Bertemu Eriska dan kembali membahas masa lalu mereka sebenarnya tidak pernah Ben inginkan. Satu hal yang membuat Ben bersedia bertatap muka lagi dengan Nadila Eriska Adyaksa Ghautama adalah karena ia tidak ingin ada seorang pun yang berani mengancam keselamatan Ann. Permusuhan dan persaingan keluarga antara Adyaksa Ghautama dan kerajaan besar keluarga Takahashi sudah berlangsung sejak berpuluh tahun lamanya. Ben muda yang jatuh cinta pada sosok Eriska hingga pada akhirnya harus melepas sang cinta pertama, kenangan yang masih menyimpan luka yang sama besarnya. Namun, berbeda dengan Eriska, Ben memilih melepaskan sementara Eriska masih memaksakan, tak terima meski ia sendiri yang berbuat kesalahan."Kayaknya nggak berjalan dengan lancar," tebak Arino langsung mendatangi Ben yang memilih menuju ke parkiran mobil. "Bunuh dia kalau berani nyentuh Ann," ucap Ben lirih tapi penuh penekanan. "Lo nggak liat berapa orang yang Adyaksa siagain di sekitarnya cuma buat jaga-jaga doang? Mereka tau
Ann tak sempat memberikan jawabannya karena Ben sudah buru-buru memintanya untuk ikut. Mereka hampir terlambat datang karena saat tiba di sebuah rumah besar berbentuk bangunan khas Jepang itu, seluruh anggota keluarga sudah berkumpul. Ben mengungkapnya bernama zashiki yang Ann sendiri tak paham artinya. Namun, ketika keduanya tiba, seperti sekelompok mafia-mafia Jepang pada umumnya, mereka disambut dan diberi hormat oleh banyak orang yang berjaga. Arino bergabung saat Ben memasuki bangunan utama, ia datang dengan mobil berbeda. "Serem amat rumahnya," bisik Ann di samping Arino. "Kita ke ruang yang paling dalam. Keluarga besar udah ngumpul semua di sana, masih taraf normal ini, kalau kakeknya Big Ben pulang ke Indonesia, lebih mencekam lagi suasananya. Ntar kamu bakalan liat gimana kawanan ini ngebuang salah satu anggotanya," terang Arino. "Ngebuang? Kenapa dibuang?" tanya Ann bingung. "Sama kayak Chester, dia dirawat Ben karena ibunya sendiri nggak mau nerima dia dan ditin
"Lo mau gagal dua kali?" celetuk Benji. "Diselingkuhin Mima apa bukan kegagalan namanya?" cibir Ben tersenyum miring. "Cukup!" lerai Taka langsung paham situasi. Ben dan Benji bisa saja saling hunus pedang jika obrolan mereka tidak dijeda. "Ann," ia beralih pada Ann sekarang. "Tau resiko terlibat dengan keluarga ini?" tanyanya. Ann mengangguk lagi, lebih ragu dari sebelumnya. "Ben adalah tipe pengusaha yang nggak kenal ampun, dia nggak segan melumuri tangannya dengan darah lawannya, kamu udah pernah denger?" Bastian menyela. Kali ini Ann tak buru-buru mengangguk. Ia toleh Ben lebih dulu, berharap Ben menyangkal perkataan sang kakak. Namun Ben justru mengangguk membenarkan, membuat Ann merasa sesak tiba-tiba menghimpit dadanya. "Sejauh ini dia pengasuh Chester, kalian gila kalau menganggap dia jadi nyonya rumah nantinya," sebut Ben. "Lo nggak akan ajak dia ke zashiki kalau nggak ada niat buat jadiin dia nyonya rumah, Tolol!" desis Danisha muak. "Ann seorang model, menik
Ann memilih bungkam sepanjang perjalanan pulang. Ia tahu bahwa suasana hati Ben sedang tidak baik-baik saja. Melihat bagaimana keluarga Ben mengintimidasinya dan hanya Taka yang tampak memihaknya membuat Ann tersadar, beban yang Eriska berikan di pundak lelaki ini teramat besar. Ben hanya tidak mengeluh, ia tidak membagi lukanya sama sekali. "Kita mampir makan dulu," kata Ben seakan memberi penawaran pada Ann. "Aku pengin makan sop ayam bikinan kamu, Mas," celetuk Ann, "boleh?" tanyanya. Ben menoleh Ann sekejap, mereka saling tatap. Kemudian, Ben memilih membuang pandangan, ia pura-pura fokus menyetir, tak lama kemudian mengangguk setuju. Di balik sikap dingin dan kejam sang Big Ben, luka besar karena ditepikan oleh keluarga sendiri hanya karena jatuh cinta pada orang yang salah, Ann tak tahu bagaimana sakitnya. Keheningan panjang menyergap. Ann tak berani bertanya lagi, ia berusaha memahami posisi Ben saat ini. Hingga mereka tiba di rumah besar Ben, Ann memilih untuk diam
