Zeva menggeleng, terlihat tidak nyaman di tempatnya. Zeva rasanya campur aduk. Senang, rindu, takut dan sedih menjadi satu.
"Ayo, ada aku." Zein mengusap jemari Zeva yang ada di genggamannya.
Kedua mata Zeva mulai basah, bibirnya bergetar saking tidak sanggupnya menahan semua rasa di dadanya.
Hampir satu tahun dia jauh dari Lamita.
"Kenapa?" Zein dengan sabar membujuk Zeva agar mau turun dari mobil.
"Bunda masih marah ga ya?" suara Zeva bergetar dengan air mata lolos.
***
Zeva menatap nanar Lamita yang sama kacaunya, kedua mata mereka sama basah.
Semarah apapun, seorang ibu pasti akan luluh dan kalah saat rindu tidak bisa di bendung lagi.
Hanya Zein yang di omeli atasan terus tersenyum cerah seperti orang yang di mabuk kasmaran. Telinganya seolah tuli dari amukan atasannya. Bang Jack menyenggol Zein, menyadarkan artisnya itu agar pikirannya berada di tempatnya, tidak berkelana ke tempat lain. Zein melunturkan senyumnya, mengerjap sekali lalu melirik bang Jack sekilas sebelum menatap atasannya yang mukanya sudah semerah tomat saking emosi. "Kamu sedang naik daun! Dengan gegabah memutuskan menikah tanpa melibatkan kami sebagai rumah produksi yang melahirkan kamu!" bentak si atasan dengan menunjuk Zein di sebrangnya—penuh emosi. Suara ponsel berdering terus menemani perbincangan mereka, membuat si atasan semakin merasakan kepalanya pecah rasanya. Sudah pasti yang menelpon itu investor yang mendanai film Zein yang pastinya gagal produksi itu. "Film di tahan bahkan bisa batal ta
Bang Jack membantu Zein yang akan pergi pemotretan dan pengambilan video untuk iklan minuman yang sudah terlanjur mengkontraknya. Tadinya Zein ingin membatalkan namun kata bang Jack lebih baik lanjut karena perusahaan itu tidak keberatan soal skandal yang menimpa Zein. "Cuma 6 menit, durasi yang singkat. Sayang sama uang kamu walau uang kamu ga akan habis." kata Jack seraya merapihkan tas Zein. "Kalau gitu ajak Zeva boleh? Biar pulang langsung jalan." Jack menggeleng tegas."Ga bisa, Zeva masih jadi inceran. Kasihan dia, Zein." balasnya. Zein menekuk wajahnya, tidak bisa menyangkal ucapan Jack yang benar adanya. "Tuan Zein—" panggil Jackson yang mengundang Jack untuk menoleh juga."nyonya Zeva menangis di belakang dan menyuruh saya untuk memang—" Zein lebih dulu membawa langkahnya ke taman belakang di banding mendengarkan penjelasan pengawal
Jalan - jalan kilat pun berakhir dengan Zeva yang asyik dengan benih - benih bunga yang di belinya. Membiarkan Jackson menanamnya karena tukang kebun tak kunjung datang. Jackson terlihat menggali dengan air wajah tidak yakin, dia sudah beberapa kali menolak untuk menanam benih itu namun Zeva keukeuh agar dirinya yang menanam benih itu. Demi apapun, Jackson belum pernah menanam bunga. Semoga saja semua benihnya tumbuh dengan baik. Harapnya masih dengan tidak yakin. "Sayang, ayo masuk." Zein bersuara di ambang pintu. Zeva yang sedang berjongkok menoleh lalu mengangguk dengan patuhnya."Beresin ya, Jackson. Maaf ngerepotin sama ga bisa terus nemenin." sesalnya dengan lugu. Jackson terkekeh dalam hati, dia itu pegawainya. Kenapa Zeva tidak sadar soal itu dan berperan seperti teman saja. Mungkin karena terlalu baik pikir Jackson. "Tidak apa - apa
