Share

Bab 5: Orang misterius bermotor

Arif duduk di depan layar ponselnya dengan perasaan yang berat. Dia tahu dia harus meminta maaf kepada Maya atas kecemburuan yang dialaminya. Dengan gemetar, dia mengetik pesan kepada Maya.

Arif: Maafkan aku, Maya. Aku tahu aku terlalu cemburu. Bisa kita bertemu?

Saat Arif menunggu balasan dari Maya, dia merasa jantungnya berdebar-debar. Setelah beberapa saat, ponselnya berdering, menandakan ada pesan masuk.

Maya: Tentu saja, Arif. Kafe favorit kita, jam 2 sore?

Arif merasa lega bahwa Maya mau bertemu dengannya. Dia berharap bisa menjelaskan perasaannya dan memperbaiki hubungan mereka.

Ketika mereka bertemu di kafe, Arif merasakan ketegangan di udara. Dia memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Maafkan aku, Maya," ucap Arif dengan suara yang rendah. "Aku tahu aku terlalu cemburu kemarin. Aku tidak ingin perasaanku mengganggumu."

Maya tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Arif. Kita semua punya masa sulit. Yang penting sekarang adalah kita belajar dari kesalahan kita dan memperbaiki hubungan kita."

Arif merasa lega mendengar kata-kata Maya, tetapi ketika mereka sedang asik berbincang, tiba-tiba Dika datang langsung menghampiri Maya. "hai, Maya, wah gak nyangka kita ketemu disini" ucap Dika kepada Maya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Eh, Dika, kamu disini" jawab Maya dengan gugup tetapi mengulurkan tangannya juga.

Dika dengan tanpa basa-basi dia duduk disebelah Maya, seperti membuat Arif cemburu.

Arif hanya terdiam saja memperhatikan mereka seperti Dika mau memancingnya untuk marah, dan Arif mulai curiga. dibalik itu Maya merasa bahwa Arif tidak nyaman akan kehadiran Dika, saat Dika mulai merayu Maya dengan lelucon dan tatapan manis, Arif merasa cemburu membara di dalam hatinya.

Arif merasa panas darahnya naik ketika melihat Dika dan Maya tertawa bersama. Tanpa sepatah kata pun, dia bangkit dari kursinya dan meninggalkan kafe.

Di dalam hatinya, dia merasa marah dan kecewa pada dirinya sendiri karena merasa cemburu sekali lagi. Namun, dia juga merasa tidak bisa mengendalikan perasaannya.

Maya, yang melihat Arif pergi dengan cepat, segera menyadari bahwa ada yang tidak beres. Dia segera mengejarnya keluar dari kafe.

"Arif, tunggu!" teriak Maya saat dia mengejar Arif yang berjalan cepat di trotoar.

Arif berhenti sejenak, menatap Maya dengan ekspresi campuran antara marah dan kekecewaan. "Apa yang kau pikirkan, Maya? Apakah kau tidak menyadari bahwa Dika sedang merayumu?"

Maya terkejut mendengarnya. "Apa? Tidak, Arif. Dika hanya..."

Arif mengangkat tangannya untuk menghentikannya. "Aku tidak ingin mendengarnya. Aku tidak bisa menghadapinya lagi."

Maya merasa sedih melihat Arif seperti itu. Dia ingin menjelaskan semuanya kepada Arif, tapi dia tahu bahwa dia perlu memberi Arif waktu dan ruang untuk merenung.

"Arif, dengarkan aku," ujar Maya dengan lembut. "Aku tidak punya perasaan untuk Dika. Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu, sebagai sahabat yang saling mendukung."

Arif menatap Maya dengan lesu. Dia tahu bahwa dia harus mempercayai kata-kata Maya, meskipun hatinya masih berdebar-debar dengan cemburu dan kekecewaan.

"Dengar, Maya," ucap Arif dengan suara yang rendah. "Aku minta maaf atas reaksiku tadi. Aku hanya... aku hanya tidak ingin kehilanganmu."

Maya tersenyum lembut. "Aku juga tidak ingin kehilanganmu, Arif. Kita akan selalu menjadi sahabat yang saling mendukung."

Dengan perasaan yang lebih lega, mereka berdua memutuskan untuk meninggalkan kafe dan melanjutkan pembicaraan mereka di rumah Arif.

Arif membawa Maya naik motor sportnya, dan dalam perjalanan, Maya tidak sengaja memeluk Arif dari belakang. Arif merasakan detakan jantungnya melonjak saat merasa pelukan hangat Maya di belakangnya.

"Mungkin ada yang baik dari semua ini," gumam Arif pelan, sambil membiarkan dirinya menikmati pelukan Maya.

Maya tersenyum lembut, tidak menyadari betapa pengaruhnya terhadap Arif. Mereka sampai di rumah Arif dalam keadaan tenang dan damai.

Setelah menyiapkan beberapa cemilan dan jus, mereka duduk di ruang tamu dan mulai membahas kembali rencana mereka untuk mencari harta karun.

"Kita perlu merencanakan semuanya dengan hati-hati," ujar Arif, sambil mengambil secangkir teh untuk Maya. "Kita tidak boleh terburu-buru dan membuat kesalahan."

