"Hanya karena istri saya kebetulan ketemu kamu sekarang di sini, terus kamu tuduh stalker?" "Kalau kamu memang suaminya sekarang, harusnya kamu tahu kalau Vena ini masih tergila-gila sama saya, mantan suaminya.“ * * Sejak dicerai enam bulan silam, Vena kini sudah menikah lagi dengan pria kaya raya bernama Mario Winata. Hidupnya menjadi rumit usai bertemu lagi dengan sang mantan suami, Daniel, di sebuah hotel. Vena teringat lagi akan sakitnya diselingkuhi, diabaikan, dan tak dipedulikan hanya karena tak memberikan anak laki-laki. Meskipun demikian, dia berusaha meraih kepercayaan diri kembali. Dia sudah punya hidup baru, tak mau dihina dan disudutkan terus oleh keluarga mantan suaminya. Akan tetapi, bisakah dia lepas dari jeratan keluarga toxic mantan suami yang terus mengganggu? ***
View MoreDua hari kemudian, acara pertemuan keluarga pun datang.Vena mengenakan dress yang cukup sopan dan kasual. Di lehernya juga melingkar kalung pemberian Mario.Mario sibuk membaca pesan di ponsel. Kening mengerut heran. Setelah beberapa menit berlalu, dia mengantongi HP di saku celana, lalu berkata ke sang istri, "acaranya nggak jadi di rumah Tante, tapi di gedung meeting milik Om.""Gedung meeting? jauh?""Nggak juga." Mario melihat jam tangannya, tersadar sudah hampir malam. "Mending kita berangkat sekarang sebelum makan malam barengnya dimulai, daripada terlalu telat nanti mengomel lagi Tante."Vena mengangguk.Keduanya naik ke dalam mobil yang dikemudikan oleh sopir pribadi alias Pak Hardi. Mereka diantarkan menuju ke gedung yang dimaksud. Sepanjang perjalanan, Vena sedikit tegang, dan bertahan hingga sudah tiba di lokasi tujuan.Vena melihat bangunan besar layaknya hotel, hanya saja tidak terlalu tinggi. Tidak terpasang nama apapun tentang bangunan ini, pagar pun tinggi seolah-ola
Tamu tak diundang itu berhenti di hadapan mereka. Suasana hati Mario langsung memburuk. Dia tidak mengira akan mendengar suara sang bibi secara tiba-tiba lagi. Dengan sopan, dia menegur, "Tante ini bisa nggak kalau ke sini itu minimal mengabari dulu, jangan main masuk rumah begini." "Kok kamu ngomongnya begini sekarang?" Tante Ruth kaget. Dia merasa sang keponakan makin berani terhadapnya. "Biasanya kamu nggak pernah ngomel kalau Tante ke rumah kamu. Ini juga rumah Tante 'kan? Ngapain kamu sekarang sok melarang-melarang Tante ke sini tiba-tiba?" "Siapa yang ngomel? siapa yang melarang? Mario bilang kabari dulu. Mario sekarang sudah menikah, Tante." "Iya, iya, lain kali Tante bakalan ijin sama Nyonya besar saja. Boleh 'kan, Nyonya Vena?" Tante Ruth mengalihkan pandangan ke Vena. Nada bicaranya sangat jelas sedang sarkas. Tetapi, Vena tersenyum dan mengangguk. Dia berkata, "Tante 'kan sudah seperti mertua Vena, jadi kapan saja bisa datang, kok." Tante Ruth seperti risih dipanggil