"Sebagai orang yang dibuang dari kawanan, aku harus bisa apa aja," jawab Ben. Ia sajikan sop ayam pesanan Ann dengan memberinya sentuhan terakhir, menabur bawang goreng. "Aku bakalan jadi bawang goreng itu," celetuk Ann tanpa sadar, "pelengkap yang bikin makanan jadi lebih enak," tuturnya mengulas senyum. "Kamu punya impian dan karir yang harus kamu kejar, renungin itu dulu. Aku cukup mampu ngelindungin kamu dari Eriska tanpa harus nikah," ucap Ben sungguh-sungguh. "Tapi kamu nggak akan dipercaya Kakek kamu kan?" "Aku nggak punya kewajiban buat bikin Kakek percaya, jangan bikin kamu terbebani." Ann menyeruput kuah sopnya demi membuat dirinya berpikir jernih. Kenapa ia justru antusias sekali dinikahi oleh Ben padahal Ben tidak serius melakukan itu? "Keuntungan yang bisa kamu dapet dengan jadi istriku dan masuk ke keluarga besar adalah perlindungan yang lebih luas dari ancaman Eriska dan orang-orangnya," gumam Ben membuat Ann menghentikan kunyahannya. "Itu bedanya kalau ka
Pembicaraan mengenai pernikahan yang masih mengambang malam itu tak lagi dilanjutkan. Baik Ben maupun Ann sibuk lagi dengan kegiatan masing-masing. Ben jarang pulang, bahkan tak bertemu Ann sama sekali selama 2 minggu ini. Sedangkan Ann mulai ramai menerima tawaran membintangi iklan dan menjadi model majalah-majalah fashion. Meski bertanya-tanya ke mana Ben pergi dan apa saja yang dilakukan oleh lelaki dingin itu, Ann tak berani mencari tahu pada orang-orang rumah. Berusaha untuk mengakrabkan diri dengan Chester dan harimau lainnya adalah pilihan Ann di sela-sela jadwal padatnya. Rasa rindu kadang menyerangnya, tapi ia bisa apa jika hubungannya dengan Ben bukanlah apa-apa. "Tunggu di situ Chest, aku kudu belajar ini," ucap Ann berdialog pada Chester yang kini mulai berani ia bawa masuk ke kamarnya. Seperti pada Ben, Chester menurut. Hewan buas ini duduk di kaki Ann, sementara Ann tampak membolak-balik buku catatannya. Minggu ini, kuliahnya mulai memasuki Ujian Akhir Semester. Me
"Aku panggilin dokter ya Mas," ucap Ann segera beranjak dari posisi duduknya untuk mendekat ke arah ranjang Ben. "Ann," panggil Ben parau. Ia bahkan memejamkan matanya lagi dan beberapa kali terlihat menelan ludah. "Aku nggak pa-pa," ujarnya setelah menghela napas panjang. "Tapi kamu demam tinggi," ucap Ann jelas khawatir. Ben menepuk ranjang di sebelahnya, berharap agar Ann mendekat dan duduk di sana. Bak paham maksud Ben, Ann menuruti permintaan lelaki ini, ia duduk, tangannya dengan berani meraba leher Ben. "Mas, panas banget lho," ujar Ann. "Panggilin dokter ya?" "Aku udah punya perawat di sini, ngapain manggil dokter lagi," balas Ben. "Ya udah, minum pereda demam, bentar kuambilin," kata Ann siap beranjak dari sisi Ben tapi Ben lebih cepat menahan pergelangan tangannya. "Kamu ngapain nyari aku ke kamar?" tanya Ben. "Sebelom Bang Rino pergi dia pesen ke aku kalau badan kamu rada anget, makanya aku ngecek ke sini," jawab Ann, "minum obat ya Mas," bujuknya. "Nanti aja,
"Istirahat ya Mas," pinta Ann mengecup pipi Ben sayang, masih cemas karena demam yang Ben derita belum juga reda. "Kamu tau, aku bahkan nggak mesen cewek manapun selama di Singapura dan China," cerita Ben, sedikit meracau. Bukannya memaksa Ben untuk berbaring lagi, Ann justru penasaran dengan yang baru saja Ben ucapkan. Dahinya mengernyit, ia tunggu Ben menjelaskan ucapannya. "Ngerasa punya istri jadinya," lanjut Ben tertawa geli. "Setelah 18 tahun, ini kali pertamanya ada yang ngerawat aku pas demam. Omonganku kacau ke mana-mana ya," desisnya sadar diri. "Kamu udah nggak terkontrol, sekarang kamu istirahat, ini hampir jam 1 pagi Mas," pinta Ann sedikit memaksa. "Kamu mau nemenin di sini?" "Iya aku temenin kamu, aku musti pantau suhu tubuh kamu Mas," ujar Ann kemudian duduk di kursi baca lagi. "Mantau suhu kenapa jauh-jauh di situ? Kamu bisa tidur di kursi baca keras gitu?" pancing Ben benar-benar berbeda dengan dirinya yang lalu. Manja sekali ia pada Ann kali ini,