Maya mengangguk setuju. "Benar. Kita harus memikirkan setiap langkah dengan matang agar tidak terjebak dalam bahaya, aku akan mempersiapkan semuanya"

Waktu berlalu dengan cepat, dan seiring malam semakin larut, Arif menyadari bahwa dia harus mengantarkan Maya pulang. setelah mereka sampai dirumah Maya, Mereka berdua berdiri di depan pintu, siap untuk mengakhiri pertemuan mereka.

"Maya aku langsung pulang ya?" ucap Arif sambil melambaikan tangannya

"hati-hati dijalan, Arif, jangan lupa kabari aku jika sudah sampai" perkataan Maya dengan senyum manis di wajahnya yang cantik.

Namun, ketika ditengah jalan, Arif dihadang oleh dua orang laki-laki bermotor yang tiba-tiba muncul di depannya.

"Siapa kalian?" tanya Arif dengan curiga, menatap dua orang tersebut.

Dua orang itu diam saja, tetapi Arif bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa peringatan, mereka mulai menyerang Arif dengan kasar.

Arif bertindak cepat, mencoba melindungi dirinya dari serangan mereka. Meskipun dia berhasil menangkis beberapa pukulan, namun dia segera tersungkur ke tanah, terluka dan babak belur.

Dengan nafas terengah-engah, Arif melihat dua orang itu kabur meninggalkannya di sana. Dia merasa pusing dan lemas, tetapi dia tahu bahwa dia harus mencari pertolongan segera.

Dengan tekad yang kuat, Arif berusaha bangkit dari tanah, meskipun tubuhnya terasa sakit dan lemah. Dengan langkah tertatih, dia berusaha mencari bantuan. Setelah beberapa langkah, dia melihat cahaya dari sebuah klinik kecil di seberang jalan.

Dengan upaya terakhirnya, Arif berhasil mencapai pintu klinik dan mengetuk dengan lemah. Seorang perawat segera membuka pintu, terkejut melihat Arif yang terluka parah.

"Tolong, saya butuh pertolongan medis," ucap Arif dengan suara yang terengah-engah.

Perawat itu segera membantunya masuk ke dalam, dan Arif langsung diperiksa oleh seorang dokter. Setelah pemeriksaan yang teliti, dokter menyimpulkan bahwa Arif butuh perawatan lebih lanjut.

"Dia butuh dibawa ke rumah sakit segera," ucap dokter kepada perawat.

Dengan bantuan perawat, Arif dilarikan ke rumah sakit terdekat. Di sana, dia menjalani serangkaian tes dan perawatan untuk memastikan bahwa cedera yang dideritanya tidak serius.

Sementara itu, Maya di rumahnya sedang khawatir karena tidak mendengar kabar dari Arif. Dia mencoba menelepon Arif berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban.

"Kenapa Arif tidak menjawab teleponku?" gumam Maya dalam kegelisahan.

Dia merasa gelisah dan tidak bisa duduk diam di rumah. Tanpa pikir panjang, Maya memutuskan untuk pergi mencari Arif. Dia tahu bahwa dia harus menemukan temannya dan memastikan bahwa dia dalam kondisi baik.

Setelah mencari-cari informasi dari beberapa teman mereka, Maya akhirnya mengetahui bahwa Arif sedang dirawat di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan. Tanpa ragu, Maya segera menuju rumah sakit untuk menemui Arif.

Ketika dia tiba di rumah sakit, dia melihat Arif terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat dan tubuhnya tampak lemas. Maya merasa sedih melihat kondisi Arif seperti itu.

"Arif," panggil Maya dengan suara lembut, duduk di samping tempat tidur Arif. "Bagaimana kabarmu?"

Arif membuka mata pelan-pelan dan tersenyum lemah melihat Maya. "Maya, aku... maafkan aku. Aku tidak ingin membuatmu khawatir."

Maya menggelengkan kepala dengan lembut. "Tidak, Arif. Aku yang seharusnya minta maaf karena tidak menyadarimu sebelumnya. Bagaimana kamu sekarang? Apa yang terjadi?"

Arif menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku... aku diserang oleh dua orang laki-laki tadi malam. Mereka mengejarku dan aku tidak tahu mengapa. Aku mencoba melawan mereka, tapi mereka terlalu kuat."

Maya merasa marah mendengarnya. "Siapa mereka? Mengapa mereka menyerangmu?"

Arif menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Mereka menggunakan helm yang tertutup, jadi aku tidak bisa melihat wajah mereka. Tapi aku yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres."

Maya menggenggam tangan Arif dengan erat. "Kita harus mencari tahu siapa mereka dan mengapa mereka menyerangmu. Tapi yang paling penting sekarang adalah kamu harus istirahat dan sembuh sepenuhnya."

Arif tersenyum mengangguk. "Terima kasih, Maya. Aku sangat beruntung memiliki sahabat sepertimu."

Maya tersenyum balas. "Kita selalu saling mendukung, Arif. Sekarang, istirahatlah. Aku akan selalu ada di sini untukmu."

Dengan tatapan penuh kasih sayang seorang sahabat, Maya duduk di samping tempat tidur Arif, bersiap untuk menjaga temannya selama proses pemulihannya. Meskipun petualangan mereka telah dihentikan oleh kejadian yang tidak terduga, mereka tahu bahwa bersama-sama, mereka bisa menghadapi segala rintangan yang datang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status