“Dokter! Hey, Dokter!”Daniel memanggil Salwa dengan sebutan dokter. Sengaja, ia hanya ingin gadis itu menoleh dan menunggunya. Salwa berjalan begitu cepat mendahuluinya.Saat ini mereka sedang berada di lorong rumah sakit pergi untuk membesuk Naufal dan Sahila. Daniel mengantar Salwa dengan senang hati ke sana. “Um,” gumam Salwa menghentikan langkah kakinya dengan memberengut kesal. Pasalnya, Daniel menjadi pusat atensi karena terkesan sedang mengejar dirinya.Bisakah berjalan bersisian bersama? Daniel menginginkan hal sederhana itu. Mereka berjalan bersisian dan menikmati momen berdua. Bukan tanpa alasan, mereka tidak pernah sengaja memiliki waktu bersama setelah bertunangan, berbeda saat masih mereka sebagai ipar, justru mereka sering memiliki waktu bersama. “Jalannya cepet amat sih, Dok! Mau ke mana emang? Mau ke hatiku?” imbuh Daniel menatap lekat kekasih hati dengan tatapan hangat sehangat terik mentari saat musim semi. Daniel menyematkan senyum yang manis pada gadis itu-yang
“Makasih,” imbuh seorang gadis berkerudung berwarna putih dan mengenakan seragam rumah sakit.“Hum, sama-sama,” sahut pemuda dengan setelan kurta itu mengangguk. Ia mengira jika calon istrinya berterima kasih padanya karena telah membesuknya. Ternyata, pria itu keliru. Gadis itu mengatakan ucapan terima kasih untuk hal lain.Mereka tengah berada di taman rumah sakit. Wanita muda itu merasa jenuh berada di dalam ruangan sehingga ia dibantu perawat untuk berjalan-jalan.Namun saat ia sendirian, seorang pemuda alim yang tak lain calon suaminya menghampirinya. Gadis itu sempat terkejut karena mengira jika pria itu sudah pulang namun ternyata pria itu mencarinya karena ingin menyerahkan sesuatu padanya. Sebuah buku motivasi.Mereka adalah sepasang kekasih, Kania dan Ustaz Baihaqi.Kania mengulum senyum saat mendengar jawaban Ustaz Baihaqi. Pria itu bahkan tak berani menatapnya. Sayang, Salwa mengatakan padanya bahwa ustaz itu sangat menyebalkan dan menjengkelkan. Ia tidak menyukainya sec
“Halo! Kak Raja!”Salwa mengulum senyum saat ia menyapa Raja yang berada di hadapannya.Saat Salwa mencari Daniel, ia justru menemukan Raja yang sedang berjalan di sebuah lorong yang sepi rumah sakit. Awalnya ia ingin sekali menghukum Raja atas apa yang ia lakukan padanya. Namun ia berupaya keras mengendalikan dirinya. Akal warasnya masih bekerja. Ia masih berada di rumah sakit. Tak mungkin berbuat keributan di sana. Bisa-bisa ia diseret oleh pihak keamanan atau dilaporkan pada pihak berwajib. Awalnya ...Salwa berpura-pura tidak mengingat kejadian di mana akan dijebak oleh Raja kemarin. Sehingga ia akan bersikap seperti biasa pada pemuda tampan bermuka dua yang tengah berdiri pongah di hadapannya.Tunggu, wajah Raja lebam bekas dipukul.‘Hum, mungkin Kak Romi yang memukulnya. Belum seberapa,’ batin Salwa.“Kak Raja, makasih kemarin sudah menolongku.”Salwa membuka suara, penasaran ingin melihat reaksinya. Padahal dalam hati ia mengumpat habis-habisan pemuda itu.Raja tertawa menden
Salwa tak berniat menceritakan apa yang terjadi di antara dirinya dan Raja pada Daniel Dash. Kecurigaan dan kecemburuan dirinya pada Daniel akibat cerita yang ia dengar dari Raja.Ia masih menimang-nimang karena takut jika Daniel akan menghukum Raja. Ia takut jika Daniel akan melewati batas dan berurusan dengan hukum. Bukan tanpa alasan ia melakukannya. Daniel akan seperti orang tidak waras saat marah.Namun ia mempunyai strategi untuk mengantisipasi masalah tersebut. Ia ingin Daniel tak lagi bekerja sama dengan Raja. Ia ingin Daniel mengelola kafe mandiri, tanpa campur tangan pria bermuka dua itu. Ia akan membicarakan hal itu pada waktu yang tepat.“Jadi, sebetulnya kenapa Sally marah bangetbpada Mas? Mas kan sudah minta maaf. Mas hanya bercanda,” tanya Daniel setelah melihat suasana hati Salwa melunak.Siapa yang tidak meleleh hatinya ketika mendengar suara merdu seorang pria tampan menyanyikan lagu cinta untuknya. Namun wanita tetap saja wanita yang selalu memiliki hobi mencari per
