Share

Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan
Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan
Penulis: SyasaRanni

(1) Kesepakatan [Revisi]

Gedung besar dan tinggi di pusat kota terlihat begitu gagah dan berani, seolah saling beradu untuk segera mencakar langit dan menguasai permukaan. Banyaknya gedung hebat pasti tidak terlepas dari aktivitas manusia di dalamnya, begitu pula dengan kehidupan pusat kota yang tidak terlepas dari hiruk-pikuk para pekerja, yang berlomba untuk saling memenuhi kehidupan masing-masing.

Ego, nafsu, amarah, keinginan, dan kebutuhan bersatu dalam tujuan hidup setiap insan di muka bumi. Sama halnya dengan dua insan muda yang kini saling bertukar tatap, ekspresi datar dan raut wajah serius cukup menggambarkan situasi di antara keduanya.

"Jadi gimana?" tanya seorang wanita memainkan jemarinya di atas meja, sedikit menenangkan diri dengan segala perkiraan yang tidak menakjubkan baginya.

Semakin membisu pria di hadapan wanita cantik berambut hitam lebat itu, terkejut dirinya, tidak menyangka dalam pikiran, dan tidak terduga dalam benak akan diajak menikah oleh seorang wanita, hanya karena dirinya curhat. Siapa yang akan menduga itu?

"Shh ... hm," desis pria bernama Kalil Nayaka kemudian berdeham singkat, sedikit menakutkan untuk langkah awal dari rencana yang baru dimulai baginya.

"Kalau enggak mau ya sudah," ketus wanita cantik bersetelan formal, mengambil gelas kopinya lalu beranjak dari kursi, "kelamaan berpikir membuatmu membuang waktu," lanjutnya bergerutu hendak meninggalkan meja bundar di taman kantor.

"Bentar!" tukas pria berkulit cokelat yang biasa disapa Kal itu spontan mencekal tangan lawan bicaranya, "oke sepakat," pungkasnya setelah melepas tangan wanita yang tidak sengaja ia pegang.

Menoleh wanita yang berprofesi sebagai Kepala Humas di PT. Awan Buana, "oke, dibahas lagi nanti sepulang kerja di parkiran bawah tanah. Sudah waktunya balik kerja," ujar wanita itu acuh tak acuh, dan melanjutkan langkahnya untuk kembali ke dalam kantor, meninggalkan Kal yang hanya terdiam dengan mata mengerjap.

Untuk ke sekian kalinya bagi Kal, pikirannya setuju bahwa si Kepala Humas bernama Kirana Zendaya itu wanita yang unik, menantang, dan menarik. Tersenyum simpul ia sambil beranjak dari kursinya, dan bergegas kembali ke dalam kantor.

Senyum sumringah terus Kal ukir pada setiap langkah, wajah tampan dan sifat terbuka tentu membuat banyak wanita tertarik dengannya. Senyum yang terukir itu seringkali mendapat balasan dari wanita yang bertemu tatap, meski Kal tahu bahwa beberapa wanita itu terlalu percaya diri, namun bagi Kal itu tidak penting untuk dipermasalahkan, sebab kesenangan masing-masing individu jelas berbeda.

***

Waktu terus berputar, sampai hari menjelang malam dengan warna jingga di langit telah mengukir bersama keindahan. Seindah suasana hati seorang pria berbadan atletis yang sedang menuruni undakan anak tangga menuju parkiran bawah tanah.

"Lama," ketus wanita cantik membuat langkah Kal sontak terhenti, dengan wajah masam dan mulut mengecap, jelas terpaksa pria itu tersenyum kecil sebagai tanda damai.

Ia tahu, wanita yang sedang didekatinya, wanita yang mengajaknya menikah, dan wanita bernama Kirana Zendaya itu sangat membuat jarak dengan siapapun, hampir tidak tersentuh, dan memiliki jiwa profesional yang tinggi. Hidupnya sangat kaku, itulah yang Kal pikirkan saat mendengar desas-desus tentang seorang Kirana.

