Share

Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius
Gadis Kriminal dan Tetangga Misterius
Author: Poppiya

1. Kembalinya Diri Ini

"Udah gue dapetin nomornya," kata seorang laki-laki seraya mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Harganya gimana? Berapa yang dia minta?"

"Dua ratus juta,"

Gadis bernama Chika itu terdiam dengan pipi yang menggembung, tangannya terlipat di depan dada ketika otaknya tengah bekerja. "Ibu itu cuma punya uang seratus delapan puluh lima juta," Chika menjeda ucapannya dan menatap Dimas. "Kalau begitu, gue bakal bilang seratus lima puluh juta," tambahnya.

"Gimana sama yang lima puluh jutanya lagi? Lo yang mau nambahin buat bantu ibu itu?" tanya Dimas yang tenggelam dalam kebingungan.

Kedua alis gadis itu tertekuk bersamaan usai mendengar pertanyaan Dimas. "Bantu? Kita penipu, Dim," jawab Chika disertai seringainya.

Dimas berkacak pinggang, tak tahu apa yang ingin dia katakan. Kedua bola matanya mengikuti pergerakan Chika yang berpindah tempat. Sungguh di luar kepalanya, jika Chika masih ingin melakukan kejahatan itu yang sempat mereka hentikan. Perlahan senyuman sungging Dimas tampak di wajahnya. Entahlah, dia rasa akan menyukai ide Chika ini.

"Terus, apa rencananya? Padahal, lo bisa nipu ibu itu tanpa nyari orang yang mau ngejual mobilnya,"

"Kalau lo mau tau, ikut gue ke tempat pelelangan mobil," tandasnya.

* * *

Di tempat yang cukup jauh, Chika dan Dimas duduk berdua seraya menunggu presensi yang menjadi sasarannya. Sampai detik ini, Chika juga masih belum memberi tahu Dimas tentang rencananya. Gadis itu bilang, dia ingin memberikan pertunjukkan yang menyenangkan untuk partnernya.

Chika menggigit kuku ibu jarinya disaat pandangannya masih terarah pada pintu masuk tempat pelelangan mobil ini. Sudah lama tidak melakukan hal semacam ini sedikit membuatnya gugup, namun juga menantikan kembalinya pekerjaan ini.

"Gimana kalau target lo itu seseorang yang pinter? Lo nggak takut ketahuan?" tanya Dimas.

"Kalau dia pinter, mana mungkin jadi target gue. Dia aja nggak tau cara pakai internet," balas gadis itu.

Keduanya kembali terdiam, dan hanya dalam hitungan detik wanita yang akan menjual mobilnya telah sampai ke tempat ini. Chika segera bangkit guna menghampiri wanita tersebut. Setidaknya, dalam penipuannya ini dia juga membantu pemilik mobil itu untuk menjual di tempat yang saat ini cukup ramai akan pengunjungnya. Sejemang merapikan penampilannya, lantas melangkahkan kedua tungkai untuk memulainya.

Dimas memperhatikan pergerakan Chika yang kini berjalan menjauh darinya. Gadis itu memiliki kepercayaan diri hampir seratus persen untuk berjumpa dengan sang pemilik mobil. Dia melewati banyak orang yang berdatangan, bersikap begitu anggun layaknya wanita karir.

"Selamat siang, ibu. Saya Widi yang beberapa hari lalu menghubungi ibu," kata Chika yang memulai percakapan seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan—bahkan, menggunakan nama samaran.

"Siang, Mbak Widi,"

Di sini, Chika akan bergerak seperti pembeli sungguhan, ia mendekati mobil tersebut guna memeriksa seluruh interior mobil dengan begitu lekat usai melakukan konversasi singkat. Dari dalam mobil, sekilas gadis itu melirik ke arah sang pemilik dengan senyuman miring, sebentar lagi Chika akan membuat pemilik mobil ini bertemu dengan wanita yang sedang mencari mobilnya.

Lantas setelah cukup lama memeriksa, akhirnya gadis itu keluar dan kembali bertemu dengan pemilik mobil. Ia mencoba untuk menawarkan harga yang lebih rendah dari permintaannya, sayangnya hal itu tak bisa terjadi.

"Beri saya waktu untuk menghubungi kakak saya terlebih dahulu. Saya perlu diskusi dengan dia," pinta Chika yang menjauh dari sana.

