Rambut basah Arina belum disisir saat bayi kecilnya menangis haus. Kelelahan setelah melayani suaminya, membuat dirinya tak sempat membangunkan si kecil untuk disusui. Sementara Damar yang kelelahan sebab pengejaran cinta yang berulang tadi membuatnya tidur dengan pulas setelah membersihkan diri. Tak tega juga Arina membangunannya. Lelah bekerja dan lelah bercinta membuat suaminya itu tak mendengar tangisan si kecil. Biasanya bila malam begini, Damar akan terbangun bila mendengar tangisan si kecil. Bahkan biasanya dirinya lebih sigap dari Arina, duluan bangun menggendong sikecil, kemudian akan membangunkan istrinya dengan kecupan berulang.“Haus ya anak, mama?” Arina menimang sayang si kecil Davina sebelum memberinya ASI. Menyusui putri kecilnya ini, membuat dirinya merindukan pula putranya di desa sana. Ingin rasanya menyambangi namun orang tua dan mertuanya belum membolehkan dirinya membawa si kecil naik mobil dengan jarak yang cukup jauh. Davian yang sudah terbiasa hidup dengan kak
Nampak dua orang pria yang berbeda generasi berbincang serius di gazebo yang terletak di halaman belakang.Arina yang baru selesai mandi tadi melihat papa mertua dan suaminya saat menjemur handuk biru miliknya.Mungkin ini pembicaraan yang benar-benar serius. Biasanya kalau hanya hal yang berhubungan dengan perusahaan, pak Mahmud akan memanggil dirinya juga, sebab nanti dirinya akan mendampingi suaminya yang akan memimpin perusahaan.“Kenapa, Papa baru kasi tahu, saya tentang hal ini?” Damar nampak resah juga merasa bersalah.“Papa, juga baru tahu dari pak Adnan kemarin. Ternyata selama ini orang tua Sofyan dan Yasmin ditipu oleh kepala sales mereka. Salah juga pak Sutomo ini, sebab percaya saja pada pekerja memegang tagihan pelanggan yang bayar secara cash. Jadilah uang patungan papa sama beliau, digunakan untuk membayar gaji dan THR karyawan mereka saat itu. Dan ayahnya Yasmin ini tak mau memberitahu papa. Keterangan pak Adnan kemarin nanti akan diganti, namun keburu meninggal bersa
“Ya harus jawab apa Mas?, aku enggak apa-apa koq. Lagian mbak Yasmin kan sudah nikah juga, atau...Mas masih sering ingat mantan?”“Astagfirullah, Arin! Mas salah terus sih? Dikasi tahu salah, nggak dikasi tahu mas tetap salah.” Damar ngenes sendiri.“Hahaha. Habisnya Mas kaya takut begitu, mana mungkin aku marah Mas, kalau itu masalah kerja. Kecuali, Mas macem-macem.” Ancam Arina sambil mencubit hidung bangir suaminya lalu memberi kecupan di pipi yang ditumbuhi cambang tipis itu.“Terus gimana dengan Davi ini. Mama sama papa maunya dia tetap sekolah di desa saja. Biar mama sama Ibu yang gantian jaga. Sebab nanti kesepian bila Davi kita bawa kesini sekolah.” Tanya Damar sambil membelai rambut legam Arina.Arina dibuat sedih saja mendengar itu. Dulu sebelum menikah, Davian harus terpisah dari orang tuanya, Arina hanya hari libur saja baru bisa mengunjungi putranya. Lalu sekarang mereka sudah menikah kembali, tetap harus terpisah juga. Bukankah salah satu alasan mereka menikah kembali ke
Yasmin terhenyak sesaat, saat melihat siapa yang berdiri di depan lift. Membuang pandang dengan wajah yang terlihat menahan marah pada Damar dan Arina, lalu ia eratkan genggaman di tangan suaminya. Seperti sedang menahan dendam dan...luka.“Hati-hati, Sayang!” Arzan menahan tubuh Yasmin yang hampir terjatuh sebab tersandung di depan lift tadi, tak sengaja saat tatapannya bersirobok dengan mata bening milik Arina. Dua wanita yang pernah mengisi satu hati milik pria yang sama.“Maaf, Mas, aku nggak lihat.” Yasmin tarik dan kibaskan ujung gamis hijau mint bermotif bunga lilac yang di pakaianya. Belum berhijab, namun sebisa mungkin bila keluar rumah Yasmin menggunakan pakaian panjang, bahkan lebih senang menggunakan dress lengan panjang sekarang atau gamis, buat penampilannya nampak anggun, semakin feminim. Rambut panjang hitam sebawah punggungnya yang diberi jepit di bagian poni, semakin menambah aura feminimnya. Sungguh tingkahnya sekarang jauh berbeda dari yang dulu.“Ayo, jangan perha