"Jadi apa saja kesepakatannya? Biar aku buat dokumen, besok sore sepulang kerja kita ke notaris buat urus perjanjian pra-nikah," pungkas wanita yang akrab disapa Rana, wanita cantik berusia dua puluh lima tahun dengan pemikiran idealis yang banyak tidak disukai orang.

"Tapi gue punya pacar," ucap Kal sambil mengikuti langkah Rana menuju mobil berwarna merah.

"Putus saja," jawab Rana seraya membuka pintu mobil dan melempar tas kerjanya ke jok tengah.

"Buset, enteng banget bacot lo." Spontan Kal berucap, "gimana caranya gue bilang ke pacar gue? Aneh saja lo jadi cewek, kagak ada jaga perasaannya banget ke sesama cewek."

Bersedekap dada Rana dengan senyuman kecut dan alis kanan terangkat, "terus aku harus jaga perasaan siapa? Pacarmu? Kenal saja enggak," sahut Rana terkekeh rendah.

Sahutan yang membuat Kal sontak membisu dengan mulut sedikit terbuka, sangat tidak menyangka Kal akan berjumpa dengan wanita yang tidak memikirkan sesamanya, "ya sudah urus saja pacarmu dulu, terus hubungi aku kalau sudah selesai. Biar kita bahas lag ...."

"Enggak!" seru Kal cepat memotong ujaran Rana, "gue janji bakal selesaikan dia malam ini, tapi kita bahas kesepakatannya sekarang," lanjutnya membuat Rana merengutkan bibir sejenak.

"Oke. Aku sederhana saja sih, hubungan ini enggak ada seks, tidak ada kewajiban memberi nafkah, tidak ada hak menerima nafkah, jangan ganggu ketenangan hidupku, jangan merusak nama baik keluarga besarku, jangan melebihi batas privasi, dan batas privasi itu selayaknya teman biasa," papar Rana menyebutkan kesepakatan yang ia inginkan.

Pembicaraan serius yang ternyata tidak terasa seperti suatu keseriusan, "oke, untuk gue juga sederhana. Lo cukup jangan ganggu urusan gue, jangan usik pertemanan gue, dan saling membantu sebagaimana manusia," jawab Kal mengikuti gaya Rana dalam menyebutkan kesepakatan yang akan dimulai sejak akad pernikahan disahkan.

"Yakin?" tukas Rana bersandar di badan mobilnya dengan kedua tangan tetap bersedekap, "gue bikin malam ini juga," lanjutnya membuat Kal mengangguk.

"Ya," jawab Kal singkat, dalam pikirnya hanya ingin terlihat sebagaimana laki-laki, walau dada ini berdegup kencang dan merasa serba salah untuk berhadapan dengan Rana.

"Oke," pungkas si Kepala Humas itu kemudian masuk ke dalam mobilnya, dan membunyikan klakson singkat sebelum melajukan kendaraan roda empat, meninggalkan Kal yang sontak menghela napas.

"Gimana cara itu orang bisa hidup?" gumam Kal bergegas ke tangga darurat parkiran bawah tanah yang mengarah langsung keluar gedung, sebab mobilnya terparkir di area belakang gedung.

Langkah santai cenderung cepat khas laki-laki membawa Kal keluar dari parkiran bawah tanah, tangannya bergerak mengambil ponsel di saku celana dan menekan satu kontak untuk dihubungi, "gue sudah hampir berhasil, jadi lo siapkan hadiahnya."

Belum terdengar jawaban dari sosok yang dihubunginya, tanda merah pada layar ponsel sudah ditekan dengan wajah lelah, "coba saja kamu enggak begitu, Fa," lirihnya seorang diri seraya menatap kosong parkiran di belakang gedung, tepat sebelum Kal menghela napas singkat lalu bergegas masuk ke dalam mobil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status