Barbara terkesiap. Benarkah apa yang dikatakan Emily barusan? Di mata Tuan Besar Grant, aku hanyalah boneka seks? “Ah iya, aku membunuh putrimu karena dia merebut calon suamiku, Adam Abraham Knight. Pelacur sialan itu menggoda Adam dengan melebarkan pahanya sama seperti kamu menggoda ayahku,” balasnya, dingin. “Tetap saja, mengambil nyawa orang lain adalah dosa besar! Kamu pasti akan dihukum Tuhan!” tengking Barbara, geram dengan kalimat Emily yang merendahkan putrinya. ‘Dihukum Tuhan? Yang benar saja.’ Rahang Emily mengetat. Urat di lehernya terlihat jelas. “Omong kosong! Kamu pikir Tuhan akan mendengar dan memperkenankan doa wanita kotor sepertimu? Hei, Barbara! Apa yang terjadi pada putrimu adalah sebuah karma. Kamu juga telah menyiksa jiwa aku dan ibuku selama 12 tahun, dan sekarang kamu meminta agar Tuhan memberikan hukuman padaku? Sungguh, kamu benar-benar bermuka tebal!” ejek Emily, sombong. Barbara menangis tersedu-sedu. “Berhenti menangis, sialan!” Jerkah Emily, berang.
“Ah, pujian anda tidak pantas untuk saya terima. Malah saya yang berutang budi pada keluarga Knight karena sudi memberi beasiswa kepada adik laki-laki saya,” balas sang dokter, merendah diri. “Ah, iya. Jika ada informasi baru, akan saya kabarkan secepat mungkin,” imbuhnya lagi. Usai bicara, segaris senyum licik mengapung di bibirnya. ‘Sepertinya, kau harus mengucapkan selamat tinggal kepada kariermu sebagai aktor, Lucas Sullivan.’ Sang dokter membatin puas. Sementara itu, di kamar rawat inap VVIP. ‘Aduh, kapan Bos mau pulang? Tuhan, kelopak mataku semakin berat.’ Zen berkali-kali mengangakan mulut dengan mengeluarkan napas berat karena terlalu mengantuk. Namun, dia tidak bisa merebahkan kepala apalagi memejamkan mata karena ada sang majikan di sini. Aktor tampan berhidung mancung dan beralis indah itu sedang duduk bersandar di kursi kulit sambil memejamkan mata. ‘Pasti Bos lagi memikirkan Nona Olivia,’ tebak Zen, asal-asalan. Ponsel Lucas bergetar tetiba, berhasil menarik p
Cafe Memories.Di tengah aroma kopi yang harum dan suasana yang tenang, seorang wanita berparas cantik membuka pintu kafe. Sejenak dia berdiri di muka pintu. Matanya berlari ke tiap sudut kafe kesukaan muda mudi itu untuk mencari seseorang. Sebaik saja netranya menangkap sosok sang pria, dia langsung menyusun langkah penuh keanggunan.“Hei, Lily! Coba kamu lihat ke ruang privat VIP sana. Wanita berkacamata hitam itu adalah Olivia Hudson, artis populer kesukaan kamu, kan?” Seorang gadis menepuk lengan temannya berulang kali dengan wajah tak percaya. Matanya membulat dan mulutnya menganga.Teman satu kuliahnya lantas menoleh ke arah wanita yang dimaksudkan. Kedua kening indahnya terangkat tinggi. “Kamu benar. Ya Tuhan! Mimpi apa aku semalam hingga bisa bertemu dengan aktris dan supermodel yang sangat terkenal di kota Dashville. Anna, ingatkan aku untuk meminta autograf dari Kak Olivia setelah urusannya selesai,” jawabnya dengan nada senang.“Sebentar, kenapa Kak Olivia duduk di sana ber
“Ah, caramu berbicara cukup tajam seperti belati yang bisa membunuh nurani. Tapi mau bagaimana lagi, kamu adalah putri tunggal dari keluarga konglomerat terpandang. Sudah tentu kamu terbiasa bersikap dingin, ketus dan… menyebalkan,” cemooh Lucas seraya menyeringai.Otak Olivia sudah terlampau lelah untuk meladeni sindiran sang tunangan. Jujur saja, batinnya memang sedikit terguncang ditambah emosinya yang berantakan setelah mengetahui kenyataan pahit bahwa Lucas ingin membatalkan pernikahan mereka.“Iya, iya. Terima kasih atas pujianmu. Terserah kamu mau menganggap aku sebagai wanita jahat. Aku tidak peduli. Apa yang terpenting saat ini adalah alasan apa yang harus aku berikan pada keluarga kita?” balas Olivia, sengit.“Kalau hal itu… gampang-gampang susah.” Lucas menggigit bibir, ragu-ragu untuk mengatakan kalimat selanjutnya.“Maksudmu? Tak usah mengulur waktu.” Olivia menyahut, dongkol. Alis kirinya terangkat tinggi. Rasa kesal, sebal dan marah bercampur menjadi satu rasa yakni mua
