Prak!Suara pintu yang didorong dengan keras membuat pria paruh baya yang sedang duduk di meja kerjanya terkejut. Kening Heru berkerut ketika melihat pelaku yang mendobrak pintu."Papi!" Alina menangis sambil berlari ke arah Heru."Ada apa, mengapa kamu menangis?" Tanya Heru yang memeluk putrinya. "Aku sudah ke kantor Sebastian. "Alina berusaha untuk berbicara. Dadanya terasa sesak dan juga sakit ketika mengingat seperti apa Sebastian memperlakukannya.Harga diri yang begitu tinggi, dengan enaknya diinjak-injak oleh bujang lapuk seperti Sebastian. "Apa yang terjadi, coba berbicara pelan-pelan nak, agar papi memahami permasalahan kamu." Heru mengusap punggung putrinya. "Papi, si perjaka tua itu menolakku. " Wajah Alina menegang ketika mengatakan kalimat yang begitu sangat memalukan dan menyakitkan hatinya. Wanita yang memiliki kepercayaan diri setinggi gunung Himalaya itu, merasakan hancur sehancurnya ketika cinta yang ditawarkannya untuk Sebastian ditolak dengan sangat kasar. "Di
Tak ingin terlihat gugup, Zia mengalihkan perhatian ke arah luar di mana gedung-gedung tinggi berada, juga kios-kios kecil yang terlihat sedang sibuk melayani pelanggan. Pikirannya benar-benar kalut.Apa tujuan Sebastian menikahinya? Apakah pria itu mencintainya? Pertanyaan yang sama selalu saja mantul-mantul di tempurung kepalanya.Tapi ya sudahlah, apapun yang akan terjadi nanti, Zia harus siap menghadapinya. Yang terpenting saat ini, adik-adik di panti asuhan dapat terselamatkan."Mas, Zia boleh berhenti di toko roti itu gak?" Zia menunjuk ke arah plang roti. "Mau makan roti?" Tanya Sebastian."Iya, adik-adik di panti sangat suka roti, Zia mau beli untuk mereka. Di panti juga ada 2 orang yang sedang berulang tahun hari ini," jelas ZIa."Oh ya, siapa?" Tanya Sebastian yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Zia."Noval berusia 4 tahun dan Aisah ulang tahun yang ke tujuh. Sebenernya Noval ulta Minggu kemarin. Dia minta beli kue dan tiup lilin. Tapi belum kesampaian." Bibir Zia me
Gadis yang awalnya sok jual mahal mendadak mengatakan cinta setelah diberi rumah mewah. Jelas saja membuat Sebastian curiga.Zia mengusap air matanya dan kemudian tersenyum manis."Tentu saja karena mas kasih mahar rumah mewah. Apa lagi kalau maharnya ditambah uang, beserta seperangkat perhiasan berlian. Pasti cinta Zia akan semakin bertambah hingga penuh dan melimpah." Gadis imut itu tersenyum manis memandang wajah calon suaminya yang sudah masam."Mulut mu ya Zia, kamu sungguh tidak berperasaan."Sebastian mendorong tubuh Zia hingga pelukan gadis itu terlepas."Ha... Ha... Mas, Zia hanya berkata jujur, sejujur-jujurnya. Zia cinta mas, pakai banget. Apa lagi kalau maharnya ditambah. Makan di rumah makan Padang aja boleh tambuh ciek. Masak mahar gak boleh tambuh ciek." Zia tersenyum usil menjahili calon suami tuanya."Kamu matre." Sebastian memukul sayang kening calon istrinya. "Is pelit." Zia mengusap keningnya yang tidak sakit.Sebastian membalikan tubuhnya dan berjalan meninggalk
Setelah melihat rumah Sebastian dan juga Zia langsung menuju ke panti asuhan. Lama tidak bertemu dengan adik-adiknya membuat dia begitu sangat merindukan saudara-saudar senasib dengannya. "Mas mobilnya kenapa lambat ya?" Zia memandang wajah Sebastian yang saat ini duduk di sampingnya. Pria itu tampak begitu posesif dengan terus menggenggam tangannya. "Jalannya macet jawab Sebastian Andaikan ada mobil yang bisa terbang pasti mah sudah beli kan Zia tersenyum memandang wajah sang taipan."Sudah pasti, melewati kemacetan seperti ini membuat saya tidak sabar. "Sebastian memandang wajah dia dengan sedikit tersenyum. Semenjak mengenal Zia, Sebastian merasakan hidupnya mulai berwarna. Seperti saat ini, ia merasakan jantungnya berdegup cepat. Rasa bahagia melihat senyum yang terukir di bibir kecilnya calon istri kecilnya. Dan pastinya ada hasrat ke lelaki yang ingin dia telusuri lebih dalam. "Pantas saja saya tidak menikah-menikah sampai usia 40 tahun." Sebastian memandang Zia."Kenapa?"
