"Itu ide bagus sayang. Ajak dia tinggal di rumah ini," jawab Bram."Yang benar Pah?" "Iya sayang," jawab Bram."Terima kasih Pah." Amel tersenyum bahagia.Setelah satu tahun terikat kontrak sebagai asisten rumah tangga, akhirnya Tia bisa bebas. Satu tahun yang lalu Tia menyodorkan dirinya sebagai asisten rumah tangga, untuk melunasi utang biaya pengobatan Ibunya. Dimana saat itu Amel pertama kalinya melarikan diri dari Bram, sehingga mereka tidak memiliki uang dan harus meminjam.Setelah Amel kembali kepada Bram, mereka sudah pernah berniat untuk mengeluarkan Tia dari sana dengan cara melunasi semua hutangnya. Tetapi ditolak, karena sang pemilik uang sedang membutuhkan asisten untuk merawat Ibunya yang sedang sakit.Akhirnya Tia pasrah menjalani sesuatu kontrak yang sudah ditandatangani. Bahkan wanita cantik itu tidak melihat Ibunya untuk yang terakhir kalinya, karena sang majikan tidak memberitahunya.Amel bergegas ke kamar, ia meraih ponsel dari atas meja rias lalu menghubungi adik
Amel baru saja menjatuhkan bokongnya di atas kursi, tiba-tiba terdengar suara alunan musik dari pintu. Seorang pria berkemeja hitam memainkan biola, saat itu juga Bram meraih setangkai bunga mawar dari atas meja, ia berlutut tepat di hadapan Amel. "Aku mencintaimu Amel Rahayu, sudi kah engkau hidup selamanya denganku?" ucap Bram sambil menyodorkan bunga kepada istrinya.Amel tersenyum sambil menutup mulut dengan tangan, matanya berkaca-kaca karena terharu mendapat surprise dari Bram. Sungguh Amel tidak menyangka Bram adalah pria romantis, ini kedua kalinya pria tampan itu memberinya kejutan.Amel bangkit dari kursi, jari lentiknya meraih bunga dari tangan Bram."Aku juga sangat mencintaimu Bram Pratama Wijaya, aku berjanji akan selalu ada untukmu dan putra kita. Baik itu dalam suka maupun duka, cintaku hanyalah untukmu seorang. Kamulah yang pertama, dan kamulah yang terakhir dalam hidupku." Amel mengatakan itu sambil meneteskan air mata.Bram bangkit dari lantai, dipeluknya Amel den
Kata-kata Tania yang begitu meyakinkan membuat Amel percaya. Sehingga wanita cantik itu memberikan kartu kreditnya kepada Tania."Oh iya, password-nya," ucap Tania."Ya ampun aku lupa," sahut Amel setelah menyadarinya, "Sebentar, aku hubungi Papah dulu," lanjutnya sambil meraih ponsel dari meja."Tunggu sebentar Mel." Tania menghentikan Amel, "Jika Bram bertanya, jangan katakan aku yang menggunakan kartu kreditnya," lanjutnya."Kenapa?" tanya Amel dengan polosnya."Bram tidak akan mengizinkannya.""Tapi aku harus jujur Tania, aku enggak mungkin berbohong," protes Amel."Tolong Amel, untuk saat ini kamu menyembunyikannya dari Bram. Karena bagaimanapun Bram tidak akan percaya aku menggunakan kartu kreditmu untuk hal yang positif. Padahal aku benar-benar ingin berubah dan fokus berbisnis." Mohon Tania."Baiklah." Amel segera menghubungi Bram.Baru satu kali berdering, tiba-tiba terdengar suara bariton dari seberang sana, "Iya sayang, apa kamu merindukanku?" goda Bram.Amel tersenyum men
Sepanjang malam Amel tidak bisa tidur, walupun ada Mbok Inem menemaninya di sana. Wanita itu dengan rasa tidak sabar menunggu matahari segera terbit.Bibirnya tersenyum setelah melihat benda bulat yang terletak di atas meja kecil di samping tempat tidur, menuju angka enam. Bahkan suasana di luar sana sudah terlihat terang."Mbok, nanti temani aku ke stasiun ya," ucap Amel."Baik Nyonya," sahut Mbok Inem yang sedang 000⁰000⁰0merapikan tempat tidur."Setelah ini Mbok siap-siap, soalnya Tia sudah hampir sampai. Kasihan dia kalau terlalu lama menunggu." Amel kembali membuka mulut."Siap Nyonya."Sebelum Mbok Inem ke luar dari sana, Amel terlebih dahulu membersihkan tubuhnya ke kamar mandi. Ia tidak percaya meninggalkan putranya sendirian di kamar.Tepat pukul 8 pagi mereka sudah meninggalkan kediaman Wijaya menuju stasiun. Setibanya di sana, Tia sudah menunggu mereka."Kakak," panggil Tia yang langsung memeluk kakaknya."Aku sangat merindukanmu," ucap Amel."Aku juga sangat merindukan Kak
