Share

05. Kedatangan Suami Baru

Daniel dan Bianka masih mematung di tempat. Keduanya tidak percaya dengan perkataan orang asing yang mengatakan kalau Vena adalah istrinya.

Masih tidak percaya, Daniel bertanya, "siapa kamu? Datang-datang ikut campur urusan orang. Istri mana yang kamu maksud?"

Orang yang diajak bicara berhenti di sebelah Vena. Dia meraih telapak tangan wanita itu, kemudian menjawab, "nama saya Mario, saya suami dari Vena."

Nada bicaranya dipenuhi perasaan geram. Dia sudah tahu sebagian kelakuan busuk Daniel dan Bianka terhadap sang istri di masa lalu.

Ia melanjutkan, "jadi, ada urusan apa kalian sama istri saya? Berani-beraninya kalian bicara kasar sama dia di tempat umum begini? Apa salahnya?"

Tak hanya Daniel, Bianka pun tidak percaya kalau Vena bukan janda lagi, padahal baru berpisah beberapa bulan. Dia menyindir Vena, "baru juga jadi janda, sudah nikah lagi?"

"Apa urusannya sama kamu aku sudah nikah atau belum? Aku sama Dani juga sudah resmi cerai," sergah Vena cepat.

"Nggak apa-apa, tapi itu sudah jadi bukti."

"Bukti apa maksud kamu?"

"Kamu dulu selingkuh sama orang ini 'kan? Buktinya belum lama jadi janda, sekarang sudah nikah."

"Hei!" sentak Mario yang keburu tersulut emosi. Dia menuding wajah Bianka. Pandangan matanya begitu dingin saat berkata, "jaga bicara kamu, istri saya bukan wanita jahat seperti kamu! Kami nggak selingkuh seperti kalian! Saya kenal sama Vena setelah dia cerai!"

"Jangan nuding-nuding istri saya!" sentak Daniel sambil menghalau tangan Mario dari hadapan sang istri. Dia melirik Vena sambil menyindir, "justru kamu yang harusnya suruh istri kamu ini agar stop ganggu hidup saya! Sekali lagi dia mengikuti saya, saya bakalan lapor polisi!"

Vena tidak terima.

Tapi, belum sempat dia membantah, Mario lebih dahulu menantang Daniel, "jangan narsis jadi orang. Apa hebatnya kamu sampai istri saya mengikuti kamu? Kapan dia mengikuti kamu, hah?!"

"Buktinya dia ada di sini, dia pasti selalu ada di sekeliling saya. Dia stalker, masih nggak terima saya cerai."

"Alasan bodoh macam apa itu? Hanya karena istri saya kebetulan ketemu kamu sekarang di sini, terus kamu tuduh stalker?"

"Kalau kamu memang suaminya sekarang, harusnya kamu tahu kalau Vena ini masih tergila-gila sama saya, mantan suaminya dan—“

"Nggak!" bantah Vena cepat. Dia ingin meledakkan emosi dalam dirinya. Dia menegaskan, "berapa kali aku harus bilang, aku nggak pernah mengikuti kamu! Ini pertama kalinya kita ketemu setelah cerai! Lagian, siapa juga yang masih tergila-gila sama kamu?"

"Nyatanya begitu. Kamu berharap rujuk. Kamu terlalu obsesi sama aku, Vena. Dulu saja kamu sampai nggak mau aku cerai."

"Karena dulu kita punya anak, bukan berarti aku tergila-gila sama kamu! Setelah anak kita meninggal dunia, kamu tega mengusirku demi wanita ini!” Vena menuding muka Bianka, lalu melanjutkan, “—aku sudah nggak sudi melihat kamu lagi."

"Kamu pikir aku percaya?"

"Melihat kamu saja aku sudah muak!"

"Halah ..." Tak mau kalah, Daniel terus memberikan penghinaan, "kasihan banget ini suami kamu nikah sama janda nggak waras obsesif kayak kamu. Kamu nikah sama dia cuma buat membuang status janda saja 'kan? Dengan begitu, kamu bebas dekati aku tanpa dipandang buruk oleh orang lain."

Mario sudah tidak tahan. Baru kali ini, dia ingin menghajar orang. Dia menyambar kerah kemeja pria itu dengan tangan kiri, berniat menghantam mukanya dengan kepalan tangan kanan.

Akan tetapi, Vena menarik lengannya. Dia panik melihat sang suami mendadak seperti ini, lalu memohon, "tolong jangan, kamu jangan kayak gini."

"Apa? Mau hajar saya?" Daniel terdengar culas. Bibirnya mengembangkan senyuman tipis. Dia menyindir tingkah Mario, "maaf ya, saya bukan orang jalanan yang apa-apa selalu diselesaikan dengan kekerasan. Saya ini bos besar. Kalau kamu mukul saya, saya selesaikan di kantor polisi."