Mendengar kabar tentang Sahila yang telah bangun dari koma membuat semua anggota keluarga datang membesuknya ke rumah sakit, tak terkecuali Nuha, Darren, Salwa dan Daniel.Niat untuk makan malam di luar dibatalkan sebab mereka langsung pergi ke rumah sakit. Apalagi setelah mendengar kabar dari Aruni via sambungan telepon bahwa kondisi Sahila buruk.Setiba di rumah sakit, suasana penuh duka cita menyelimuti atmosfer di sana. Aruni dengan wajah yang sendu memeluk satu per satu putrinya.“Ummi, bagaimana kondisi Mama Sahila?” tanya Nuha dengan berderai air mata.Aruni mengusap air mata yang jatuh di pipi putrinya. “Bagaimana ya? Ummi bingung menjelaskannya. Mama Sahila sudah siuman tetapi kondisinya masih kritis karena ia mengalami banyak luka dan cedera serius. Ummi merasa dia … doakan saja Nuha! Bacakan alquran.”Aruni menasehati putrinya.Mendengar kata-kata ibunya yang penuh kepasrahan, semakin membuat Nuha tak mampu membendung air matanya.Sebagai suami yang siaga, Darren langsung m
Tubuh Aruni bergetar hebat tatkala mendengar permintaan Sahila yang tak masuk akal. Mendadak ia tak bisa berpikir. Bibirnya terkatup rapat. Ia dilanda bingung. Keringat sebesar biji kopi muncul di pelipisnya. Satu sisi wanita yang jarang bicara itu sudah berjanji akan memenuhi permintaan Sahila. Namun sisi lain ia tak mungkin memenuhi permintaan Sahila untuk yang satu itu-di mana ia harus menikah dengan Naufal, suaminya. Tak pernah terpikirkan lagi bayangan pernikahan di kepalanya karena sudah terlanjur nyaman menyendiri. Sempat, ia goyah ketika H Karim terus gencar mendekatinya. Ia pun sempat meminta petunjuk kepada Allah pada seperempat malam terakhir soal apakah ia akan menerima jodoh lain selain mantan suaminya yang telah tiada. Namun Allah selalu menunjukkannya melalui cara lain. Salwa ialah satu-satunya putrinya yang menolak keras ia untuk menikah lagi. Ia tak mau menerima ayah sambung. Oleh karena itu siapapun pria yang berusaha mendekatinya maka ia harus dihadapkan pada putr
Prosedur pemulangan jenazah dari rumah sakit sudah selesai termasuk surat pernyataan kematian. Selanjutnya, jenazah diboyong ke kediaman utama Naufal untuk disholatkan oleh keluarga besar. Para pelayat pun mulai berdatangan dimulai sanak famili, tetangga, teman hingga kolega. Mereka ikut mengantarkan kepergian Sahila dengan doa yang terus melangit. Tanpa mengambil tempo, jenazah langsung diboyong ke TPU mewah untuk dimakamkan. Siang itu proses pemakaman Sahila telah usai. Satu per satu pelayat pun undur diri.Aruni mendampingi Naufal pergi kembali ke rumah sakit. Sementara itu Kania didampingi suaminya pulang ke rumahnya.Usai pemakaman berlangsung. Naufal masih harus dirawat di rumah sakit untuk menjalani pengobatan dan terapi. Dengan sabar Aruni menemaninya dan melayaninya seperti sebelumnya ia melayani Kania yang tengah sakit tanpa banyak bicara.Ia bahkan meminta ijin pada Rasyid untuk menemani Naufal selama pengobatan. Rasyid sama sekali tidak keberatan. Ia tinggal bersama Alwi
“Ayo menikah Mister? Yuk kita nikah! Kita pergi jauh …” racau Salwa yang mengalami demam tinggi.“Ish, apa yang kau katakan Sally? Tentu Mas mau lah, sekarang juga mau kalau Ummi setuju. Tinggal telepon penghulu,”Daniel menyahut sembari mengusap punggung gadis itu yang terasa panas.Ia pun mengambil termometer untuk memeriksa suhu tubuhnya. Rupanya suhu tubuhnya mencapai 39° C.“Sayang, kita ke rumah sakit. Panas banget,” imbuh Daniel mengelus pipi gadis itu dengan lembut.Bagaimana lagi, gadis itu mendekatinya hingga ia merasa tak sanggup sekedar membelainya. Jika berada di dekatnya, ia tak bisa benar-benar menahan diri.Daniel pun berinisiatif, mengganti pakaian gadis itu dengan piyama miliknya. Masalahnya bajunya basah karena keringat dan kotor bekas tanah. Ia menyuruh ART wanita melakukannya, tentu saja, ia memakaikan jilbab lagi padanya.“Daniel, Dokter tidak jadi datang. Apa kita bawa ke rumah sakit? Tapi di luar hujan besar. Ada angin topan. Menyeramkan sekali!”Kinan yang mer