Share

Diamku Menghancurkanmu Mas!
Diamku Menghancurkanmu Mas!
Penulis: Cahaya Senja

Foto Pernikahan!

Ting!

Satu notifikasi masuk ke gawaiku. Aku yang baru saja selesai mandi menatap gawai tersebut.

Kuselesaikan terlebih dahulu kegiatan yang kulakukan, barulah melihat nama pengirim pesan itu.

Tiara, nama yang tertera di sana. Sahabat, sekaligus calon Kakak iparku. 

[Suamimu ada di rumah, Lau?] Bunyi pesan yang dikirimkan Tiara padaku.

Aku mengernyitkan dahi heran, tumben-tumbenan dia menanyakan keberadaan Mas Alif, suamiku. Biasanya tak pernah dia menyakan hal itu.

[Kenapa memangnya, Ra?] Aku bertanya balik padanya. Penasaran kenapa dia menanyakan keberadaan suamiku. Apakah ada hal penting yang ingin dia lakukan dengan Mas Alid.

[Ah, tidak. Hanya menanyakan saja,] tulisnya lagi.

Aneh. Aku tak ingin berburuk sangka padanya, tak mungkin bukan dia bermain api dengan suamiku.

Namun, kenapa seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Tiara, pikirku.

[Oh, kebetulan Mas Alif beberapa Minggu kemarin berangkat ke Ibu kota karena suatu pekerjaan. Jadi, di rumah cuma ada aku sama Bi Wati aja,] balasku padanya. Aku menunggu balasan dari Tiara 

Tak lama masuk balasan dari Tiara.

[Aku ke rumahmu sekarang ya. Tunggu sebentar, aku siap-siap dulu,] balasnya. 

Aku menyatukan kedua alis, heran dengan apa yang dilakukan sahabatku satu ini. Dari gelagat Tiara yang seperti ini malah membuatku semakin bingung dengan sikapnya. Bolehkah aku berpikiran negatif sekarang padanya?

[Oke.] Hanya itu balasan yang kukirimkan padanya. Namun, jika boleh jujur sikap Laura yang seperti ini membuatku semakin banyak berpikir. Takut hal mengerikan terjadi pada Mas Alif.

****

Aku menunggu Tiara dengan tak sabar, mondar-mandir ke sana kemari. Lalu berakhir duduk di sofa ruang tamu sambil memakan kacang.

Sekitar setengah jam, akhirnya Tiara sampai di rumahku. Kulihat dia sangat tergesa-gesa untuk menghampiriku.

"Duh, maaf lama. Tadi macet banget di jalan. Kamu nggak ke toko?" tanyanya padaku. 

Dia membenarkan kerudungnya yang berantakan ke sana kemari. Lalu langsung meletakkan bokongnya di sofa.

"Enggak, toko udah ada yang jaga. Mungkin, agak siangan aku ke sana," jawabku masih memakan kacang.

Tiara menatapku dalam, aku salah tingkah ditatap seperti itu.

"Apa sih?" tanyaku sambil mengibaskan tangan di wajahnya.

"Berapa bulan Alif kerja di luar kota?" tanyanya dengan wajah serius. Di sini aku merasa seperti di interogasi.

"Mungkin besok dia udah pulang, soalnya nggak lama katanya. Cuma liat projek yang dibangun perusahaan doang," ucapku panjang lebar. Aku menatap Laura yang nampak berpikir.

"Kenapa sih emangnya?" tanyaku bingung. Dia tak menjawab, karena penasaran aku menggoyangkan lengannya sambil memainkan kedua alisku.

Terlihat Tiara mengambil sesuatu dari dalam tas-nya. 

Aku masih menanti apa yang ingin diperlihatkan Tiara. 

"Apa?" tanyaku tak sabar.

Tiara mengambil ponselnya, lalu menunjukkan padaku.

Aku termenung menatap sesuatu dari layar handphone ini.

Foto pernikahan dua pasang insan yang sedang tertawa di sebuah ruangan. Aku mengerutkan kening.

Aku menatap foto itu dengan seksama. Mencoba menahan sesak yang tiba-tiba kian mendera di dada.

"Apa ini?" tanyaku tanpa melihat Tiara. Akalku seperti tak berjalan dengan sesuai.

"Itu foto pernikahan ... suamimu," ucap Tiara di sampingku.

Aku menatapnya dalam. Melihat kebohongan di mata Tiara, tapi dari gelagatnya tak ada tanda-tanda bahwa dia sedang berbohong.

"Aku mendapatkan foto itu dari temanku. Tidak ... tidak! Lebih tepatnya adik sepupuku, dia curhat padaku bahwa wanitanya memilih menikah dengan lelaki lain. Dan lebih parahnya dia diundang di pernikahan itu. Aku lalu meminta foto itu padanya, dan aku ... aku terkejut melihat siapa yang berada di sana." Tiara paham tatapan mataku, lalu dia menjelaskan tanpa kuminta.

Aku lalu menaruh ponsel pada tangan Tiara.

"Aku tidak percaya, mungkin itu hanya editan saja," ucapku lalu mengalihkan pandangan dari Tiara.