Langkah gadis itu kembali membawanya pada tempat di mana ia dan Dimas bersembunyi. Chika menyadari tatapan Dimas untuknya, hanya senyuman kecil yang bisa dia berikan. Waktunya tepat, selang beberapa menit gadis itu akhirnya mendapat telepon dari target utamanya. Dengan segera Chika menjawab panggilan tersebut.

"Halo, Mbak Putri, saya sudah berada di lokasi," kata targetnya.

"Halo, Ibu Agustina, saya sangat minta maaf karena mendadak saya ada keperluan. Tapi, saya sudah meminta sepupu saya yang menggantikannya. Akan saya kirim nomor polisi mobilnya," katanya yang menggunakan nama samaran lain.

Tepat setelah panggilan terputus, Dimas menoleh ke arah Chika dengan air muka yang terkejut. Dia pikir, dia tahu apa yang direncanakan Chika saat ini. Pun keduanya hanya memantau dari tempat ini, melihat target dan pemilik mobil itu bertemu.

Wanita bernama Agustina itu telah berhenti pada mobil yang ditawarkan padanya beberapa hari lalu. "Boleh saya lihat interiornya?" tanyanya dengan lugu sebelum berhasil mendapatkan izin.

Melihat keseluruhan mobil ini sudah sangat cukup membuatnya takjub, wajah polos dan senangnya juga telah muncul, menjadikan wanita tersebut ingin segera menyelesaikannya. Pun ia keluar dari mobil, mengambil ponselnya untuk menghubungi Chika kembali untuk melakukan pembayaran.

"Mbak Putri, saya sudah cukup puas dengan mobilnya. Bisa kita selesaikan transaksi? Akan saya transfer saat ini juga," kata wanita itu.

Di tempat persembunyiannya, Chika tersenyum lebar. "Tentu saja, Ibu, saya merasa sangat terhormat karena ibu telah mempercayai saya," balas Chika.

Panggilan itu terputus, Chika melihat targetnya yang telah berjalan menuju mesin ATM. Dia juga melihat saldonya dari ponsel. Kurang dari tiga menit, akhirnya seluruh uang telah masuk dalam rekeningnya. Gadis itu segera menghubungi Dimas untuk mengambil semua uang yang telah ditransfer. Dengan segera juga Chika menghancurkan kartu perdana yang ia gunakan untuk menipu.

Seraya menunggu Dimas, sebuah pemandangan mengejutkannya. Dia menggelengkan kepalanya, lantaran penipuannya ini juga membantu pemilik mobil yang asli itu menjual mobilnya. "Wah, gue nggak nyangka kalau hal ini bakal terjadi," katanya.

"Apa yang lo lihat?" tanya Dimas.

Chika menunjuk sebentar, lantas ia memutar tubuhnya dan melihat tas yang tampak penuh dengan uang. "Ayo pergi. Urusan kita udah selesai," ajak gadis itu.

Dia berjalan ke arah pintu keluar, namun mendadak langkahnya terhenti saat pandangannya terarah pada seseorang. Chika mengenalinya, seorang laki-laki bernama Dirga yang merupakan tetangga barunya. Bahkan, tetangganya itu juga sama mengenalnya. Pilihan terbaik saat ini adalah mengabaikannya, lantaran tak ingin Dirga mengetahui apa yang dia lakukan di sini.

Sembari berjalan, gadis itu terus menggunakan internet guna mencari banyak informasi yang dia butuhkan. Tentunya, semua informasi itu yang akan dia pakai hari ini. Semuanya adalah bagian dari rencana.

"Ayo, kita pergi ke sini,"

Gadis itu baru saja memasuki mobil Dimas dan langsung menunjukkan apa yang tertera pada layar ponselnya. Dan Dimas sendiri menunjukkan kebingungannya dengan ajakan Chika yang mendadak ini.

"Ke toko guci? Mau apa?" tanyanya.

"Ke sana aja dulu," jawab Chika tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

Tak bisa membantah, Dimas segera melakukan mobilnya menuju tempat yang diminta gadis itu. Walau tak mengetahui tujuannya, Dimas selalu menuruti apapun dan kemanapun perkataan Chika. Pasalnya, selama mengenal dia, Dimas tak merasa sedikitpun dirugikan oleh gadis itu. Entah jam berapapun Chika menghubunginya, Dimas selalu menjawab panggilan gadis itu.

Cukup lama mereka dalam perjalanan, akhirnya mobil tersebut tiba di tempat tujuan. Chika memimpin mencari lokasi yang dia temui dari internet. Dia memasuki sebuah toko dan mendapati banyak guci di kanan dan kirinya. Namun, dirinya tetap menemui pemilik toko tersebut sebelum mendapati satu guci pilihannya.

