"Uangku atau aku, sama-sama cuma khayalanmu!"Yudha mendengus."Yudha, aku sudah capek-capek disalahkan terus, untuk apa kalau akhirnya nggak dapat apa-apa?"Yara mengulurkan dua jari.Sorot mata Yudha semakin sinis. "Kamu mau 200 miliar?""Salah. Aku ingin 20 persen saham Perusahaan Lastana. Kalau kamu setuju, aku juga setuju cerai."Dua puluh persen saham Perusahaan Lastana memiliki nilai pasar paling tidak 400 triliun."Yara, kamu benar-benar gila."Yara berbalik dan lanjut berjalan ke atas. "Aku gila atau nggak, itu nggak penting. Yang penting, kamu bersedia menjadi segila apa demi Melanie?""Yara, kamu pikir aku nggak bisa cari cara lain?"Yudha menggeram dari belakangnya."Terserah, bunuh saja aku." Yara menatap Yudha sebelum menutup pintu. "Duda ditinggal mati kedengarannya lebih baik daripada duda bercerai.""Kamu!" Yudha meninju susuran tangga di sebelahnya.Duda ditinggal mati?Wanita ini ingin mengancam dengan nyawanya lagi?Dia seperti teringat sesuatu dan berbalik pergi de
Yara mengenakan kaus dan celana jeans sederhana, naik taksi dan langsung menuju ke tempat tujuan.Sesampainya di sana, Siska dan Pramudya sudah tiba lebih dulu."Rara, di sini!" Siska melambaikan tangannya.Pramudya bangkit berdiri. "Nona Yara, maaf mengganggu waktumu.""Nggak apa-apa. Ditraktir makan kok, mengganggu waktu apanya?"Yara tidak terlalu ingat orang ini. Hanya ingat bahwa dia tampan dan dapat dikatakan cukup terkenal di kampus saat itu.Hari ini baru terhitung pertama kali mereka berinteraksi. Kesan pertamanya cukup baik juga.Pramudya menyerahkan menu kepada Yara dan Siska. "Silakan kalian pesan apa saja yang kalian inginkan."Yara mengedipkan mata pada Siska dan merasa sedikit lebih menyukai Pramudya.Mereka berdua bukan orang tidak tahu diri. Setelah memesan dua tiga hidangan, mereka mengembalikan menunya kepada Pramudya.Tak diduga, Pramudya sangat murah hati dan memesan lagi cukup banyak hidangan. Siska jadi sangat malu dan terus mengatakan dia tidak bisa menghabiskan
Yara sungguh terkejut.Dia tidak mengerti kenapa orang yang sudah memindahkan barang-barangnya masih begitu sering datang.Sekarang dia jadi merasa seperti terpergok selingkuh."Kak Pram, terima kasih untuk hari ini."Yara bicara singkat saja. Dia hanya berharap Pramudya segera pergi.Tak diduga, Pramudya ingin menghampiri dan menyapa saat melihat Yudha."Kak Senior masih ingat aku?"Dia satu tahun lebih tua dari Yara dan Siska, serta satu tahun lebih muda dari Yudha.Namun, Yudha bahkan tidak melihat ke arah Pramudya. Langsung berbalik masuk rumah.Yara menahan kekesalannya dan meminta maaf kepada Pramudya berulang kali."Nona Yara," ucap Pramudya agak ragu. "Sebagai orang luar, aku memang tidak berhak berkomentar, tapi ...."Dia melirik pintu dan berkata, "Sebaiknya Nona Yara mulai pikirkan rencana masa depan tentang pernikahan ini."Yara mengerutkan bibir, merasa agak canggung. Dia menunggu sampai mobil Pramudya pergi sebelum kemudian masuk ke rumah."Sudah cukup bersenang-senang?"
