Share

Part 4 | Adam Abraham Knight

‘Dasar wanita ular. Penyihir jahat. Bagaimana bisa Nyonya Serena Grant melahirkan putri berhati jahat seperti ini? Beliau sangat cantik, berhati baik, taat dengan perintah agama, sering ke gereja bahkan suka membantu orang yang memerlukan tetapi anaknya keras kepala, gilakan harta dan gemar mempermainkan perasaan pria. Ya Tuhan, Engkau selamatkanlah kedua putra Tuan Besar Knight yang pernah membantu melunasi hutangku dari si ular betina ini.’ Sekretaris White membatin kesal. Tak lupa, dia mendoakan kebaikan buat pemimpin keluarga Knight yang pernah berbuat baik padanya.

Seorang pengawal pribadi berlari mendekati Emily dan Sekretaris White. “Nona Emily, Tuan Muda Knight akan tiba lima menit lagi.”

“Sebentar. Aku harus tampak cantik di depannya.” Emily memeriksa riasannya buat kali terakhir. “Ayo, kita pergi menjemput calon suamiku.”

***

Berkali-kali Emily memeriksa jam tangan yang melingkari pergelangan tangan. Wajahnya memancarkan kekhawatiran ditambah rasa pegal di kaki karena sudah tiga jam berlalu namun sosok tubuh Adam Knight masih tidak muncul di Bandara Internasional Dashville. 

‘Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia masih belum tiba? Jangan-jangan dia ditahan di bandara negara F gara-gara narkoba.’ Batin Emily bersuara penuh kebimbangan. ‘Sadar, Emily. Hal konyol seperti itu tidak akan pernah terjadi. Adam Knight bukan pengedar narkoba tetapi penguasa terkaya.’ Kembali dia membujuk hati yang resah.

Waktu terus bergulir. Kali ini, Emily tidak lagi mampu menahan sabar. Dia mendekati sang bodyguard sambil bercekak pinggang.

“Fred, kenapa Tuan Muda Knight belum tiba? Hampir empat jam…”

“Tuan Muda Knight sudah sampai, Nona,” potong Fred serta-merta seraya tangannya menunjukkan arah kanan.

Emily Grant lantas menoleh ke samping. Wajah cantik yang tadinya tampak berang berubah riang. Kakinya ringan berlari menghampiri sang calon suami.

“Oh, Adam! Akhirnya kamu pulang.” Seperti di dalam drama romance, tubuh kecil Emily tenggelam dalam pelukan Adam. Dia bahkan bisa mendengar detak jantung pria itu.

“Ya, aku pulang bersama wanita kesayanganku,” sambut Adam Knight dengan suara datar.

Sontak Emily meleraikan dekapan. Saat itu, barulah netranya menangkap  sosok seorang wanita di sisi Adam.

“Wanita kesayangan? Apa maksudmu? Adam… Dia siapa?” tanya Emily, bertubi-tubi. Entah mengapa, dia merasa tidak asing dengan wanita yang sedang memamerkan raut muka sedih dan senyum tipis itu.

“Dia Hilda. Kamu pasti mengenalnya. Kalian pernah satu kelas saat SMA,” sahut Adam, acuh tak acuh. 

‘Hilda? Hilda yang mana? Sebentar…’ Satu kenangan buruk hinggap di otak Emily. Perempuan itu! Ya perempuan itulah yang telah merundungnya sewaktu mereka di bangku SMA. 

“Kamu ketua geng Kelinci Hitam, kan?” tebak Emily seraya menyeringai sinis.

“Adam, aku takut,” ujar Hilda lalu bersembunyi di balik tubuh Adam.

Emily mengepalkan tinju. “Hei Hilda! Sejak kapan wanita miskin berhati iblis sepertimu berubah menjadi wanita lemah yang butuh perlindungan dari seorang pria, hah? Kau pasti sengaja mengincar Adam karena dia adalah calon suamiku. Dasar wanita sial!” serang Emily, lantang.

Teriakan nyaring memenuhi ruang bandara internasional. Semua kepala menoleh ke arah Emily yang sedang berhadapan dengan sepasang kekasih. Mereka sebagai orang luar memang tidak tahu asal mula pertengkaran, tetapi adalah sangat menyenangkan bisa menonton drama gratis.

“Cukup.” Adam mengangkat tangan di depan Emily sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, “kau tidak berhak memarahi Hilda karena akulah yang jatuh cinta padanya.”

“Pufft!” Hampir saja tawa besar meletus dari mulut Emily. “Cinta? Omong kosong! Aku tidak percaya.”

‘Pria sedingin kutub syamali ini bisa merasakan manisnya cinta? Bullshit!’ batin Emily puas bisa memaki pria sinting ini.

“Terserah kamu. Asal kamu tahu, Hilda dan aku telah sah menjadi suami istri.”

