Share

Bab 18 # Ancaman Kosong Miriam

Langit semakin menggelap, sedangkan Seno belum tampak akan datang untuk menjemputku. Bagaimana mungkin ia akan menjemput? Jika panggilanku saja tertolak oleh kotak suara yang mengundang untuk meninggalkan sebuah pesan.

Aku tidak tahu harus menghubungi siapa lagi.

"Hhh …"

Aku menghela napas panjang. Aku benar-benar kebingungan.

Semburat jingga menambah rasa cemas di dadaku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku menatap nanar air mancur yang ada di taman. Untuk sesaat, aku tiba-tiba teringat ibu.

Dulu, ketika aku masih kecil, aku juga pernah dalam fase bimbang seperti ini. Sepulang sekolah, ibuku tak kunjung menjemput.

Aku terus saja meneleponnya namun Ibu tak bisa dihubungi, beruntung aku masih memiliki ayah—sebelum pria itu kabur dengan wanita lain.

Aku kemudian menelepon ayah dan pria gagah itu dengan sigap menjemputku. Siapa lagi yang bisa diandalkan di waktu sulit seperti itu, jika bukan ayah dan ibu? Aku merasa sangat beruntung kala itu.

Sekolahku—ketika masih di jenjang SD d
De Lilah

Suka cerita ini? Kirimkan Gem 💎 untuk mendukung penulis. Terima kasih telah membaca!

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status