“Baiklah, aku setuju membatalkan pernikahan gila ini. Asal kamu tahu, kisah cinta kita tidak pernah berakhir karena tidak pernah ada permulaan. Lagian, aku dan kamu hanya dijodohkan, bukannya saling cinta. Urusan nenek, itu urusanmu. Apa pun alasan yang akan kamu berikan pada keluarga kita, aku sama sekali tidak peduli. Selamat tinggal. Aku berharap kita tidak akan berurusan lagi baik di dunia maupun di akhirat,” putus Olivia, tegas dan tidak berbelit-belit.
Dengan cepat aktris kelas A itu bangun lalu meninggalkan Lucas yang masih duduk termangu seperti orang kehilangan akal.“Sial, bukan ini yang aku harapkan,” gumam Lucas, lemah. Dengan jiwa yang dibelenggu rasa putus asa, dia memejamkan mata lalu membuang napas berat.***Olivia melangkah separuh berlari menuju ke area parkir sambil menahan tangis.‘Tidak, Via. Jangan menangis. Di sini bukan tempatnya,’ bujuknya pada diri sendiri. Kacamata hitam segera dipakai demi melindungi netra yang mendadak sensitif dengan cahaya mentari.“Kak Olivia, sebentar.” Anna berteriak memanggil Olivia sementara Lily pantas berlari menuju mobil sang aktris.“Kamu… Kalian siapa?” tanya Olivia bingung saat Lily merentangkan kedua belah tangan ke kanan dan ke kiri di depan pintu mobil, menghalanginya dari masuk.“Kami penggemar Kak Olivia. Dan… bisa kami… dapatkan autograf kakak?” Terbata-bata Anna mengutarakan permintaan sementara Lily menatap muka Olivia penuh harap.‘Tahan emosi sedihmu, Via. Penggemarmu tidak boleh tahu akan kesakitanmu. Tersenyumlah meskipun sulit.’ Olivia langsung tertawa kecil menanggapi permintaan dua gadis tersebut meskipun otak dan hatinya masih galau.“Kupikir ada apa kalian memanggilku. Ternyata ingin mendapatkan tanda tangan. Oleh karena kalian adalah gadis yang cantik dan baik, akan aku berikan autograf paling bagus buat kalian. Sebentar.” Olivia masuk ke dalam mobil lalu mengambil sebuah map di tempat duduk penumpang. “Ini untuk kalian.” Olivia lantas mengulurkan sebuah map besar kepada Anna. “Di dalam ini, ada puluhan autograf istimewa yang aku sediakan khusus untuk acara bertemu penggemar pada akhir tahun. Tapi sepertinya acara itu terpaksa aku batalkan karena urusan pribadi. Jadi, ini buat kalian saja.” Sempat Olivia mengedipkan matanya sebelum memeluk kedua gadis muda itu.“Terima kasih…” Mata Anna dan Lily tampak berkaca-kaca menahan rasa senang bercampur rasa tak percaya di dada. Bagaimana, tidak? Hal yang paling sukar untuk didapatkan di kota Dashville bukanlah sekarung uang tetapi autograf eksklusif dari para aktor dan aktris papan atas.Ketika mobil Olivia meluncur perlahan meninggalkan area parkir, barulah Lily dan Anna bisa membuka mulut mereka lebar-lebar.“Kak Olivia… Kakak benar-benar keren!” “Aku mencintaimu, kak!” Lily berteriak kencang.“Selamat atas pernikahan kakak dengan Kak Lucas!” Anna menjerit senang.Di dalam mobil, Olivia sempat mendengar jeritan Anna. Bibirnya membentuk senyum sedih. “Selamat atas pernikahanku? Bullshit. Andai saja kalian tahu, tidak ada pernikahan. Yang ada mungkin cuma pemakamanku,” gumam Olivia seraya menginjak pedal gas.***Di depan pintu masuk bandara. Seorang wanita berwajah bujur sirih turun dari sebuah mobil mewah sambil menelepon.“Pa, aku baru saja tiba di bandara bersama Sekretaris White. Papa tahu ‘kan, hari ini Adam pulang. Sungguh, aku tidak sabar bertemunya. Pa, kalau aku berhasil membujuk Adam untuk mensponsori anak-anak yatim di panti asuhan keluarga kita, apa yang akan aku dapatkan dari Papa?”Senyum riang terukir indah di wajah wanita itu saat mendengar ayahnya akan memberikan 10% saham di perusahaan keluarga Grant.