Malam harinya.Vena sudah selesai menyajikan berbagai contoh ayam panggang madu resep pribadi di atas meja. Dia sudah berdiri di sebelah meja, tersenyum pada sang suami yang baru masuk ke ruang makan.Pria itu mencium aroma enak sampai perut bergemuruh lapar. Dia bertanya, "dari tadi sudah nggak tahan pengen ke sini, kamu masak apa ini, Sayang?""Kejutan!" Vena sumringah sembari memperlihatkan masakan di atas meja. "Aku buat ayam panggang madu, tapi dibantu Bu Mina, sih.""Ini kejutannya?""Iya, ini aku buat dari resep pribadiku. Coba deh kamu rasakan, cocok nggak kalau ditaruh di restoran nanti."Mario antusias, lalu duduk. Dia terkejut tatkala Vena menaruh serbet di atas pangkuannya, kemudian mulai megambil potongan ayam panggang, dan ditaruh di atas piring.Dia heran. "Oh apa ini? Kamu kok tiba-tiba melayani aku begini?""Kenapa kaget? Kan istri memang berkewajiban memanjakan suami." Vena tersenyum lebar. Suasana hatinya sedang baik. Alhasil, aura di wajahnya seolah bersinar."Bisa
Tidak ada kegiatan. Tidak ada rapat. Tidak ada pekerjaan lagi. Mario pulang lebih awal begitu sudah terbebas dari rutinitas di kantor. Dia melepas jas, sepatu, kemudian ambruk di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Vena datang ke kamar. Dia tersenyum melihat sang suami. "Begitu sampai kamar, langsung jatuh ke kasur, ya?" "Capek," sahut Mario dengan nada manja. Dia berpaling ke arah Vena, lalu berkata lagi, "aku mau bobok siang sebentar. Sudah lama nggak bobok siang. Hidup susah banget ... malam melayani istri, pagi kerja keras." Vena tertawa. Dia menggodanya dengan berkata, "ya kalau nggak mau, jangan melayani istri kalau malam." "Nggak bisa." Mario menoleh untuk melihat istrinya. Dia ikut tertawa sedikit. "Masalahnya kegiatan malam sama istri itu walaupun bikin lelah tapi nikmat." "Dasar kamu ini." Mario kembali membenamkan wajah di bantal. Vena menawarkan, "mau dipijat dulu, nggak?" "Serius?" "Iya, dong." "Mau banget." "Kalau begitu buka baju." Mario segera bangun se
Esok harinya, Vena bangun lebih awal ketimbang Mario. Dia melakukan aktifitas lain, sebelum akhirnya masuk ke dapur.Di sana, dia melihat beberapa asisten rumah tangga yang tengah bersih-bersih, membersihkan sayuran, dan bersiap untuk membuat sarapan.Begitu melihat Vena, salah satu dari mereka alias Bu Mina, menyambut, "Nyonya, sudah bangun? Mau dibuatkan apa?""Tolong buat teh mawar biasanya, Bu." Vena menjawab sembari menarik kursi meja makan, kemudian diduduki. Dia menambahkan, "...tanpa gula.""Baik, Nyonya."Usai berkata demikian, wanita tersebut mengambil panci, dimasukkan air dari kran wastafel. Baru, setelahnya direbus di atas kompor tanam."Oh iya ..." Vena ingin memastikan, "Bu Mina, hari ini menunya yang bilang kemarin 'kan?""Iya, Nyonya. Kari ayam.""Untuk makan malam, saya saja yang masak, Bu."Bu Mina kaget. Dia tahu kalau Vena selalu dapat masalah jika ikut urusan dapur. Karena hal tersebutlah, dia menggelengkan kepala. "Nggak usah, Nyonya, biar saja saya sama yang la
Mario dan Vena pulang ke rumah tak lama setelah menyelesaikan makan malam romantis mereka.Mario menghempaskan diri di atas ranjang. Dia menghela napas panjang, pertanda betapa lelah dia.Sementara itu, Vena duduk di pinggiran ranjang sembari melepaskan sepatu yang dikenakan pria itu. Dia menegur, "Mas, jangan kebiasaan langsung hempas ke ranjang padahal masih pakai sepatu!""Maaf, Sayang, aku kangen banget sama ranjang kita," sahut Mario yang sudah seperti anak kecil. Dia membelai-belai sprei dengan gembira seolah sudah lama tak disentuh."Aduh, jadi iri sama ranjang."Mario tergelak. "Bisa saja kamu."Vena masih sibuk melepaskan sepatu Mario. "Tapi, kamu ini kadang kayak anak-anak. Nggak sadar umur sudah di atas tiga puluh tahun?""Bodoh amat, jadi dewasa itu capek, tuntutan ini-itu, nggak kelar-kelar. Coba kita ketemu sejak dari sekolah, Sayang— pasti kita punya lebih banyak waktu buat pacaran." Mario memandang langit-langit, membayangkan apa jadinya jika mereka bertemu saat remaja
