmu? Apa karena kamu udah ngebayar aku?" tanya Ann menegarkan hati. Ben mengangguk, ia hentak genggamannya di pergelangan tangan Ann hingga Ann terhuyung dan jatuh ke pangkuan Ben tanpa perlawanan. Sesaat mereka saling berpandangan, kali ini Ann tidak melihat ada dusta yang Ben sembunyikan di matanya. Kenapa sesakit ini mengetahui ternyata si kejam Ben memiliki nama perempuan lain yang tersimpan rapi di hatinya? "Siapa si Eriska ini?" gumam Ann berani. "Kamu nggak akan mau tau," balas Ben berpaling. "Salah satu perempuan yang nolak buat kamu tidurin? Perawan? Cinta pertama?" "Aku nggak mau bahas soal dia sama kamu," desis Ben. "Jelas harus dibahas karena kamu make aku yang kata kamu buat balas dendam dan pelampiasan atas dia. Kamu marahnya sa
"Udah selesai kerjanya?" tanya Risa langsung menghakimi. "Hah? Aku nggak lagi kerja, Sa," ucap Ann langsung mengelak. "Terus ngapain di hotel? Di kamar khusus lagi," kata Risa curiga. Risa adalah teman sekelas Ann saat SMA. Sejak lulus SMP, Ann memang sudah sering bekerja paruh waktu. Penampilan Ann yang asal-asalan dan seringnya ia melanggar peraturan sekolah membuat Ann dinilai buruk oleh teman-temannya. Rumor bahwa ia memiliki sambilan sebagai wanita panggilan juga merebak semenjak ia lulus dari SMA. "Sayang," Ben datang mengejutkan Risa, ia kecup pundak Ann mesra. "Selamat hari ulang tahun pernikahan," ujarnya tersenyum simpul. "Ulang tahun pernikahan?" Ann mengedip-ngedipkan matanya bingung. "Iya, makanya jangan salah paham dulu. Aku ngajak kamu ke hotel karena Mbah meninggal di hari ulang tahun pernikahan kita, nggak mungkin juga kita rayain di rumah. Nih, aku pesenin makan malam buat kita," ucap Ben melirik ekspresi wajah Risa yang melongo. "Suami?" gumam Ris
Semalaman, Ben puas memandangi wajah Ann yang ketiduran di ranjangnya. Kelelahan dan duka yang masih dirasanya membuat Ann secara tanpa sengaja terlelap, bahkan sebelum makanan yang ia pesan pada Risa terhidang. Karena itu, Ben terpaksa berbaring di sofa, meski sebenarnya adalah hal yang biasa baginya untuk tidur satu ranjang dengan perempuan. "Eriska bergerak, masalah Patra kemaren itu, dia juga yang nyulut," ucap Arino setengah berbisik, takut membangunkan Ann yang masih terlelap. "Dia nyoba maen api sama gue? Setelah semuanya?" gumam Ben tersenyum miring. "Lo tau niatnya Bos. Ini bukan cuma masalah antara lo dan Eriska, tapi dua dinasti yang nggak bisa selesai gitu aja," terang Arino. "Lo pikir gue sama dia ibarat Romeo sama Juliet? Gue nggak akan rela mati buat pengkhianat kayak dia, No, itu bego namanya." "Yang lo lakuin sekarang bukannya bego juga, Bos?" tanya Arino berani. "Kalau gue bego, asisten gue harus lebih bego," sambar Ben. "Ann, jangan biarin orangnya
"Mas!" panggil Ann pelan. Setidaknya Ben harus tahu jika ia kembali ke rumah sang nenek sebelum nanti sore kembali pulang ke Jakarta. "Hem," terdengar jawaban dari dalam. "Aku balik ke rumah Mbah, sorry aku malah ketiduran di ranjang kamu," kata Ann. "Kuanter?" tawar Ben tiba-tiba membuka pintu kamar mandi, ia keluar hanya berbalut handuk, tubuhnya masih basah. "Hah?" Ann tertegun. Meski Ben sudah acapkali bertelanjang dada menggunakan boxer seksi yang menggoda, tapi kali ini, Ben berkali lipat jauh lebih seksi. Rambutnya sedikit basah oleh air, tato indahnya dialiri air juga, sepertinya sengaja tak diseka oleh pemiliknya. "Tunggu bentar. Kuanter sekalian aku jalan ke bandara. Aku ngambil penerbangan pertama," kata Ben seolah berpamitan untuk kembali ke Jakarta lebih dulu. "Aku jalan sorenya ya, ehm," ucap Ann berdehem, masih sedikit susah menguasai dirinya. "Kamu nggak tidur Mas?" tanyanya mengikuti langkah Ben yang menuju ranjang, mengenakan bathrobe-nya santai sekali.