“Serius, 10%? Papa tidak berbohong padaku, kan?”Mata Sekretaris White membulat. ‘Gila! Bersenjatakan bujuk rayu saja, Nona Emily Grant bisa mendapatkan saham sebanyak itu,’ batin wanita yang sudah bekerja dengan keluarga Grant selama 10 tahun.Emily menutup panggilan telepon dengan suara ceria seperti anak kecil yang berpamitan pada sang ayah. Namun, sebaik saja dia menyimpan ponsel di dalam tas tangan bermerek eksklusif, mukanya berubah garang.“Sekretaris White, orang tua itu benar-benar menyebalkan! Setelah aku bersusah payah memikat hati pria kutub selatan itu, bayaran yang aku terima cuma 10% saham Grant Group. Sedangkan sebelum ini papa rela menyerahkan 20% saham perusahaan minyak milik keluarga Grant kepada kakak pertama. Argh, dasar orang tua pilih kasih! Lihat saja, akan aku buang papa ke panti jompo saat dia sudah tua kelak,” omel Emily sambil berkacak pinggang, sama sekali tidak malu marah-marah di depan khalayak. “Nona Emily, nona harus sabar. Sebentar lagi, nona akan bertunangan dengan Tuan Adam Knight, penguasa tiga perusahaan terkemuka di dunia. Aku yakin nasib nona akan berubah drastis. Jika sekarang nona menjadi babu buruk di keluarga Grant, saya yakin nona akan menjadi ratu di singgasana keluarga Knight. Saat itu terjadi, semua anggota keluarga Grant akan menghormati nona,” bujuk Sekretaris White, pura-pura peduli sedangkan dia muak sekali dengan sikap biadap Emily terhadap orang tua. Namun, sekretaris malang itu tidak bisa berbuat banyak karena sedari kecil, sikap kurang ajar telah sebati dalam kehidupan Emily Grant. Mana-mana karyawan yang menyinggung perasaan Nona Emily, pasti ditimpa malang. Emily menghela napas panjang. “Adam Abraham Knight… Sejujurnya pria itu memiliki wajah yang sangat tampan tapi sayangnya dia terlalu dingin dan sentiasa serius sepanjang waktu. Karyawannya juga bilang padaku, Adam bahkan tidak pernah ikut serta acara makan malam perusahaan. Dia juga tidak ada humornya. Membosankan.” Wajah Emily yang awalnya suram tiba-tiba bercahaya. “Tidak seperti Aaron-ku. Dia ramah, pandai berjenaka bahkan saat dia tersenyum, aku seperti terhipnotis. Dia sangat menggemaskan!” Saking senangnya, Emily mengentakkan kakinya berkali-kali.“Ssstt! Perlahankan suaramu, nona. Kita sekarang di tempat umum. Jangan sampai ada yang tahu kalau nona menyimpan perasaan khusus buat Tuan Aaron Xavier Knight. Kalau hal itu terjadi, segala rencana keluarga nona bisa hancur,” nasihat Sekretaris White, tampak khawatir. “Tenang, Sekretaris White. Lagian tidak ada yang tahu akan rencana keluarga Grant mendekati keluarga Knight demi mendapatkan dana ratusan juta dollar untuk menjamin kelangsungan yayasan dan gereja kami.”“Ya, hidup nona pasti beruntung jika menikahi pria familyman dan royal soal uang seperti Tuan Muda Knight,” sahut Sekretaris White, pelan namun bisa didengari oleh Emily.“Hmm, entahlah. Aku masih kurang percaya padanya. Menurutku, pria yang penuh ambisi seperti Adam Knight cenderung menjadi pria mengerikan seperti vampir yang hauskan darah. Aku tidak bisa menerka apa yang sedang dia pikirkan dan apa yang akan dia lakukan. Pria itu terlalu misterius.”“Dan… biarpun satu dunia tahu tentang perasaanku terhadap Aaron, mereka tidak bisa menggagalkan rencana pernikahanku bersama Adam. Ayolah, aku bisa menjalin hubungan istimewa dengan Aaron meskipun aku telah menikahi Adam. Dan kala itu terjadi, akulah wanita paling bahagia di dunia. Punya suami sultan dan juga pria simpanan yang menggemaskan,” tambah Emily, sangat percaya diri.Sekretaris White mendadak mengepal tinju karena terlalu geram.‘Dasar wanita ular. Penyihir jahat. Bagaimana bisa Nyonya Serena Grant melahirkan putri berhati jahat seperti ini? Beliau sangat cantik, berhati baik, taat dengan perintah agama, sering ke gereja bahkan suka membantu orang yang memerlukan tetapi anaknya keras kepala, gilakan harta dan gemar mempermainkan perasaan pria. Ya Tuhan, Engkau selamatkanlah kedua putra Tuan Besar Knight yang pernah membantu melunasi hutangku dari si ular betina ini.’ Sekretaris White membatin kesal. Tak lupa, dia mendoakan kebaikan buat pemimpin keluarga Knight yang pernah berbuat baik padanya.Seorang pengawal pribadi berlari mendekati Emily dan Sekretaris White. “Nona Emily, Tuan Muda Knight akan tiba lima menit lagi.”“Sebentar. Aku harus tampak cantik di depannya.” Emily memeriksa riasannya buat kali terakhir. “Ayo, kita pergi menjemput calon suamiku.”***Berkali-kali Emily memeriksa jam tangan yang melingkari pergelangan tangan. Wajahnya memancarkan kekhawatiran ditambah rasa pegal di kaki karena sudah
Mobil mewah yang membawa putri tunggal keluarga Hudson berhenti tepat di depan gerbang sebuah vila.“Akhirnya, aku sudah sampai.” Olivia lekas menutup pintu mobil lalu menggeliat perlahan. Rasa pegal menyerang seluruh anggota badan setelah tiga jam menyetir tanpa istirahat.Kedua mata Olivia tertuju ke plakat yang ditampal di tembok vila. Tidak diizinkan masuk ke Vila kesayangan Nyonya Serena Grant. Sesiapa yang ingkar, akan ditimpa kutukan dan nasibnya apes tidak tertolong.“Kalau benar sayang, kenapa vila ini harus dijual? Ayolah, Nyonya Grant. Kau suka sekali bercanda. Kutukan? Bullshit. Asal kau tahu, sebelum kakiku menyentuh tanah milik keluarga Grant, kesialan sudah lama mengekoriku. Bahkan baru saja ia mengotori wajahku dengan keputusan Lucas yang ingin membatalkan rencana pernikahan kami,” sinis Olivia sebelum mencibir.Suara guntur tiba-tiba terdengar. Olivia lantas menatap langit. ‘Aneh, langit tampak cerah dan tidak ada tanda-tanda mau hujan.’ Olivia membatin, sedikit kha
Emily berdiri dengan senyum licik tersungging di bibir. Merasa menang bisa memperdaya aktris populer dengan aktingnya. Dia lantas menyerahkan batu yang telah digunakan untuk melukai Olivia kepada Fred.“Setelah urusanku di sini selesai, hapus semua bukti dan jangan tinggalkan jejak. Kalau perlu, hubungi Carlos dan Peter,” titah Emily, datar.Fred meneguk ludah. Rasa takut cepat sekali menyebar ke sekujur badannya setelah mendengar nama Carlos dan Peter disebut. Dia amat mengenali kedua orang itu. Mereka adalah adik kakak berotak kejam persis psikopat. Berbicara dengan mereka tidak bisa memakai hati melainkan uang dan emas. Sudah berulang kali Nyonya Serena melarang Emily dari terus berurusan dengan Carlos dan Peter namun wanita itu enggan menuruti nasihat malah terus menulikan telinga.“Ternyata dia baik juga mau membantuku tapi sayang, dia terlalu lugu. Apa dia pikir, dia akan terlepas dari menerima kutukan setelah berani menginjak kaki di vila kesayangan ibuku?” Wanita bermata gala
“Bagaimana aku tahu? Ayolah, gunakan otakmu. Ingat masa lalumu baik-baik,” desis Olivia, sinis. Senang sekali rasanya bisa mengusik jiwa Emily.Sekejap mata, Olivia mengerang kesakitan ketika Emily mendadak mencengkeram lehernya. Terasa nyata betapa tajamnya kuku wanita berotak rusak ini di kulit mulusnya.“Kau ingin mempermainkan aku, Olive? Asal kau tahu, wanita gila sepertiku tak mengenal arti sabar. Katakan sejujurnya atau kau mati di sini!” Netra Emily berubah tajam dan dia semakin mengetatkan cengkaman di leher Olivia.‘Sial! Wanita gila ini benar-benar ingin membunuhku.’ Dengan tangan dan kaki terikat, Olivia tak bisa mempertahankan diri. Urat lehernya menegang. Mukanya memerah kala berusaha menarik napas. Namun semuanya terasa sukar. Tak lama, dadanya seperti terbakar gara-gara kekurangan oksigen. Bibirnya perlahan bertukar warna kebiru-biruan.“Kau cantik sekali. Andai saja kau bisa melihat wajahmu yang sedang sekarat, Olive.” Emily memuji dengan nada sarkastis. Segaris senyu
