Naufal pergi ke kampus di mana Kania menimba ilmu, tak biasanya. Dia memanfaatkan waktu libur kuliah untuk mencari tahu tentang putri kandungnya. Dia bukan mencari tahu soal Kania tetapi Nuha.Bagi Naufal, apa yang dikatakan Aruni tentangnya benar. Dirinya patut disalahkan. Apalagi dia tidak mempertanggungjawabkan kesalahan yang diperbuatnya pada Aruni muda.Sebetulnya telah terjadi kesalahpahaman. Dua puluh tahun silam perjodohan Naufal dan Sahila terjadi karena perjodohan yang dilakukan oleh kakek nenek mereka sebab mereka masih memiliki hubungan sepupu. Dan, sudah menjadi adat istiadat mereka kerap menikahkan putra putri mereka dengan marga yang sama.Waktu itu ayahnya Naufal, Ibrahim tengah sakit sehingga waktu perjodohan dipercepat. Naufal mencari Aruni karena dia telah menjalin hubungan dengan Aruni dan sangat mencintainya. Naufal sudah berencana ingin memperkenalkan Aruni pada keluarga besarnya. Apalagi dia telah merenggut kesucian Aruni. Hal tersebut membuatnya semakin merasa
Daniel merasa kesal menunggu reaksi Nuha akibat obat yang diberikannya padanya. Mendadak dia meragukan efek obat yang dibelinya di tempat prostitusi yang biasa dia kunjungi. Kelamaan menunggu, dia menghabiskan beberapa bungkus rokok.Tiba-tiba Daniel teringat dengan rencananya satu lagi untuk menghancurkan Nuha dan perasaannya pada kakak seayahnya, Darren Dash. Dia buru-buru mengusak puntung rokok terakhirnya. Daniel memasuki kamar kembali dan melihat Nuha yang terlihat gelisah dan meringis. Dia pun melepas ikatan tangan dan kakinya karena melihat Nuha yang terlihat lemah dengan mata yang sayu. Namun Nuha tak melakukan perlawanan apapun. Dia hanya mengusap perutnya beberapa kali, merasakan mulas tiba-tiba. Seperti ada sesuatu yang bergolak dalam perutnya.Daniel mengeluarkan ponselnya lalu menyalakan televisi layar datar raksasa yang menempel di dinding tepat di depan ranjang di mana Nuha berada. Lalu dia menghubungkan ponselnya dengan layar segi empat tersebut. Tak berselang lama, s
Setelah beberapa menit kemudian Ahmet mulai mengingat wajah Mariyam Nuha. Dia adalah turis yang berasal dari Indonesia. Ahmet dan istrinya bertemu Nuha tatkala mereka terjebak di ruas jalan Istanbul di mana demo terjadi. Ahmet menawari tumpangan pada Nuha. Kebetulan mereka menginap di hotel yang sama. Di lobi hotel mereka juga sempat mengobrol soal pertanian.“Ya Allah, dia itu gadis bernama Mariyam Nuha. Mengapa dia menunjukan kode meminta pertolongan?”Ahmet bergumam dan berkecamuk dengan pikiran sendiri.Setelah ingatannya utuh, barulah Ahmet menghampiri Nuha yang dipapah oleh Daniel Dash yang memakai masker sehingga wajahnya tak terlihat.“Kenapa dengan Anda, Nona?” tanya Ahmet pada Nuha, berpura-pura tak mengenalnya.“Perutnya sakit,” jawab Daniel Dash dengan sorot mata yang tajam. Dia tak suka dengan sapaan yang dilontarkan oleh Ahmet. Ahmet pun mulai menaruh rasa curiga melihat delikan tajam yang dilayangkan Daniel.Ahmet segera memberitahu sang istri jika dirinya barusaja meli
Setelah tiba di bandara Soekarno-Hatta, Darren Dash mengajak Mariyam Nuha tinggal sementara waktu di apartemen miliknya. Nuha masih terlihat syok dan lemas. Nuha duduk termenung di balkon dengan tatapan menerawang. Sementara itu Darren sibuk menaruh beberapa barang dan koper di kamar. Setelahnya dia pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Lalu dia memakai kaos dan celana selutut. Tak lupa dia memakai wangi-wangian. Dia pria yang menjaga penampilan.Darren membawakan obat yang harus diminum Nuha.“Nuh, minum obat dulu,”Darren menaruh satu botol air mineral dan beberapa strip obat yang harus Nuha minum.Nuha melirik sekilat pada lembaran obat yang ditaruh Darren lalu membuang wajahnya menatap cahaya kerlap-kerlip yang menampilkan keelokan gedung-gedung pencakar langit.Darren memutuskan duduk di samping Nuha, menemaninya. Dia mengeluarkan macbook untuk mengecek laporan perusahaan yang dikirim Jodi via surel.Saat Darren asik mengotak-atik keyboard, Nuha beringsut dari duduknya lal