Arino terpingkal bahagia saat Ben menceritakan bagaimana agresifnya Ann menyingkap handuk di pinggangnya pagi tadi. Beruntung Ben bisa menguasai diri dan segera menghindar, berpura-pura sibuk berganti pakaian karena harus mengejar penerbangan paling pagi ke Jakarta. "Bisa-bisanya," kekeh Arino geleng-geleng kepala. "Ann lebih ganas dari keliatannya," gumamnya. "Sialan!" desis Ben, "dia nggak tau gue udah nggak begituan lama, pake dipancing segala. Untung nggak telanjang gue," katanya bergidik. "Dia penasaran sama isinya kayaknya Bos, kan pasti yang pernah tidur sama lo cerita ke dia, cewek hobi cerita masalah ukuran, yakin gue!" kata Arino masih tertawa geli sesekali. "Kayaknya dia udah nggak perawan," ucap Ben curiga. "Nakal gitu tangannya." "Nggak jadi masalah, yang penting tu orang kepancing," tunjuk Arino ke arah seorang perempuan sangat anggun yang melihat kedatangan Ben dan Arino dengan tatapan tak terdefinisikan. "Selamat bernostalgia, Bos." "Gue bawa handgun, persiap
Bertemu Eriska dan kembali membahas masa lalu mereka sebenarnya tidak pernah Ben inginkan. Satu hal yang membuat Ben bersedia bertatap muka lagi dengan Nadila Eriska Adyaksa Ghautama adalah karena ia tidak ingin ada seorang pun yang berani mengancam keselamatan Ann. Permusuhan dan persaingan keluarga antara Adyaksa Ghautama dan kerajaan besar keluarga Takahashi sudah berlangsung sejak berpuluh tahun lamanya. Ben muda yang jatuh cinta pada sosok Eriska hingga pada akhirnya harus melepas sang cinta pertama, kenangan yang masih menyimpan luka yang sama besarnya. Namun, berbeda dengan Eriska, Ben memilih melepaskan sementara Eriska masih memaksakan, tak terima meski ia sendiri yang berbuat kesalahan."Kayaknya nggak berjalan dengan lancar," tebak Arino langsung mendatangi Ben yang memilih menuju ke parkiran mobil. "Bunuh dia kalau berani nyentuh Ann," ucap Ben lirih tapi penuh penekanan. "Lo nggak liat berapa orang yang Adyaksa siagain di sekitarnya cuma buat jaga-jaga doang? Mereka tau
Ann tak sempat memberikan jawabannya karena Ben sudah buru-buru memintanya untuk ikut. Mereka hampir terlambat datang karena saat tiba di sebuah rumah besar berbentuk bangunan khas Jepang itu, seluruh anggota keluarga sudah berkumpul. Ben mengungkapnya bernama zashiki yang Ann sendiri tak paham artinya. Namun, ketika keduanya tiba, seperti sekelompok mafia-mafia Jepang pada umumnya, mereka disambut dan diberi hormat oleh banyak orang yang berjaga. Arino bergabung saat Ben memasuki bangunan utama, ia datang dengan mobil berbeda. "Serem amat rumahnya," bisik Ann di samping Arino. "Kita ke ruang yang paling dalam. Keluarga besar udah ngumpul semua di sana, masih taraf normal ini, kalau kakeknya Big Ben pulang ke Indonesia, lebih mencekam lagi suasananya. Ntar kamu bakalan liat gimana kawanan ini ngebuang salah satu anggotanya," terang Arino. "Ngebuang? Kenapa dibuang?" tanya Ann bingung. "Sama kayak Chester, dia dirawat Ben karena ibunya sendiri nggak mau nerima dia dan ditin
"Lo mau gagal dua kali?" celetuk Benji. "Diselingkuhin Mima apa bukan kegagalan namanya?" cibir Ben tersenyum miring. "Cukup!" lerai Taka langsung paham situasi. Ben dan Benji bisa saja saling hunus pedang jika obrolan mereka tidak dijeda. "Ann," ia beralih pada Ann sekarang. "Tau resiko terlibat dengan keluarga ini?" tanyanya. Ann mengangguk lagi, lebih ragu dari sebelumnya. "Ben adalah tipe pengusaha yang nggak kenal ampun, dia nggak segan melumuri tangannya dengan darah lawannya, kamu udah pernah denger?" Bastian menyela. Kali ini Ann tak buru-buru mengangguk. Ia toleh Ben lebih dulu, berharap Ben menyangkal perkataan sang kakak. Namun Ben justru mengangguk membenarkan, membuat Ann merasa sesak tiba-tiba menghimpit dadanya. "Sejauh ini dia pengasuh Chester, kalian gila kalau menganggap dia jadi nyonya rumah nantinya," sebut Ben. "Lo nggak akan ajak dia ke zashiki kalau nggak ada niat buat jadiin dia nyonya rumah, Tolol!" desis Danisha muak. "Ann seorang model, menik