Tante Ruth resah melihat Sarah duduk santai di ruang tengah rumahnya. Sekalipun ingin dia usir, tapi wanita itu hadir atas undangan sang anak.Dia melirik ke dalam, memastikan anaknya tidak ada, baru setelahnya bicara, "saya heran sama kamu, masih berani datang ke sini."Sarah memasang wajah santun. Dia berdiri dari sofa, lalu menjelaskan, "Sarah diundang kok ke sini sama anak bungsu Tante.""Awas saja kalau kamu memanfaatkan Monica agar kamu bisa dekat-dekat dengan kami lagi.""Tante, masa masih marah sih sama Sarah? Sarah sudah mengembalikan uang Tante 'kan.""Kan sudah saya bilang sebelumnya, saya masih nggak bisa terima sama kelakuan kamu dulu itu. Kamu mempermalukan saya. Padahal saya serius mau menjodohkan kamu sama keponakan saya, tapi kamu malah minggat sebelum kenalan sama dia."Sarah mendekati wanita itu, lalu memegangi tangannya. Dia bertingkah layaknya anak yang ingin minta maaf ke sang ibu. "Tante, Sarah paham kenapa Tante sebel banget sama Sarah. Sarah menyesal sudah per
"Oh iya ..."Vena membuka obrolan setelah menghabiskan makanan pembuka.Mario mengusap mulutnya dengan serbet makan, baru setelah itu menjawab, "ada apa?""Aku minta maaf.""Minta maaf kenapa, Sayang?""Soalnya masalah kamu akhir-akhir ini sumbernya dari masa laluku.""Mau sampai kapan kamu membahas itu? Padahal kita lagi berduaan, loh, masa yang dibahas begituan melulu?""Omongan Tante Ruth memang kasar, tapi dia benar, Mas. Mungkin harusnya aku menyelesaikan urusanku sama Dani dulu baru menerima pinangan kamu.""Maksudnya kamu menyesal menikah sama aku?""Enggak!" Sahut Vena cepat. Dia menggelengkan kepala. "Aku yang takut kamu menyesal menikah sama aku. Mungkin aku pembawa sial...""Sayang, kita nggak tahu kalau pria gila itu bakalan ganggu kita. Sejak kalian cerai, kalian nggak ada hubungan lagi 'kan? Semua ini terjadi karena ego-nya tersakiti waktu aku maki-maki di restoran hotel. Ini bukan salah kamu saja.""Kamu nggak takut aku bawa sial di kehidupan kamu sama keluarga kamu?""
Makan malam berdua. Itulah yang diinginkan Mario untuk sekarang. Dia ingin menebus perkataan jahat Tante Ruth kepada Vena.Dia cukup takjub dengan pilihan restoran oleh Daffa. Meski dia sangat kaya raya, terlahir dari keluarga old money, tapi dia sama sekali tidak pernah ke tempat semacam ini.Iya, dia lebih sering ke restoran biasa, itupun karena untuk bertemu calon rekan bisnis atau semacamnya.Vena tersenyum sejak menginjakkan kaki di atap restoran mewah ini, menikmati pemandangan kota di malam hari yang indah. Hamparan langit cerah berbintang, sementara bawah terbentang bangunan-bangunan tinggi.Terlihat lampu kendaraan yang memenuhi jalanan— bergerak cepat, sekilas seperti permainan cahaya yang menenangkan.Damai, sejuk, dan romantis. Itulah suasana yang menebar di antara mereka.Mario menarik satu kursi, mempersilakannya untuk duduk. "Ayo duduk dulu, Sayang."Lamunan Vena buyar. Dia tersenyum ke sang suami, kemudian duduk. Sikapnya sangat anggun, apalagi sedang menggunakan gaun
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.