Share

Bab 16

Yuni pun mengajak Paula bertemu. Setibanya di hotel, Paula bukan hanya melihat Yuni dan Kamil, tetapi juga seorang pemuda.

"Kami akhirnya menemukanmu!" ucap Yuni sambil menyeka air matanya dan menyerahkan hasil tes DNA.

Sikapnya benar-benar berbeda dengan sebelumnya yang terus mengeluh. Meskipun tidak termasuk lembut, sikap Yuni sudah jauh lebih baik.

Paula menerima hasil tes itu. Begitu membukanya untuk dilihat, tangannya seketika gemetaran. Dia membuka mulutnya, tetapi tidak bisa memanggil mereka dengan sebutan ayah maupun ibu.

Ketika melihat ini, Yuni mendorong pemuda di sampingnya dan memperkenalkan, "Ini adikmu, dia lebih muda 4 tahun darimu. Tahun ini, dia baru tamat SMA."

Pemuda itu sedang bermain gim. Dia mendongak menatap Paula dengan tidak sabar, lalu menunduk untuk melanjutkan gimnya, seolah-olah tidak melihat Paula.

Sikapnya yang dingin ini pun membuat Paula malas untuk menyapanya. Pemuda ini bertubuh gemuk dan mengenakan pakaian bermerek. Dia bermain gim sembari memakan buah yang disuapi Kamil. Jelas sekali, dia pasti sangat dimanjakan. Paula saja tidak pernah diperlakukan seperti ini.

Yuni sama sekali tidak peduli. Dia berbicara kepada Paula, "Kami dengar, kamu lulusan universitas ternama di ibu kota, bahkan terus mendapatkan beasiswa nasional selama 4 tahun. Ditambah dengan uang yang diberikan Keluarga Ignasius selama ini, kamu pasti sudah bisa membeli rumah perkotaan untuk adikmu, 'kan?"

Paula masih belum tersadar dari keterkejutannya. Begitu mendengar ucapan ini, dia pun termangu. "Apa katamu?"

"Kamu seorang kakak, sudah sepantasnya membeli rumah untuk adikmu. Demi mencarimu, kami hampir bangkrut. Sekarang, kamu menolak mengeluarkan sedikit uang untuk membelikan adikmu rumah?" jelas Yuni dengan santai.

"Jadi, kalian mencariku hanya supaya aku membeli rumah untuknya?" tanya Paula dengan terkejut sembari menunjuk pemuda itu.

Dalam sekejap, perasaan haru dalam hati Paula pun sirna. Dia baru menemukan keluarganya, tetapi hasilnya malah seperti ini.

Paula dicampakkan oleh Keluarga Ignasius. Dia mengira dirinya sangat beruntung karena berhasil menemukan keluarganya, tetapi ternyata dirinya hanya dimanfaatkan. Mereka menganggapnya sapi perah!

"Kenapa bicara sekasar itu? Kalau bukan karena mencarimu, kami sejak awal sudah membeli rumah untuk adikmu," sahut Yuni. Dia seketika kehilangan kesabarannya sehingga bersikap sinis lagi.

"Kamu berutang pada kami, sudah seharusnya kamu membeli rumah untuk adikmu. Kami nggak mau apartemen kecil, kami mau vila besar!" jelas Yuni.

"Heh, kamu tahu berapa harga vila besar di ibu kota? Setidaknya puluhan miliar! Kalau kamu punya uang, belikan saja untuk dia. Aku sih nggak punya," ujar Paula. Kalaupun punya uang, dia tidak akan menyia-nyiakan uangnya untuk orang-orang ini.

Yuni mulai merasa gusar. Dia mendorong Paula dan membentak, "Sialan! Suruh kamu keluarin uang saja banyak alasan. Kalau tahu kamu begitu nggak tahu terima kasih, pasti sudah kucekik mati sejak dulu!"

Paula tidak akan membiarkan wanita ini menyentuhnya, jadi dia buru-buru menghindar. "Kalau kalian mencariku hanya untuk mendapatkan uang, maaf sekali."

"Aku sudah diusir oleh Keluarga Ignasius. Aku bukan hanya miskin, tapi juga nggak bisa mendapatkan pekerjaan karena tekanan dari Keluarga Ignasius dan Keluarga Antoro. Kalau kalian nggak keberatan untuk menghidupiku, aku akan menerima kalian dengan senang hati."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status