Suasana lapangan sebuah rutan yang terletak di Bogor terasa mengerikan setelah melihat salah satu tahanan yang tergeletak di atas lapangan berumput sintetis tersebut dalam keadaan bersimbah darah. Darah begitu mengalir deras menggenangi lapangan termasuk membasahi pakaiannya.Seorang pemuda berwajah kalem dan berambut pendek teriak panik tatkala melihat sosok yang bersimbah darah itu ialah sahabatnya. Tubuhnya seketika rubuh di dekat sosok itu dengan air mata yang saling berlomba menetes melewati ekor matanya.Beberapa detik kemudian kewarasannya muncul lalu dia kembali berteriak.“Tolong! Dia terluka …” pekiknya dengan suara yang lantang, bergetar dan penuh ketakutan.Sejatinya tak ada satupun yang bersedia menolongnya. Orang-orang yang tadi menjadi penonton acara pertandingan bola basket kini hanya bisa bungkam dan diam tergugu tanpa kata. Barangkali mereka takut atau tak berani menolongnya.Dengan perasaan yang berkecamuk, Huda berinisiatif menggendong tubuh sahabatnya tersebut mes
Melihat raut wajah Darren yang terlihat syok, Nuha menyentuh lengannya dan mengguncangnya pelan.“Mas, sebenarnya ada apa?” tanya Nuha tak kalah panik.“Daniel kritis. Sekarang berada di rumah sakit,” jawab Darren berusaha tenang. “Aku akan ke rumah sakit sekarang. Kau tunggu di rumah,”“Gak Mas. Aku kepengen ikut,” ucap Nuha ikut bangkit mengikuti suami berjalan menuju ambang pintu.Darren terdiam sejenak tetapi dia juga tak ingin meninggalkan Nuha di rumah meski hanya ada Bik Sumi dan pelayan yang lainnya.“Baiklah, ayo!”Darren menautkan jarinya pada jari Nuha, menuntunnya menuju mobil yang berada di area carport.Mereka tiba di rumah sakit setengah jam kemudian.“Kau tunggu di sini ya Sayang,” ujar Darren melepas seatbelt dari tubuh Nuha. Dia menatapnya dalam lalu mengecup keningnya. “Aku hanya sebentar. Jika Daniel sudah masuk ruang perawatan kita bisa ke sana,”“Iya, Mas, aku akan menunggu di sini. Tapi … aku sebenarnya juga ingin membesuk Daddy. Sayang, rumah sakitnya berbeda,”
Flashback on Saat terkapar sakit Daniel bermimpi tentang masa kecilnya. “Daddy! Daddy,” ucap seorang bocah lelaki berambut pirang menghampirinya. Dia menyeru sang ayah dengan wajah yang sumringah. Lelaki yang dipanggil Daddy tersebut tersenyum hangat menatap bocah kecil yang berdiri di hadapannya. Anak lelaki tersebut terlihat lucu dan menggemaskan dengan masih memakai seragam sekolahnya berwarna setelan kemeja putih dengan dasi berbentuk pita dan celana pendek berwarna terakota. Anak lelaki tersebut memeluknya lalu menyodorkan secarik kertas yang menunjukan sebuah laporan nilai ujian yang dilewatinya selama di sekolah. Di belakangnya terlihat wanita cantik kemayu dengan rambut yang dibiarkan terurai di pundak sebelah kanannya, mengikuti langkah kaki kecil anak lelaki tersebut. Anak lelaki berkulit putih dan berambut pirang tetapi memiliki mata yang agak sipit itu duduk di pangkuan sang ayah, menunggu dengan berdebar-debar reaksinya terhadap nilai yang diperolehnya. Sang ayah me
Nuha tak berani masuk ke dalam ruang perawatan di mana Daniel berada. Dia tak berniat melihat wajahnya sekalipun meski dia menolongnya, dengan mendonorkan darah untuknya.Darren menghargai keputusan Nuha. Nuha hanya menunggu di luar ruangan. Darren adalah orang yang paling memahami Nuha saat ini.Saat di tempat parkir sempat terjadi kesalahpahaman di mana Kinan tiba-tiba bersikap tidak ramah pada Nuha. Hanya karena Nuha tidur di mobil menjadi masalah buat Kinan.Darren menjelaskan pada Kinan jika Nuha sedang sakit sehingga dia beristirahat di dalam mobil. Kinan pun mencoba memahami, meski pada dasarnya Kinan sebenarnya hanya mencari kesalahan Nuha. Dia berpikir jika Nuha ialah penyebab hancurnya kehidupan Daniel Dash.Setelah memastikan kondisi Daniel masuk ruang recovery pasca operasi, Darren menyelesaikan semua registrasi rumah sakit. Lalu dia memutuskan untuk pulang karena Kinan yang kini menunggunya. Adapun Jonathan belum tahu kondisi Daniel saat ini. Dia dirawat dan diawasi oleh