Ibu panti tampak gugup ketika Zia menanyakan Aisyah. Agar tidak ada yang berbicara, wanita itu mengancam dengan sorot matanya."Aisyah sudah tidur, kasihan kalau di bangunkan." Ibu panti bernama Rita itu tersenyum. Matanya dengan genit melirik ke arah Sebastian. "Silakan duduk mas." Dengan centilnya janda tua meminta agar Bastian duduk di sampingnya. Melihat sosok pria ganteng dan mapan, sudah pasti membuat jantung janda itu berdetak dengan cepat. Agar penampilannya semakin memikat, Rita sedikit menurunkan leher bajunya agar dadanya yang besar dapat terlihat menarik. "Saya duduk di sini saja," kata Sebastian yang memilih duduk di samping Zia dan juga anak-anak panti."Kalau saja Zia memberi tahu akan datang ke sini, pasti saya sudah siapin makanan enak untuk kita santap bersama." Dengan mulut manisnya wanita itu berkata sangat lembut. Kelembutan yang jauh berbeda ketika dia berhadapan dengan anak-anak asuhnya. "Tidak apa-apa kami sudah membawa makanan." Sebastian memerintahkan aga
Jika ibu panti itu tidak perempuan, bisa dipastikan Sebastian sudah menghantamkan tendangan di mulutnya.Begitu banyak dana yang diluncurkannya untuk memberikan bantuan ke panti asuhan ini, namun nyatanya anak-anak di sini diperlakukan dengan tidak semestinya."Saya memberikan dana bantuan ke panti asuhan ini sejak tahun 2006, uang yang saya donasikan di sini, perbulan 25 juta. Untuk panti asuhan ini, saya mengeluarkan anggaran 300 juta pertahun. Saya rasa dengan uang donasi yang perusahaan berikan, anak-anak panti di sini tidak akan kelaparan." Tatapan kelem Sebastian membuat nyali wanita itu menciut.Zia terdiam ketika mendengar penjelasan dari Sebastian. Pantas saja dulu mereka tidak pernah kekurangan, meskipun tinggal di panti asuhan."Jangan sok ngaku mas, emangnya mas itu siapa, bisa memberikan donasi sebesar itu. Di sini yang memberikan donasi besar perusahaan-perusahaan besar. Salah satunya JS Grup." Rita tersenyum. "Sebastian Alio, salah satu pemilik JS Grup." Sebastian ters
Zia merasa lega karena sudah membawa adik-adiknya keluar dari rumah panti yang sudah membesarkannya. Akan tetapi hati Gadis itu tetap tidak tenang. Karena mengingat kondisi Aisyah ketika dilarikan ke rumah sakit."Mas, gimana ya kabarnya Aisyah?" Tanya Zia. Ada rasa tidak enak karena terlalu merepotkan Sebastian. Namun saat ini hanya Sebastian yang benar-benar bisa menolong adik-adiknya."Jam 2 dini hari dokter akan melakukan operasi," kata Sebastian."Operasi apa mas?" tanya Zia."Dengan terpaksa satu kakinya harus diamputasi." Sebastian mengusap kepala Zia. Ia berharap Zia bisa kuat ketika mendengar berita ini.Deg!Mendengar kata amputasi, jantung Zia seakan lepas dari tempatnya. Apakah kondisi Aisyah separah itu?Aisyah masih sangat kecil, bahkan hari ini dia ulang tahun yang ke tujuh, namun mengapa harus mendapatkan kado yang begitu sangat buruk?"Zia gak mau jika Aisyah kehilangan kakinya. Aisyah sangat aktif, dia suka lari. Bagaimana jika kakinya sudah gak ada." Zia menangis ke
Zia memandang ke luar jendela, ternyata benar mereka sudah sampai di rumah baru miliknya. Wajar jika Zia belum terlalu hafal tempat dan rumah barunya. Karena Zia baru pertama kali ke rumah ini.Zia tersenyum ketika pintu mobilnya sudah dibuka oleh Sebastian."Ayo turun," Sebastian memegang tangan calon istrinya.Diperlakukan dengan sangat baik, tentu membuat Zia bahagia."Iya mas," jawab Zia kemudian keluar dari dalam mobil.Zia tersenyum memandang adik-adiknya yang keluar satu persatu dari dalam bus. "Kak Nila, ini rumah siapa? "Tanya salah seorang anak panti. "Ini rumah kakak, dan kalian bakal tinggal di sini." Zia berkata dengan penuh kebahagiaan dan juga semangat. "Kak Zia punya rumah semewah ini?" tanya Ilham. "Kakak juga baru punya, dibeliin sama mas Sebastian." Zia tersenyum memandang cat suaminya. "Om yang belikan kakak Zia rumah mewah seperti ini?" tanya anak panti yang lain dengan mulut terbuka lebar "Iya tapi ini rumah kakak kalian," jawab Sebastian. "Om baik sekali s