Vena masih berusaha menarik lengan sang suami. Dia meminta, "Mas Mario, lepas, nggak usah terpancing omongannya. Dia memang seperti ini dari dulu."

Mario mau melepas kerah baju pria itu. Dia memperingatkan, "jangan menghina pernikahan kami!"

Belum sempat Mario menjawab, ada dua ibu-ibu datang menghampiri mereka, salah satunya berseru, "hei! Ada apa ini? Kamu siapa bentak-bentak anak saya!"

Wanita paruh baya berambut pendek lantas mendorong Mario agar menjauh dari Daniel. Dia melihat Vena ada di sisi Mario, lalu mengomel, "Vena? Ngapain kamu ada di sini? Terus siapa pria ini? Kenapa kalian bentak-bentak Dani!"

"Ma—“ Vena tidak mengira mantan mertua ada di hotel ini. "Mama Rita ada di sini juga?"

"Saya bukan Mama kamu lagi, jangan seenaknya panggil Mama!"

Wanita setengah baya lain yang memiliki tubuh agak gemuk memandangi Vena. Dia bertanya, "oh, jadi ini yang namanya Vena? Mantan istrinya anak Ibu itu?”

"Iya, Bu Layla. Saya agak malu harus mengakui ini. Tolong jangan ingatkan saya kalau pernah punya menantu kayak begini. Masa-masa kelam punya menantu miskin mata duitan sudah berlalu."

Ingin menambah keributan, Bianka ikut bicara, "Ma, ini yang suka menghina Bianka murahan soalnya dekat sama Mas Dani. Padahal dia nggak sadar diri sudah dicerai."

Ibunya melirik Vena sambil meremehkan, "oh kamu? Sudah nggak bisa ngasih keturunan, dicerai nggak terima, masih berani banget menghina putri saya?"

“Janda memang kayak gini, Bu Layla, apalagi janda miskin, berharap bisa rujuk sama anak saya, mana bisa dia hidup tanpa bantuan finansial anak saya? Biasanya dulu boros banget, sekarang harus hidup di jalan," sahut Ibu Rita dengan sinis.

"Cukup!" sentak Mario cepat. Malah dia yang lebih emosi daripada Vena. Dia tidak mengira ada orang-orang yang sejahat ini. "Jangan menghina Vena! Vena ini sudah nikah sama saya, dia istri saya! Dia nggak bakalan kekurangan apapun sama saya! Jadi stop ngomong miskin, miskin, miskin terus, nggak ada yang miskin di sini!"

"Istri?" ulang Ibu Rita kaget, meremehkan Mario dengan berkata, "baru enam bulan dicerai sudah nikah lagi?"

"Ibu nggak lihat anak Ibu sendiri yang langsung nikah sama selingkuhannya setelah cerai? Kenapa malah Vena yang disudutkan karena nikah sama saya?" Mario berusaha tidak mengamuk saat bicara dengan ibu-ibu. Dia benar-benar layaknya benteng kokoh Vena.

Wajah Ibu Rita kelihatan makin jengkel, tidak terima anaknya disindir. "Mas tahu nggak dia ini siapa? Wataknya kayak apa? Masa tiba-tiba mau nikah sama dia? Dia awalnya jual diri atau gimana?"

"Jangan makin sembarangan kalau ngomong! Bisa-bisanya ibu ngomong seperti itu? Ibu ini sama-sama wanita. Tega banget ibu ngomong begitu?"

"Ya soalnya saya tahu dia ini gimana! Jangan ketipu sama tampang sok polosnya ini! Dia itu wanita jahat! Dia gila harta—”

"Ma!“ Vena menyela, “Vena nggak—”

"Saya bukan Mama kamu!" potong Ibu Rita cepat, "kamu ini tuli apa gimana, hah? Berapa kali saya bilang, jangan panggil Mama! Ngerti, nggak?"

Vena sebenarnya marah, tapi di tidak mau membuat keributan. Itu hanya akan membuat reputasi tempat ini menjadi buruk. Jadi, dia memohon, "Tante, tolong jangan keras-keras ngomongnya. Ini di tempat umum, malu sama tamu restoran yang lain."

"Buat apa malu?!" Bukannya merendahkan suara, Ibu Rita makin ngotot bicara. "Lagian, apa peduli kamu sama orang-orang? Kamu itu loh siapa di sini? Saya ngomong blak-blakan biar suami baru kamu yang sok bucin ini tahu siapa kamu yang sebenarnya! Kamu cuma wanita nggak tahu diri! Sudah miskin, mata duitan, nggak becus pas masih jadi istri Dani, sekarang sudah cerai pun masih berani dekati anak saya?"

Mario semakin tidak tahan. Kalau saja orang di depannya bukanlah wanita, pasti sudah dihajar. Dia mengepalkan kedua tangan, berusaha meredam amarah sekuat mungkin.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status