“Baiklah, aku setuju membatalkan pernikahan gila ini. Asal kamu tahu, kisah cinta kita tidak pernah berakhir karena tidak pernah ada permulaan. Lagian, aku dan kamu hanya dijodohkan, bukannya saling cinta. Urusan nenek, itu urusanmu. Apa pun alasan yang akan kamu berikan pada keluarga kita, aku sama sekali tidak peduli. Selamat tinggal. Aku berharap kita tidak akan berurusan lagi baik di dunia maupun di akhirat,” putus Olivia, tegas dan tidak berbelit-belit.Dengan cepat aktris kelas A itu bangun lalu meninggalkan Lucas yang masih duduk termangu seperti orang kehilangan akal.“Sial, bukan ini yang aku harapkan,” gumam Lucas, lemah. Dengan jiwa yang dibelenggu rasa putus asa, dia memejamkan mata lalu membuang napas berat.***Olivia melangkah separuh berlari menuju ke area parkir sambil menahan tangis.‘Tidak, Via. Jangan menangis. Di sini bukan tempatnya,’ bujuknya pada diri sendiri. Kacamata hitam segera dipakai demi melindungi netra yang mendadak sensitif dengan cahaya mentari.“Kak
‘Dasar wanita ular. Penyihir jahat. Bagaimana bisa Nyonya Serena Grant melahirkan putri berhati jahat seperti ini? Beliau sangat cantik, berhati baik, taat dengan perintah agama, sering ke gereja bahkan suka membantu orang yang memerlukan tetapi anaknya keras kepala, gilakan harta dan gemar mempermainkan perasaan pria. Ya Tuhan, Engkau selamatkanlah kedua putra Tuan Besar Knight yang pernah membantu melunasi hutangku dari si ular betina ini.’ Sekretaris White membatin kesal. Tak lupa, dia mendoakan kebaikan buat pemimpin keluarga Knight yang pernah berbuat baik padanya.Seorang pengawal pribadi berlari mendekati Emily dan Sekretaris White. “Nona Emily, Tuan Muda Knight akan tiba lima menit lagi.”“Sebentar. Aku harus tampak cantik di depannya.” Emily memeriksa riasannya buat kali terakhir. “Ayo, kita pergi menjemput calon suamiku.”***Berkali-kali Emily memeriksa jam tangan yang melingkari pergelangan tangan. Wajahnya memancarkan kekhawatiran ditambah rasa pegal di kaki karena sudah
Mobil mewah yang membawa putri tunggal keluarga Hudson berhenti tepat di depan gerbang sebuah vila.“Akhirnya, aku sudah sampai.” Olivia lekas menutup pintu mobil lalu menggeliat perlahan. Rasa pegal menyerang seluruh anggota badan setelah tiga jam menyetir tanpa istirahat.Kedua mata Olivia tertuju ke plakat yang ditampal di tembok vila. Tidak diizinkan masuk ke Vila kesayangan Nyonya Serena Grant. Sesiapa yang ingkar, akan ditimpa kutukan dan nasibnya apes tidak tertolong.“Kalau benar sayang, kenapa vila ini harus dijual? Ayolah, Nyonya Grant. Kau suka sekali bercanda. Kutukan? Bullshit. Asal kau tahu, sebelum kakiku menyentuh tanah milik keluarga Grant, kesialan sudah lama mengekoriku. Bahkan baru saja ia mengotori wajahku dengan keputusan Lucas yang ingin membatalkan rencana pernikahan kami,” sinis Olivia sebelum mencibir.Suara guntur tiba-tiba terdengar. Olivia lantas menatap langit. ‘Aneh, langit tampak cerah dan tidak ada tanda-tanda mau hujan.’ Olivia membatin, sedikit kha
Emily berdiri dengan senyum licik tersungging di bibir. Merasa menang bisa memperdaya aktris populer dengan aktingnya. Dia lantas menyerahkan batu yang telah digunakan untuk melukai Olivia kepada Fred.“Setelah urusanku di sini selesai, hapus semua bukti dan jangan tinggalkan jejak. Kalau perlu, hubungi Carlos dan Peter,” titah Emily, datar.Fred meneguk ludah. Rasa takut cepat sekali menyebar ke sekujur badannya setelah mendengar nama Carlos dan Peter disebut. Dia amat mengenali kedua orang itu. Mereka adalah adik kakak berotak kejam persis psikopat. Berbicara dengan mereka tidak bisa memakai hati melainkan uang dan emas. Sudah berulang kali Nyonya Serena melarang Emily dari terus berurusan dengan Carlos dan Peter namun wanita itu enggan menuruti nasihat malah terus menulikan telinga.“Ternyata dia baik juga mau membantuku tapi sayang, dia terlalu lugu. Apa dia pikir, dia akan terlepas dari menerima kutukan setelah berani menginjak kaki di vila kesayangan ibuku?” Wanita bermata gala