Arina masih menyusui Davina saat Damar telah selesai mandi, tak sempat menyiapkan baju kerja suaminya sebab si kecil sedikit rewel. “Maaf, Mas. Aku belum siapin pakaian kamu. Vina rewel nih.” Keluh Arina sedikit lelah.Cup!Damar berikan satu kecupan.“Tak apa, Sayang. Mungkin dia mau tumbuh gigi.” Damar mencium tangan mungil putrinya, lalu mulai mengambil pakaian.“Lho koq nggak pakai baju kerja, Mas?” Heran Arina.“Ini kan hari sabtu, Sayang.” Damar mengambil handuk untuk di jemur di balkon kamar, lalu mendekati Arina setelah melihat istrinya itu menidurkan baby Davina yang nampak sudah lelap. Sangat lelap di pagi jam tujuh ini, sebab semalam dia rewel dengan tidur terganggu.Arina yang tadi subuh juga bangun mandi, ingi lelap kembali walau sejenak.“Capek, ya?” Damar memeluk Arina yang terlihat siap naik ke tempat tidur.“Ngantuk, Mas. Mau tidur dikit. Mas di rumah kan, makannya ada di lemari makanan sayang.”“Iya habis ini Arin istirahat aja, biar Mas yang jagain baby girl.” Ari
“Ini Damar putra saya,” Pak Mahmud memperkenalkan Damar pada Arzan. Bukan Arzan tak tahu siapa pria yang sedang menjabat tangannya ini. Arzan tahu betul, pria ini mantan pacar Yasmin. Pria ini juga turut andil dalam mempertemukan Arzan dan Yasmin, bila tak diputuskan secara tak patut, tentu Yasmin tak jadi istrinya sekaranzg. Arzan yang dewasa, pergaulan yang buruk maupu yang baik telah banyak di laluinya, menghadapi orang dengan berbagai karakter di luar sana , sudah menempa mental pria dewasa ini dalam menyikapi setiap pribadi yang ditemui. Tentu penguasaan diri dimiliki dengan baik, maka tak ia sungguh berhasil menyembunyikan keterkejutannya saat bertemu dengan Damar. “Arzan.” Suara bariton pria ini mampu membuat Damar tak berkutik sesaat. Terdengar sangat berwibawa.“Damar.” Suami Arina mencoba menghalau rasa gugup. “Ini, Damar putra saya, nak Arzan, setelah saya pensiun tahun depan, dia yang akan meneruskan perusahaan ini, mungkin kedepannya kalian berdua ada peluang untuk bek
“Koq, marah sama mas?” Arzan mengejar Yasmin. Ia yakin istrinya sudah salah paham, bukan maksud Arzan tak menghargai Yasmin, hanya saja Arzan anggap membayar utang orang tua istrinya adalah bentuk tanggung jawab sebagai suami, sebab ia tahu bagaimana kesulitan keuangan yang bang Sofyan alami saat ini.“Aku, nggak marah.” Suara Yasmin bergetar.Arzan tersenyum ditariknya ke pelukan istrinya itu.“Maafin mas. Mas tak bermaksud buat Yasmin merasa tak di hargai, tapi kalau mas kasi tahu kamu kalau mau bayar utang papa, pasti sayang tak setuju.” Arzan kecupi dahi yang tak ingin mendongak padanya seperti biasa. Arzan tahu istrinya sedang sedih.Lalu suara isak Yasmin yang tertahan buat Arzan semakin eratkan pelukan, nanti besok baru ia ceritakan semua pada istrinya.“Kamu, beli aku ya, Mas?” tangisan Yasmin semakin kuat mengucap itu.“Astgafirullah, koq sayang ngomong gitu?” sedikit jengkel Arzan mendengar kata itu. “Sayang tahu, itu mas anggap sebagai tanggung jawab mas, sebab keuangan ba
Betapa terkejut Arina, saat mengetahui bila tadi Damar pulang ke desa dan mengajak Davian putranya turut serta. Dan setelah mendengar suara Damar yang terdengar marah, barulah Arina tersadar dari rasa egoisnya. Memang dulu Damar menyakitinya, namun ketulusan pria itu melamar dan menjadikan Arina sebagai istri kembali serta segala pengorbanan yang dilakukan, cukuplah menjadi bukti bahwa pria ini tulus mencintai dirinya. Lalu apa alasan Arina tak pernah membalas ucapan cinta Damar? Sedangkan di hatinya tak pernah hilangkan namar Damar Ganendra.“Kamu, harus ubah sifat kamu, sampai kapan kamu keras kepala dan bertindak labil pada Damar. Kamu sendiri yang menerimanya kembali, Nduk!” suara pak Sayuti terdengar kecewa. Sebab beliau tahu bila putrinya telah khilaf meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya. Dan sedikit banyak tadi bercerita tentang sifat Yasmin yang tetap keras kepala padanya.Arina gamang. Benar-benar tak tahu bila keterlambatan Damar pulang akibat ia ke desa menjemput putra