Suhu udara terasa lebih dingin dari biasanya pagi itu. Beberapa orang malas keluar rumah dan beraktifitas dalam kondisi seperti itu. Kabut turun menyelimuti daerah tersebut, hingga membuat kaca-kaca jendela berembun.Namun pemuda bertubuh bersih dan berotot yang tinggal di sebuah rumah mewah yang berada dekat hutan pinus tersebut bangun sangat pagi. Dia melakukan beberapa gerakan workout untuk menghalau rasa dingin dan ingin berkeringat.Kebiasaan pagi hari sebelum beraktifitas, pemuda berhidung bangir pergi ke halaman belakang setelah melakukan workout ringan. Dia memakai perlengkapan memanah. Seorang pelayan menyiapkan perlengkapan olahraga memanah dan menaruhnya di atas meja tak jauh dari sisinya. Pun, dia menyiapkan teh tawar dan beberapa potong buah serta segelas susu untuk majikannya.“Pak Attar, mau pakai busur yang mana?” tanya pelayan pria dengan sopan. “Horsebow,” jawab Attar dengan singkat. Lalu dia gegas memakai perlengkapan memanahnya dan menyiapkan diri.Attar mengambi
“Papa kemarin dari mana pulang malam?” tanya Kania pada Naufal yang baru turun untuk melaksanakan ritual keluarga, sarapan bersama di ruang makan. Di ruang makan, hanya ada Kania dan Naufal. Sahila tidak berada di sana. Hal tersebut membuat Naufal didera rasa penasaran. Kemanakah sang istri pagi buta. “Mama kemana?” Bukan menjawab pertanyaan Kania, Naufal malah balik bertanya pada putrinya sembari tangannya sibuk meraih sendok dan garpu. “Mama, pergi pagi sekali. Aku tak tahu kemana Mama pergi,” jawab Kania dengan mengedikkan bahunya. “Papa kemarin nyari bahan-bahan buat menu resto biasa. Agak susah soalnya. Ada barang tetapi harga mahal,” jawab Naufal lalu menyendok nasi goreng dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Kania mengamati gerak-gerik sang ayah. Dia mendapat kabar dari teman kampusnya bahwa Naufal datang ke kampus dan mencari tahu tentang sahabatnya, Mariyam Nuha. Untuk apa Papa mencari tahu tentang Nuha? Kania menaruh curiga pada sikap ayahnya. Apa jangan-jangan sang
Malam itu terasa mencekam, hanya terdengar suara burung hantu yang berdekut di luar rumah. Keringat dingin mengucur deras melalui pelipis pemuda berambut pirang yang kini tengah jalan mondar-mandir di dalam sebuah kamar yang berada di dalam paviliun rumah temannya.Terdengar suara ketukan sepatu yang beradu pada lantai paving block di halaman paviliun. Suara tersebut mengusik gendang telinganya dan berhasil membuat lehernya bergerak untuk menoleh ke arah pintu.“Romi? Kau ‘kah di sana?” seru pemuda tersebut dengan suara yang berat dan setengah berbisik.Pemuda yang datang dan dipanggil Romi langsung membukakan pintu kayu tersebut dan menatap sahabatnya dengan gelengan kasar.“Gila lo!” umpat Romi seraya menatap Daniel Dash dengan tatapan sengit.“Jangan banyak bacot! Cepat bantu aku pulang!” seru Daniel Dash dengan masih menahan sakit pada lengannya yang diperban. Setelah aksi pengejaran di klinik karena telah berusaha menculik Mariyam Nuha, dia dikejar oleh polisi yang berjaga malam
Nuha menatap Dave lalu menatap Darren bergantian dengan tatapan telisik.Darren yang baru datang langsung duduk di samping Nuha, merangkul pundaknya dengan satu tangan lalu tersenyum manis pada istrinya yang terlihat cemas. “Sudah ngobrolnya?” tukas Darren pada Nuha yang dijawab dengan anggukan.Darren menghadap Dave kemudian.“Dave dan Teh Selina makasih ya untuk hari ini. Sudah mau direpotkan dan meluangkan waktunya,” ucap Darren dengan mengedipkan matanya sebelah pada Dave.Dave langsung paham akan kode yang diberikan Darren padanya.“Ah, ya, Nuha sebaiknya minum vitamin juga dan obat tidur agar bisa istirahat malam hari. Jadi Nuha takkan gelisah lagi,” papar Dave dengan menulis resep singkat dan langsung memberikannya pada Darren.“Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi ya Teh Nuha,” Selina memeluk Nuha dengan hangat, berupaya menguatkan Nuha.Dave dan sang istri pun berpamitan pulang. Baik Darren dan Nuha mengantar mereka hingga ke pintu depan apartemen.“Mas, ternyata Teh Selina