Daniel melihat kehadiran Vena. Dia menolak akui kalau tengah terpesona.
Inilah sosok Vena yang dinikahi dahulu— begitu cantik dan elegan. Tak sadar telah dikuasai oleh rasa cemburu dan marah, dia melontarkan perkataan pahit kepada Vena. “Kamu datang juga. Kami di sini sedang membahas kenapa saya ceraikan kamu.” Daripada mempedulikan Daniel, perhatian Vena tertuju ke sang suami. "Mas Mario nggak apa-apa? Tolong jangan terlalu lama adu mulut sama orang beginian, Mas." Mario lebih khawatir pada wanita itu. "Nggak apa-apa, kok. Kamu ngapain di sini? Di dalam pasti ada masalah, ya? Mereka ganggu kamu?" "Itu sih jelas, Mas, tapi nggak masalah. Orang-orang ini cuma iri—" Vena sempat melirik ke arah Daniel dengan tatapan muak. Daniel jengkel. Wanita yang dulu pernah memohon-mohon tidak diceraikan demi anak, kini telah benar-benar move on? Berani menatapnya dengan paDi dalam ruang kerja, Daniel duduk di kursinya. Sementara itu, Vena dan Mario berdiri di seberang meja. Selama beberapa menit, Daniel sibuk menghitung tumpukan kwitansi pembayaran berbagai kebutuhan anaknya. Setelah ditotal, dia serahkan kepada Vena. "Itu hasilnya, minta sama suami baru kamu yang sok kaya ini buat bayar semua," kata Daniel kemudian. Vena melototi hasil hitung-hitungan dari Daniel, lalu membandingkannya dengan beberapa kwitansi. "Apa-apaan ini? Lima ratus juta? Kenapa kamu menaikkan hasilnya dua kali lipat?“ "Itu 'kan aku anggap hutang, ya jelas pasti ada bunganya." "Kamu anggap hutang saja sudah kelewatan, dan sekarang malah ada bunganya?” “Loh, kenapa? Keberatan? Cuma sedikit itu. Lagian, kamu sendiri yang sombong soalnya menikah lagi sama orang ini—” Daniel menuding Mario yang berdiri di sebelah Vena. Dia berkata lagi dengan sinis, "Owner Jaringan Hotel Winata yang terkenal
Seorang pria tiga puluh tahunan berpakaian atasan kemeja biru dipadu dengan celana hitam duduk di sofa ruang tamu. Dia depannya, tepat di atas meja sudah ada dua koper hitam."Nama saya Daffa, saya asisten Pak Mario," katanya bersuara ramah kepada dua orang yang duduk di sofa lain, Mario dan juga Bianka.Dia membuka dua koper untuk menunjukkan bahwa semua isinya adalah uang asli.Begitu tahu, Daniel melotot kaget karena semua uang dalam bentuk dollar. Selain itu, jumlahnya jelas lebih dari yang diminta sebelumnya.Daffa melanjutkan, "seperti permintaan Pak Mario, ini saya menyerahkan uang tunai dua ratus ribu dollar.""Dollar!" Bianka spontan menutup mulut dengan dua tangan agar tidak semakin histeris. Daniel semakin muak melihat ini. Niat awal ingin menjatuhkan mental Vena, tapi sekarang dia yang jatuh. "Apa-apaan ini? Saya cuma mau kompensasi lima ratus juta, kenapa sekarang jadi dollar? Dan, sebanyak ini?""Kata Pak
Beberapa hari pun berlalu.Vena mengikuti Mario pergi ke acara potong tali alias peresmian Villa baru selesai di bangun. Lokasinya berada di pulau Bali, dekat dengan kawasan wisata pantai.Bangunan villa tersebut mewah, berhalaman yang luas, dikelilingi pepohonan cemara serta palem. Selain itu, ada kolam renang pribadi.Ini adalah acara resmi pertama Vena dalam menyandang status istri Mario Winata. Karena itulah, dia sedikit gugup sepanjang acara. Meski demikian, dia tetap menebarkan senyuman manis, terutama ketika dirinya dan sang suami memotong tali peresmian dan dipotret banyak wartawan."Sayang, kamu nggak perlu setegang ini, ini cuma formalitas," bisik Mario."Aku nggak mau kelihatan jelek di foto koran, majalah, apalagi di media sosial resmi Hotel Winata," balas Vena cepat, yang langsung senyum lagi menatap beberapa wartawan lokal.Tetapi, Mario tampak jahil dengan berbisik lagi di telinganya, "kapan kamu kelihata
Setelah masuk ke dalam kamar hotel, Vena mondar-mandir di amping ranjang. Dia masih kepikiran dengan apa yang terjadi di acara peresmian tadi. "Mas, aneh banget nggak sih, wartawan-wartawan itu malah tanya masalah begituan ketimbang villa baru," katanya. Mario menghampiri meja dekat televisi. Dia sibuk melepas jas serta jam tangan. "Nggak aneh, wartawan 'kan suka banget sama gossip. Mereka nggak peduli aku ini pengusaha atau artis, kalau ada masalah sedikit saja— pasti jadi skandal." "Tante Ruth sudah khawatir ini dari awal, rekaman kamu waktu bertengkar sama Dani sudah meluas." "Kita nggak bisa mengontrol pikiran orang. Sudahlah. Ini bukan pertama kalinya aku kena beginian." Vena tidak menjawab. Dia masih khawatir dengan keadaan ini. Jadi, dia mengambil ponsel dari tas jinjing yang ada di atas ranjang, lalu mulai melihat-lihat media sosial. Ternyata memang benar, banyak orang mulai menyebar rekaman saat Mario dan Dani bertengkar di restoran hotel. Terlihat juga kalau Mario bert