"Apa saya bisa pesan guci yang seperti ini?" tanya Chika seraya menunjukkan foto dari ponselnya.

Wanita yang sedang berhadapan dengannya itu menatap Chika dengan raut wajah penuh kegetiran. Dia sampai menggigit bibir bawahnya usai melihat bentuk guci yang diinginkan oleh gadis itu. "Tapi.."

"Saya bayar berapapun harganya,"

Dengan banyak pertimbangan dan perbincangan antara mereka, pemilik toko tersebut menyetujuinya. Dia berani menerima permintaan Chika, lantaran mendapatkan tawaran bayaran yang diluar ekspektasi.

"Kabari saya kalau barangnya sudah ada," pungkas gadis itu sebelum berjalan keluar.

Membuntuti Chika dari belakang, Dimas masih belum menangkap tujuan Chika datang ke toko guci tersebut. Bahkan, sampai keduanya kembali ke dalam mobil, Chika masih bungkam, tak terlihat adanya niatan untuk menjelaskan.

Diliriknya Chika yang menatap keluar jendela tanpa suara apapun. Dimas menarik nafasnya panjang, sebelum melontarkan pertanyaan. "Lo udah makan?"

"Pertanyaan bagus," katanya usai menjentikkan jari.

Dimas tak bisa menyembunyikan senyumannya, dia puas dengan jawaban gadis itu—sesuai dengan yang dia harapkan.

Lantas Dimas melajukan mobil meninggalkan lokasi. Melihat waktu yang semakin sore, laki-laki itu mengajak Chika untuk memilih tempat untuk mereka mengisi perut.

"Mau pilih tempat makan di mana?" tanya Dimas.

"Mana aja juga nggak masalah,"

Hingga akhirnya Dimas membawa ke sebuah kafe saat dalam perjalanan pulang. Di tempat ini, rasa penasarannya kembali muncul dengan tujuan Chika mendatangi tempat itu. Dan satu tarikan nafas panjang, membuat Dimas menoleh ke Chika.

"Ayu Santika, empat puluh lima tahun, bekerja sebagai direktur utama perusahaan panganan," jeda Chika saat menjelaskan data diri targetnya. "Dia kolektor guci antik. Bukan cuma sebagai barang koleksi, tapi juga investasi. Jadi, gue manfaatin guci itu sebagai objeknya," jelas Chika—seakan mengetahui jika temannya itu penasaran.

Dimas sampai tak bisa berkata-kata, sedikit mengerti apa yang dijelaskan Chika. Laki-laki itu memandang gadis di depannya, begitu kagum dengan ide yang keluar dari kepala kecilnya.

Sampai petang hari tiba, Chika baru saja diturunkan di jarak beberapa meter dari rumahnya. Dia melangkah memasuki pelataran rumah, namun ekor matanya menangkap presensi lain yang secara mendadak bangun dari duduknya.

"Gue penasaran," kata Dirga tiba-tiba.

Chika tak menimpalinya, dia hanya mengerutkan dahi saat mendengar kalimat Dirga itu.

"Ayu Santika yang kerja di perusahaan panganan. Sekaya apa dia? Sampai anak kecil jadiin dia sebagai targetnya," kata Dirga lagi.

Baiklah, Chika menyadari dirinya tertangkap basah, walau entah bagaimana Dirga mengetahuinya. Maniknya juga bergerak ke lain arah guna memastikan keadaan sekitar.

"Apa mau lo?" tanya Chika.

Dirga melipat kedua tangannya di depan dada, wajah tersenyumnya terlihat jelas."Kasih gue penawaran terbaik," katanya. Dia terdiam sejenak, memperhatikan Chika yang menekuk kedua alisnya. "Kayak lo ngasih penawaran terbaik ke korban lo," imbuhnya.

"Nggak ada yang bener-bener gue lakuin ke mereka,"

"Ya kalau gitu, lo harus lakuin buat gue," timpal Dirga.

Gadis tersebut mendengus sebelum terkekeh, seakan-akan Dirga adalah sosok yang harus dia puja. Dirinya tak akan pernah mau memberikan penawaran terbaik pada tetangganya itu. Dia melambaikan tangan sebagai tanda penolakan, enggan untuk melakukan hal itu hanya untuk menutup mulut.

"Satu permintaan. Apa aja," katanya dengan cepat.

"Satu? Rahasia lo bukan rahasia kecil," Dirga tak terima hanya diberikan satu permintaan. "Lima permintaan, gimana?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status