Yara melirik hasil karya Melanie dan tak kuasa menahan diri mengeluh dalam hatinya. "Yudha, kamu buta sekali!"Saat meninggalkan kantor Melanie, Anita menoleh ke arah Yara. "Apa yang kamu sukai dari pria itu?""Hah?" Yara sejenak bingung diberi pertanyaan tiba-tiba."Dasar estetikanya saja nggak ada. Jiwa senimu sudah habis dimakan cinta?"Yara tertawa dan menggelengkan kepalanya.Anita menggandeng Yara ke dalam kantor dan menyerahkan sebuah formulir pendaftaran."Ini salah satu kompetisi desain terbaik di negeri ini. Perusahaan kita cuma bisa mengirim satu orang. Aku berhasil memenangkan posisi itu untukmu."Yara merasa terharu. "Kak Anita ....""Nggak usah terima kasih." Anita kembali menampilkan sikap sok-nya. "Pulang sebagai juara satu lebih berarti daripada kata-kata apa pun."Dia menatap Yara lekat-lekat. "Yara, aku tahu kamu punya cukup kekuatan untuk melakukannya.""Ya." Yara mengangguk tegas. "Kak Anita, jangan khawatir. Aku janji akan memberikan yang terbaik.""Yang mau diiku
Tangan Yara gemetaran memegang ponselnya. Jatuh dalam keputusasaan seolah jatuh ke dalam gua es yang sangat dingin.Melanie melanjutkan, "Rara, aku barusan mendapat beberapa sketsa bagus. Kamu tertarik mau lihat sebagai referensi?"Yara menggertakkan giginya. "Melanie, kamu benar-benar membuatku muak!""Rara, aku cuma ingin membantu."Suara Melanie berubah panik.Samar-samar Yara mendengarnya berkata, "Yudha, beneran, aku cuma niat membantu dia."Panggilan itu segera ditutup. Dia tidak menyangka Melanie sengaja menelepon di depan Yudha. Sungguh licik."Nyonya?" Yunita tampak khawatir."Mulai sekarang, jangan bukakan pintunya kalau Silvia datang."Yara hanya mengucapkan kata-kata itu dan naik ke lantai atas.Dia sedang menunggu. Menunggu Melanie menghubunginya lagi.Benar saja. Satu jam kemudian, Melanie mengirimkan alamat yang ternyata adalah tempat pemandian air panas.Yara segera menyadari bahwa Melanie takut dia akan merekam bukti.Dia sekali lagi dibuat takjub akan kemampuan wanita
"Apa yang terjadi?" Anita bertanya langsung ke intinya.Yara dilanda bimbang sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kak Anita, aku ... nggak jadi ikut kompetisi desain itu."Anita mengernyitkan dahinya. "Ada masalah apa?"Yara memandang ke sungai dan menghela napas dalam-dalam. "Melanie mengambil rancangan desainku."Dia dan Anita bekerja keras selama sepuluh hari dan penyerahannya harus dilakukan besok pukul delapan. Mereka tidak mungkin bisa mulai dari awal lagi.Anita tidak berkata apa-apa. Dia juga menatap ke sungai di kejauhan.Keduanya terdiam. Hanya terdengar suara desiran angin sungai.Beberapa saat kemudian, Anita berkata perlahan, "Nggak apa-apa, keputusanmu sudah benar."Yara menatapnya, terkejut.Anita melanjutkan, "Melanie pasti mengancammu dengan desain itu, tapi kamu nggak mau kompromi. Begitu?""Kak Anita, maafkan aku."Suara Yara tercekat."Rara." Anita memandangnya dengan wajah sangat serius. "Keputusanmu sudah benar.""Tapi ...."Anita menepuk pelan bahu Yara. "Rara, kes
Hari itu Yara jalani dengan kebingungan dan kehampaan.Saat waktu pulang kerja tiba, Safira menepuk lengannya dan berkata, "Rara, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri."Sebelum Anita pergi, dia menjelaskan banyak hal kepada semua orang tentang Yara. Safira serta yang lainnya tidak bermaksud menyalahkan Yara.Namun, semakin mereka seperti ini, Yara semakin merasa tidak nyaman, merasa tidak bisa membantu Anita."Rara, kamu bisa pergi ke Mistique nggak malam ini? Kak Pram yang traktir!"Pesan Siska datang di waktu yang tepat."Oke."Yara saat ini benar-benar ingin mabuk.Sesampainya di Mistique, Siska hari ini jelas berdandan secara khusus.Penampilannya memang sudah diberkati dari sananya, dengan kulit putih dan lembut. Kecantikan bawaannya tetap terpancar meski tanpa riasan.Hari ini dia mengenakan kaus pendek berwarna hijau muda yang dipadukan dengan celana denim berwarna terang. Dia tampak seperti anak kuliahan. Orang yang melihatnya pasti tidak ingin mengalihkan pandangan."Sisk
Yara sudah punya niat mabuk-mabukan malam ini. Namun, dia tidak menyangka. Saat dia benar-benar menginginkannya, dia justru tidak bisa mabuk."Siska, aku nggak berguna." Dia meraih tangan Siska. "Kamu tahu? Gara-gara aku, Kak Anita mengundurkan diri."Siska ikut merasa pilu. "Rara, jangan sedih. Aku nggak tahu persis apa yang terjadi. Tapi, Kak Anita pasti melakukan ini karena dia merasa itu sepadan demi kamu."Yara tertegun sejenak dan merasa perkataan Siska masuk akal juga.Yang harus dia lakukan sekarang bukanlah menyerah dan mabuk-mabukan, tetapi menyemangati diri dan menstabilkan posisinya di Baruy.Mungkin suatu saat nanti, dia bisa mengundang Anita kembali dengan identitas lain."Aku mengerti, Siska." Tadinya dia minum banyak karena ingin mabuk, jadi sekarang dia sangat ingin ke kamar mandi."Rara, aku temani." Siska mengikutinya berdiri."Nggak usah, aku nggak mabuk."Yara memberinya tatapan yang mengisyaratkan padanya agar memanfaatkan kesempatan berduaan dengan Pramudya.Sisk