‘Jadi Adam masih tidak tahu kalau Nona Hudson itu adalah Olivia Hudson, aktris populer di kota ini,’ batin Hilda menimpali.“Bercanda tidak ada dalam kamus hidupku. Satu hal yang harus kamu tahu, aku sama sekali tidak peduli padanya,” tekan Adam, terdengar sangat meyakinkan.Namun, Hilda masih belum puas.“Kalau tidak peduli, mengapa kamu repot-repot mau menyelamatkannya?” Nada suara Hilda dipenuhi rasa cemburu.Adam baru saja ingin membalas pertanyaan istrinya ketika bunyi klakson truk bergema. Tak lama kemudian, satu cahaya yang sangat terang muncul tepat di depan limosin mereka.***Keringat merenik-renik di dahi Olivia meskipun dia sudah menurunkan semua jendela mobil. Entah mengapa angin malam yang seharusnya menyamankan tubuh berubah menjadi pawana yang membakar tiap inci kulitnya. Bunyi klakson bertalu-talu dari mobil Emily yang masih mengekor rapat di belakang mobilnya semakin mendera jiwa Olivia.“Ternyata wanita sinting ini masih belum menyerah selagi tidak berhasil membunu
“Pergi! Jangan mendekat!” bentak Hilda. Riak gelisah tampak nyata di mukanya. Telapak tangan mulai berkeringat seiring dengan perubahan warna muka yang memucat.Emily cuma mengorak senyum bengis. Semakin dilarang, semakin tinggi keinginannya untuk menuntaskan dendam. Lagian sudah bertahun-tahun dia memendam rasa amarah terhadap perempuan miskin berhati iblis ini. Dulu sempat dia membenci Tuhan karena membiarkan dirinya dirundung Hilda namun hari ini, dia ingin menarik kembali perasaan itu.“Aku bilang pergi!” teriak Hilda lantang seraya melepaskan stileto lalu melempar sepatu hak tinggi itu kepada Emily. Malangnya, Emily sempat menghindar lalu dengan santai mengambil stileto berwarna merah tersebut.“Wah, ini stileto dari merek eksklusif. Hanya ada tiga di negara ini. Kalau tak salah, harganya 300 ribu dollar,” ujarnya, ringan. “Bagai… bagaimana kamu tahu?” Hilda bertanya, takut-takut berani.Ujung sudut bibir Emily terangkat. Merasa lucu dengan pertanyaan Hilda yang menurutnya sanga
Adam Knight terus berlari tanpa menoleh ke belakang meskipun telinganya bisa mendengar suara Hilda yang melarangnya pergi.‘Maafkan aku, Hilda. Aku terpaksa meninggalkanmu demi menyelamatkan Nona Hudson. Aku tidak peduli jika Papa ingin menyerahkan seluruh hartanya kepada anak haram itu tetapi aku tidak rela melihat Mama terluka. Jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada wanita itu, Mama akan dipukul sehingga mati.’ Sebaik saja tiba di tepi tebing, Adam terpaku ketika melihat mobil mewah Nona Hudson dalam posisi terbalik di dalam jurang. Tangannya segera merogoh saku jas, mencari ponsel untuk menelepon pengawal pribadinya, Robert.“Sial! Ponselku ketinggalan di mobil bahkan ponsel cadangan juga ada di tangan Emily.” Pria itu mendesah sebal.Dia dalam dilema sekarang. Jika turun ke jurang sendirian, itu namanya sengaja mencari mati. Namun, kalau dia terus berdiam di sini tanpa berbuat apa-apa, nyawa Nona Hudson bisa terancam.Adam mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ada rasa hampa
Lucas mengerling ke arah jam yang berdiri teguh di atas nakas. “Sudah jam 2 pagi tapi aku masih tak bisa memejamkan mata.”Irisnya merenung plafon dengan tatapan kosong. Hati langsung merusuh saat si otak memainkan ingatan yang terjadi sewaktu pertemuannya dengan Olivia. Wajah marah bercampur kecewa sang mantan terbayang dalam pandangannya.“Maafkan aku, Via. Tapi aku tidak boleh menikahimu. Hatiku tidak bisa memilih kamu karena…,” Tak ingin menyudahi kalimat, Lucas lantas meraup mukanya.Andai saja dia mempunyai kekuatan untuk jujur pada Olivia tentang hal yang sesungguhnya, pasti… Ah, sudahlah. Lagian, semuanya telah berakhir. Tidak ada gunanya menyesali hal yang telah terjadi.Ponsel pintar Lucas berdering, memusnahkan lamunan yang bermain di kepala. Pria itu mendengkus sebal, merasa terganggu. Segera jarinya menggeser skrin ponsel kala melihat nama sang manajer sekaligus sepupunya, Edward Sullivan.“Ada apa, Ed? Kalau kau ingin mengajakku ke klub, maaf aku tidak mau,” ujar Lucas