Nuha tersenyum mendengar pertanyaan Darren. Baginya pertanyaan Darren seperti sebuah gurauan belaka. Padahal yang bertanya terlihat sangat serius.“Mas, aneh-aneh aja. Ngapain nanyain gitu? Ya enggak lah,”Nuha mengedikkan bahunya. Dia jujur dengan apa yang dia katakan. Nuha sama sekali tidak menyukai Daniel. Darren terdiam sejenak, menyadari kebodohannya mengapa menanyakan hal semacam itu. Darren rupanya cemburu. Cemburu pada yang semu. Dia baru pertama kali merasakan cemburu pada seseorang. Dan, itu karena Nuha.“Annisa, I want you now,” ucap Darren terdengar serius.Nuha mengerjapkan matanya saat Darren memanggilnya Annisa dan di ujung kalimatnya dia menambahkan keinginannya.Nuha benar-benar membatu dan tak bisa lagi menutupi dirinya.“Um, Mas, aku hanya ingin menolong saja tanpa harus …”“Diingat begitu?”“Mas …”“Aku tahu, tapi kenapa kau tak mengatakannya? Aku senang aja Nuha menolong Daniel tapi … aku tak suka Nuha main rahasia-rahasiaan. Ingat, kita suami istri jadi harus sa
“Halo, Baby! Kita sarapan,” ucap Kinan menghampiri Daniel. Kemudian mendorong kursi roda Daniel menuju ruang makan. Namun Daniel menghentikan kursi roda elektriknya.“Aku belum mau sarapan, Mom,” ucapnya dengan bernada dingin. Daniel melajukan kursi roda elektriknya menuju kamarnya lalu menguncinya.“Kenapa dengan anak itu? Tadi katanya mau ketemu Nuha,” gumam Kinan dengan heran.“Ada apa Honey?”Jonathan menghampiri Kinan dengan memeluknya dari belakang.“Sayang, Daniel tidak mau sarapan,” Kinan melepas pelukan suaminya lalu menghadapnya dan memeluknya dari depan, menenggelamkan kepalanya di dada suaminya.“Ya udah tinggal antar saja ke kamarnya. Ngapain repot-repot,”Jonathan semakin memperdalam pelukannya pada sang istri.“Iya sih,” sahut Kinan. Hanya saja seorang ibu begitu peka melihat ekspresi wajah sang anak. Apakah Nuha mengatakan sesuatu yang menyakitinya, sebagai aksi balas dendam. Sungguh tak masuk akal sebab Nuha malah menolongnya. Mungkin Daniel merasa sungkan saja jika
Akhir-akhir ini Kinan merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh asisten rumah tangannya, yang tak lain Bik Sumi. Dia sangat mengenalnya karena Bik Sumi sudah bekerja bertahun-tahun dengannya. Belakangan entah dia yang merasa sensitif, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam batinnya. Bik Sumi terlihat seperti menyembunyikan sesuatu.Apa Kinan kurang mengapresiasi kinerjanya sebab dia disibukkan mengurus suami dan Daniel yang sering membuatnya kewalahan.Kinan adalah sosok majikan idaman di mana dia memperlakukan dengan baik semua pekerjanya. Dia memberi gaji yang layak dan bonus jika mereka memiliki kinerja yang baik terutama bersikap jujur.Kinan menghampiri Bik Sumi yang tengah membersihkan area pantry dapur. Terlihat dengan cekatan wanita yang usianya tak lagi muda tersebut mengelap meja pantry dengan cairan antiseptik. Seorang pelayan lain membantunya dalam mengeluarkan benda-benda yang berada di dalam kabin pantry.“Bik Sumi, kemarilah!” seru Kinan memanggil Bik Sumi untuk
Makan malam berlangsung dengan khidmat hingga tak terasa sudah saatnya Nuha pulang. Nuha berpamitan pada Kania dan ke dua orang tuanya. Nuha menyalami Sahila dan mengatupkan ke dua tangannya pada Naufal. Tak lupa dirinya memeluk erat Kania dengan penuh kasih sayang.“Kenapa Nuha tidak menginap sekalian? Ini ‘kan sudah malam,” seru Naufal menatap punggung Nuha dengan intens. Dia berjalan mengikuti Kania dan Nuha yang berada di depannya, mengantar Nuha hingga ke depan gerbang raksasa hunian yang mewah miliknya.Nuha menoleh dengan tersenyum tipis.“Mungkin jika aku masih lajang aku akan menginap Om … eh Papa. Aku sekarang ‘kan sudah bersuami,” katanya terkekeh. Cara dia tertawa mengingatkannya pada sosok Aruni. Manis.“Ya gak apa-apa nginap juga asal ada ijin dari suami,” sahut Naufal kemudian.“Iya Nuha, seharusnya aku yang menelepon suamimu agar memberi ijin menginap di sini,” timpal Kania dengan mendelik pada Nuha.“Ya udah lain kali aja ya,” jawab Nuha sembari membuka pintu gerbang