“Apa katamu?! Kamu bercanda, kan?!” Sungguh, Emily benar-benar tidak bisa menerima kabar buruk sekaligus gila ini. Bagaimana Adam Knight bisa menikahi wanita bangsat yang pernah merundung dan memerasnya hingga dia tenggelam dalam trauma berat selama bertahun-tahun?

Wajah seputih salju Emily berubah menjadi awan hitam. Di saat putri keluarga Grant itu sedang berperang dengan perasaan kecewa dan amarah, semua bodyguard dan Sekretaris White hanya menundukkan kepala mereka. Mereka tidak berkuasa untuk melihat apalagi membujuk Emily karena ada Tuan Adam Knight di sana.

“Aku tidak pernah bercanda sepanjang 32 tahun aku hidup di dunia ini, Emily. Biar aku ulangi lagi agar kamu mengerti. Aku sudah menikahi Hilda Montgomery dua minggu yang lalu.” balas Adam Knight, tegas. Dia meraih tangan wanita yang sedang berdiri di sisinya lalu menunjukkan pada Emily. “Lihatlah. Ini buktinya. Cincin yang sangat kamu inginkan kini berada di jari manis istriku.”

“Tidak… Aku tidak percaya. Kamu tidak bisa melakukan ini padaku, Adam! Aku sudah banyak berkorban untukmu.” Emily menjerit histeris. Tas bermerek eksklusifnya dilempar sembarangan. Dia jatuh terduduk di lantai bandara.

Adam tertawa mengejek. “Berkorban untukku? Yang benar saja. Setahuku, kau melakukan semuanya demi pria yang memiliki senyum manis yakni abangku, Aaron Knight.” Dia menjawab dengan sarkas sambil menyeringai.

“Tidak, Adam. Segala usahaku seutuhnya untukmu. Aku bahkan rela bergadang untuk membantumu menyiapkan proposal proyek demi mendapatkan proyek 1 billion dollar.” Suara Emily terdengar sangat putus asa. Air mata berlinang-linang di pipi mulusnya, mengundang rasa iba dari orang-orang yang berada di bandara ketika itu.

“Ya, memang benar kamu yang membantuku menyiapkan proposal proyek tetapi… mereka sepakat menolak proposalmu. Asal kamu tahu, Hilda yang telah berjuang bersamaku untuk membujuk presdir Xeno Group agar memberikan proyek tersebut kepada perusahaan keluarga Knight,” jelas Adam tanpa rasa bersalah apalagi iba. Toh, memang itulah kebenarannya.

“Kamu pria kejam, Adam,” umpat Emily, berang. Matanya menguarkan aroma dendam.

“Maaf, Emily. Kamu juga terlalu jahat untukku. Aku tidak bisa menikahi wanita yang matanya hanya terpaku pada abangku. Aku harus pergi. Sampai jumpa di kantor pada esok hari,” ujar Adam, enteng tanpa peduli akan hati Emily yang tertohok.

Adam menggandeng istrinya, perlahan menyusun langkah meninggalkan Emily Grant yang masih menangis. Tanpa Adam sadar, Hilda sempat melemparkan senyum mengejek kepada Emily.

“Nona Emily...” Sekretaris White langsung berlari mendekati Emily dan merengkuh tubuh wanita malang itu. Dia tak menyangka Tuan Adam Knight bisa bertindak sekejam ini pada putri kesayangan keluarga Grant.

“Sekretaris White, kenapa Adam tega membuangku? Padahal aku sudah banyak membantu keluarga Knight. Apa dia buta? Atau mungkin Hilda yang menghasutnya agar membenci dan meninggalkanku? Dasar wanita licik. Aku amat membencinya.” Dalam dekapan Sekretaris White, Emily menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaannya. Sesekali dia tersedu-sedu.

“Jangan menangis lagi, nona. Hapus air matamu. Nona benar, Tuan Adam Knight itu pria mengerikan. Tidak pantas dengan nona yang manja dan laparkan perhatian dari banyak pria. Jangan khawatir, biarkan saja Tuhan yang membalasnya,” bujuk Sekretaris White, bersungguh-sungguh.

Emily mengangkat kepalanya dan menatap netra sang sekretaris.

“Sekretaris White, apa kamu mau menghiburku atau sedang menjelekkanku?” tanya Emily bingung. 

Sekretaris White tersenyum siput sebelum mengusap lembut mercu kepala Emily. “Kedua-duanya, nona.”

“Kamu jahat,” rajuk Emily sebelum mengeratkan pelukan. Saat ini, dia sangat memerlukan tempat untuk bersandar.

Fred bergegas menghampiri Emily setelah menerima satu panggilan telepon.

“Nona Emily. Ada hal buruk telah terjadi di mansion keluarga Grant.” Dengan panik, dia melaporkan berita penting. “Tuan Muda Darren telah menjual vila kepunyaan Nyonya Serena kepada keluarga Hudson.” 

“Apa?!” Serta-merta Emily menjerit kaget.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status