Dadaku sesak, rasanya sekarang aku sulit bernafas. Tidak mungkin itu Mas Alif.

"Aku sahabatmu, untuk apa aku memanipulasi itu semua, Lau. Sudah lama dia mengirimkan ini padaku. Namun, aku berpikir berulang kali, mencari kesempatan yang tepat untuk menceritakan semuanya." Tiara membalikkan badanku.

Aku langsung saja memeluk badannya.

"Katakan itu bohong, Ra. Lima tahun pernikahan yang kujalani dengan Mas Alif berjalan dengan damai, bahkan ia adalah imam yang baik dalam rumah tangga. Dia paham tentang agama, dia juga yang membimbingku untuk menjadi wanita yang lebih baik, Ra," ucapku dalam pelukannya.

Rasanya tak percaya, lelaki yang selama ini yang selalu kubanggakan di depan kedua orang tuaku, malah dia menghancurkan kepercayaan yang sudah lama terbangun. Ini seperti mimpi, aku yakin pasti ini mimpi tak mungkin Mas Alif bermain di belakangku.

Dari sikap, caranya berbicara tak pernah terpikirkan olehku bahwa dia sebenarnya berkhianat. Aku yakin pasti ini hanyalah sebuah kesalahpahaman.

"Maafkan aku, Lau. Tapi itulah kenyataannya, aku memberitahukanmu, karena aku menyayangimu. Maafkan aku ...." Tiara memelukku erat.

Ting!

Tiba-tiba bunyi pesan masuk ke gawaiku.

Kulepaskan pelukanku dengan Tiara sambil.menghapus air mata yang masih membasahi pipi, lalu melihat siapa pengirim pesan tersebut.

"Siapa?" tanya Tiara, yang sepertinya penasaran. Aku menatapnya dengan sendu.

"Mas Alif," ucapku dengan suara tertahan. Hampir saja aku seperti tak bisa menyebutkan namanya.

"Lima jam lagi dia sampai di rumah," ucapku menatap kosong gawai yang berada di genggaman. Aku bingung, harus bersikap seperti apa nanti setelah Mas Alif datang ke rumah.

"Bukankah harusnya dia pulang besok?" tanya Tiara. Ya benar, Mas Alif mengatakan akan pulang besok. Namun, melihat pesan yang dikirimkannya kembali. Membuatku terdiam tak tau harus bereaksi seperti apa dan bagaimana.

"Dia bilang ... dia merindukanku. Dia ternyata masih punya rindu untukku, Ra." Aku tertawa miris. 

Foto pernikahan itu seperti lagu yang berputar di ingatan, sambil menari-nari di pikiran.

"Apa yang harus kulakukan, Ra. Apa aku akan diam saja. Tidak! Berikan gambar itu, aku akan menanyakan padanya langsung." Aku ingin mengambil ponsel Tiara, namun Tiara lebih dahulu mengambilnya.

"Jangan gegabah, bukan begini caranya menghadapi suatu masalah!" bentak Tiara padaku.

Aku menutup wajah dengan kedua tangan.

"Aku akan mengusir Mas Alif dari rumah ini, ini rumahku. Pemberian orang tuaku, aku takkan rela jika penghianat itu berada di sini!" teriakku menggebu-gebu.

Lima tahun, bayangkan saja. Berapa lama kami sudah bertahan dalam ikatan pernikahan.

Tiara membawaku dalam pelukannya.

"Tetaplah jadi Laura yang Alif kenal, jangan berubah. Sampai kita menemukan semua bukti yang tepat, nanti kita pikirkan bersama apa yang akan dilakukan selanjutnya," ucap Tiara mengusap pucuk kepalaku yang terlindungi hijab syar'i.

"Itu terlalu bertele-tele, Ra! Sudah jelas di situ buktinya," ucapku padanya. Walau dalam hati aku masih belum terlalu yakin dengan fakta yang diberikan Tiara.

"Tidak! Ini belum valid, Lau. Kita masih membutuhkan banyak bukti lagi!" ucap Tiara penuh penekanan.

"Bantu aku menyelesaikan masalah ini. Jika suatu saat Mas Alif meninggalkanku, aku pasti akan siap menerima kenyataannya. Tapi itu nanti, bukan sekarang," lirih aku berucap. Otakku buntu, sulit rasanya untuk berpikir.

"Hapus air matamu, wanita tak boleh terlihat lemah. Bersiaplah, mungkin Alif akan membawa perempuan itu ke rumah ini, entah sebagai adik atau bisa jadi sebagai pembantu kalian," ucap Tiara.

Aku tercenung. 

 

Benar! Pasti Mas Alif akan membawa istri barunya ke rumah ini.

'Baiklah, Mas. Aku ingin melihat seberapa pintar kamu melakukan kebohongan.' Aku tersenyum sinis. Aku akan membuktikan, bahwa aku adalah Laura yang dulu sebelum ia mengenaliku.

'Kamu akan menyesal, Mas!' batinku. Aku yakin kamu akan merasakan sakitnya menjadi aku seperti apa, Mas. 

-

-

Next?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nur Hasanah
iya tebalik2
goodnovel comment avatar
Lina Pratiknyo
namanya tiara ato laura.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status