Tiga hari telah berlalu, pagi ini senyuman manis terukir indah di wajah Amel. Ia membersihkan tubuh ke kamar mandi, lalu mengenakan gaun fit body serta memoles wajahnya dengan riasan tipis.Tadinya Amel berniat untuk menyambut Bram di teras, tetapi karena terlalu sibuk mempercantik diri! Akhirnya Bram yang menunggunya sampai selesai dandan.Pria tampan itu sudah 10 menit berdiri di pintu kamar, ia tersenyum melihat Amel yang beberapa kali mengganti lipstik. "Itu sudah bagus kok," ucap Bram dari pintu."Tapi Papah gak suka warna merah, Papah lebih suka warna pink muda," jawab Amel tanpa menyadari siapa lawan bicaranya."Aku suka kok."Amel menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengoles lipstik. Kepalanya berputar ke arah datangnya suara.Bibirnya terangkat karena senyum, "Papah," ucapnya sambil berlari mengejar Bram yang juga melangkah ke arahnya.Keduanya berpelukan melepas rindu yang terpendam selama 3 hari ini. Walupun hanya berpisah tiga hari! Tetapi bagi keduanya sudah sep
Tanpa menjawab, Tania menaruh yang ia bawa di atas meja, tepat di hadapan Bram."Apa ini?" tanya Bram."Ini perhiasan, aku ingin mengembalikannya padamu," jawab Tania dengan wajah serius.Bram terdiam sesaat, ia menatap kotak kecil yang ada di hadapannya, lalu beralih menatap Tania."Perhiasan apa?" Bram kembali bertanya."Hem." Tania berdehem sebelum membuka mulut, "Amel memberikan perhiasan ini kepadaku 3 hari yang lalu," ucapnya."Amel? Untuk apa dia memberikannya kepadamu?" Tentu Bram bertanya! Sebaik itukah istrinya! Sampai memberikan perhiasan dengan harga fantastis kepada orang yang sudah memisahkannya dari kedua orang tuanya. Siapapun tidak akan percaya hal ini, begitu juga dengan Bram. "Aku tidak tahu kenapa Amel memberikannya kepadaku. Dia hanya mengatakan, akan memberikan lebih dari ini." Bram semakin bingung mendengar jawaban Tania. Ia meraih kotak perhiasan dari atas meja, bangkit dari sofa lalu pergi tanpa bicara. Sementara Tania hanya dia di tempat, bibirnya terangka
Tania mondar-mandir di dalam kamar, ia kesal karena rencananya gagal. Jika ia tahu Bram tidak akan terhasut! Tania tidak akan mengembalikan perhiasan itu kepada Bram.Perhiasan seharga satu milliar lepas begitu saja, padahal ia sudah bersusah payah membujuk Amel untuk mendapatkannya.Sedangkan di tempat lain, Bryan sedang duduk sambil menikmati minuman dingin bersama Rico, di kafe favorit mereka."Ri, teman kamu sudah sampai di mana?" tanya Bryan yang sudah bosan menunggu sejak tadi."Lagi di jalan Yan, tunggu sebentar lagi ya?" bujuk Rico."Dari tadi di jalan terus, apa dia jalan kaki?" Bryan benar-benar kesal.Sudah satu jam mereka menunggu di sana, bahkan kedua pria tampan itu sudah menghabiskan 2 gelas minuman dingin. Namun wanita yang mereka tunggu belum juga muncul."Sebentar lagi pasti sampai kok, tenang saja waktumu tidak akan terbuang sia-sia."Rico baru saja selesai bicara, tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk dari wanita yang mereka tunggu sejak tadi.[Kakak di
"Mama juga berpikir seperti itu," timpal Tania dengan wajah serius, "Atau sebaiknya kita bawa Amel ke Dokter psikiater?" lanjutnya bertanya."Nanti kita bicarakan ini dengan Papah." Tentu Bryan tidak berani membawa Amel tanpa izin dari Ayahnya.Tania dan Bryan kembali masuk ke dalam kamar, Tania duduk di ranjang untuk menemani Amel. Sedangkan Bryan melangkah menuju balkon, setibanya di sana matanya langsung tertuju ke sebuah benda yang terletak di lantai. Bryan menunduk untuk meraihnya dari sana, "Anting siapa ini? Apa ini milik Amel." Bryan bicara kepada dirinya sendiri.Ia memasukkan anting itu ke dalam saku celananya, lalu masuk ke dalam kamar. Bryan yang penasaran dengan pemilik benda kecil itu, lantas melangkah menuju tempat tidur.Bibirnya berbicara dengan Tania, tetapi matanya memperhatikan telinga Amel yang terbaring di atas ranjang. Tetapi Amel sama sekali tidak memakai anting-anting, telinga wanita cantik itu terlihat polos tanpa perhiasan.Bryan yang masih penasaran, te