Ngidam, satu kata yang membuat Zein mengacak rambutnya frustasi. Zeva sungguh menyebalkan saat ini, permintaannya membuatnya gila. "Sekali aja, pake." Zeva mengembungkan pipinya yang semakin berisi itu. "Aku laki - laki, cowok, pria, Zeva sayang." Zein tersenyum paksa dengan menahan geraman marah. "Cuma merah sebentar, masih ga mau?" tatapannya menatap Zein dengan lucunya. Sontak Zein tidak berkutik, sialan memang wajah Zeva yang menggemaskan itu. "Jangan tebel - tebel." Zein pun pasrah, melirik sekitarnya yang cukup ramai. "Yeay!" Zeva dengan semangat menempelkan lipstik merah itu pada bibir Zein yang tebal nan seksi itu. Zein menatap wajah cerah Zeva dengan tatapan yang kian melembut, istrinya begitu bahagia hanya karena tindakan kecil itu. Harusnya Zein tidak menolak dari awal. "Woah!" Zeva menutup mu
Razelia Amora Rulzain, gadis yang kini memasuki usia 18 tahun, semester akhir di SMA Gelora. Nama panggilannya, Amor atau Amora.Gadis penyuka lagu dangdut itu kini terlihat asyik dengan cemilan dalam bungkus besar di gendongannya. Langkahnya terus terayun santai melewati rumah - rumah tetangga yang tidak jauh dari rumahnya.Amora melirik segerombolan laki - laki yang tengah bercanda tawa, di salah satu rumah yang di lewatinya itu. Kepalanya menggeleng samar, mulutnya mengunyah santai."Mereka engga ada kapok - kapoknya, udah di grebeg, udah di usir halus sama warga sini, masih aja nongkrong dan minum - minum.." gumamnya dengan memelankan langkahnya, Amora penasaran dengan pemilik rumah itu.Katanya, tampan melebihi Aliando pada masanya.Amora menahan nafas, matanya
Brian memijat pelipisnya, semua yang di jelaskan Junior membuatnya keleyengan. Musuhnya harus menikah dengan kembarannya? Takdir macam apa ini, menggelikan!"Pacar lo ga salah di sini_" Junior menghela nafas kasar."warga di sana aja yang ga ada kerjaan, nyudutin gue di saat paca_""Dia kembaran gue, pacar gue dia!" tunjuk Brian pada Biya dengan ogah - ogahan. Brian sungguh malas bersinggungan dengan Junior.Junior mengerjap, kembaran?"Jadi gimana, Bri? Hiks__" Amora mendekat, memeluk Brian lagi. Mencoba mencari perlindungan."takut, di seret tadi hiks.."Junior menunduk, menghela nafas berat. Junior merasakan berat di kepalanya karena terlalu banyak pik
Amora mengaduk teh manis dengan es batu itu dengan malas. Wajahnya masih terlihat mendung."Mana musik dangdutnya, mor?" tanya Ayu, teman sekelasnya.Amora mendesah pelan."Ha~ ga mood, lain kali_" balasnya tidak bertenaga."Ah ga asyik, kita biasanya paling heboh kalau di kantin.." Ilham berseru kecewa.Amora menghela nafas lelah, tidak bisa berbuat apa - apa selain murung. Untuk berjoget atau bernyanyi dangdut tidak ada gairah."Berat banget ya hidup_" Amor kembali menghela nafas lelah.Ilham memicingkan matanya."Lo kok jadi Dilan?" tanyanya.
Junior mengabaikan kericuhan disekitarnya. Tatapannya menatap ke arah meja di mana Amora selalu membuat kehebohan di kantin itu.Junior jadi tidak memiliki hiburan semenjak dia terlibat dengan istrinya itu. Amora seolah berubah, mengikuti statusnya yang berubah."Biduan kita kemana?" Jidan mengedarkan matanya ke arah meja yang berada di barat dan pojok itu."kok meja sana jadi sepi? Cuma ada si banci Surya.." lanjutnya."Dia sakit__" Junior meraih satu bungkus cemilan itu dengan acuh tak acuh."gue gem_" pur sampe tengah malem. Hampir saja, Junior kelepasan."Ha? Apa? Lo tahu dari mana?" Hendry berseru heran di samping Junior yang mulai kembali bisu."Jun, lo deke