Tante Ruth duduk santai di ruang keluarga sambil menonton televisi. Sesekali, dia menikmati teh hangat yang ada di meja. Saat ada langkah kaki yang mendekat, dia mengira itu adalah anaknya yang baru pulang sekolah. Tanpa menoleh, dia bertanya, "sudah pulang, Viola? Tumben jam satu sudah pulang, nggak ada kelas tambahan?" "Siang, Tante Ruth ... apa kabar? Kangen nggak?" Suara wanita yang sangat familiar terdengar. Tante Ruth menoleh. Kedua mata terbelalak melihat sosok yang baru datang. Wajah seolah diliputi oleh amarah. Dia berdiri. "Sarah! Berani banget kamu ke sini?" Wanita muda bernama Sarah itu tersenyum tanpa dosa. Dia adalah orang yang menyapa Mario sebelumnya. "Berani penipu kayak kamu menginjakkan kaki di rumah saya lagi! Saya akan telepon polisi!" Tante Ruth buru-buru mengambil ponsel di atas meja. Tetapi, wanita bernama Sarah itu segera menghentikannya. "Sebentar, Tante, jangan jahat-jahat gitu. Sarah minta maaf sudah menghilang dulu, tapi Sarah bukan penipu, loh." "B
Daniel hampir membanting ponsel karena sedari pagi dihiraukan oleh Vena. Iya, terlihat jelas di layar ponsel itu ada deretan panggilan tak terjawab, bahkan ditolak, dan terakhir nomornya sudah diblokir. "Kurang ajar, Vena sombong sekarang. Dulu diusir saja pakai acara drama, sekarang sok nggak mau bicara sama aku?" Dia menggerutu. Sejak pagi pula, dia mendekam di dalam ruang kerja. Setengah mengurus pekerjaan, setengahnya lagi memikirkan Vena. Pintu ruangan tersebut diketuk, lalu dibuka— terlihat Bianka di ambang pintu. Wajahnya muram ketika mengomel, "Mas, sampai kapan mau berada di ruangan? Ini sudah malam, loh. Ayo keluar dulu, kita makan malam berdua. Mama lagi keluar, aku nggak mau makan sendirian." "Aku nggak lapar, kamu makan saja sendiri. Aku masih sibuk mengurus pekerjaan.“ "Jangan bohong kamu, aku tahu kamu sibuk menghubungi mantan istri kamu itu 'kan?" "Nggak." Bianka makin kesal. Dia maju ke dalam ruangan itu, mendekati meja. ”Kamu sadar nggak, sih? Kamu sekarang
Ven memanfaatkan kondisi kamar hotel yang dilengkapi dapur. Jadi, dia memasak nasi goreng untuk makan malam. Dia menyajikan dua piring nasi goreng di meja dekat ranjang, lengkap dengan dua gelas air dingin. Mario tampak duduk di pinggiran ranjang, fokus melihat pertandingan bola di televisi. Dia lantas menoleh begitu mencium aroma enak. Senyum tersungging di bibirnya. "Kamu beneran masak nasi goreng, Sayang? Padahal kita bisa pakai layanan kamar," katanya. "Kan aku bilang mumpung ada dapur, ada bahan makanan juga di kulkas. Mending aku masak buat kamu. Aku sebenarnya pengen banget terus masak buat kamu, tapi di rumah ada koki, belum lagi kalau ketahuan Tante Ruth, nanti aku dimaki-maki lagi karena seperti pembantu." "Maaf, ya ..." Mario tergelak. "Mau bagaimana lagi, di keluargaku dari dulu, anak perempuan atau menantu wanita nggak boleh sibuk di dapur." "Nggak apa." "Maaf juga karena kita malah di hotel bukan di Villa, aku takut dikeroyok wartawan lagi." "Mau di hotel atau di
Daniel tidak bisa diam saja setelah diabaikan terus menerus oleh Vena. Dia sampai kurang tidur karena kepikiran. Bahkan, dia baru ingat kalau sudah ditinggal sendirian di rumah.Iya, ibunya sibuk dengan urusan keluarga, istrinya pun meminta ijin pulang ke rumah. Setelah mengurus dokumen perusahaannya, dia mengundang beberapa wartawan untuk ke rumah. Dia memberi kesempatan wawancara tentang pertengkaran di Hotel Winata saat itu.Apapun yang dia katakan, langsung dimunculkan di portal-portal berita online. Pengakuan Daniel malah memperburuk suasana karena dia juga mengungkit rumah tangganya saat masih bersama Vena. Dia menyalahkan wanita itu atas kematian anak mereka, lalu meninggalkannya demi pria lain alias Mario.Gossip itu menyebar bak daun diterpa angin di media sosial. Iya, sampai-sampai Tante Ruth membaca salah satu portal berita tersebut.Dia kaget dengan judul berita 'ISTRI BARU OWNER JARINGAN HOTEL WINATA MENELANTARKAN ANAK'Terdapat foto jepretan Vena dan Mario saat peresmia