Share

(4) "Dia mau apa?" [Revisi]

"Argh!" erang seorang wanita sambil memegang keningnya, sementara tangan lain memegang ponsel yang sedang menunggu sambungan telepon, "angkat dong, aku mau berangkat kerja," keluhnya seorang diri.

Waktu sudah menunjukkan angka 06.33, kegelisahan dan kepanikan benar-benar membuat kakinya tidak berhenti melangkah. Bolak-balik ke teras dan ruang utama rumah, berharap tipis pada seseorang yang ditunggunya untuk segera pulang.

Sampai sambungan telepon pun terjawab, "halo." Suara parau terdengar jelas di telinga wanita bersetelan formal, napas teratur dengan dengkuran tipis amat sangat mengganggu indra pendengarannya.

Tidak banyak kata lagi, wanita yang akrab disapa Rana itu mematikan sambungan telepon dan beralih ke kontak yang dapat ia hubungi. Jessica Danti, sang kakak yang tidak bekerja namun memiliki satu kendaraan yang jarang digunakan.

"Halo, Kak. Bisa jemput aku sekarang, enggak? Aku sudah terlambat banget, mobil dibawa Kal enggak tahu kemana," ujar Rana cepat tanpa menunggu jawaban dari kakaknya.

"Sekarang banget? Macet kalau dari rumahku ke rumahmu, kamu masuk jam berapa?" Terdengar suara wanita yang biasa disebut Jess itu, "kemana lagi pengangguran satu itu, sudah tahu hidup jadi beban ya jangan tambah beban orang gitu loh," lanjutnya berkomentar.

"Jam setengah delapan mau ada rapat antar divisi, bicarakan rencanaku tentang konflik perusahaan," jawab wanita karir itu pada sang kakak yang sontak berdesis.

"Kalau gitu aku enggak bisa, Cantik. Waktunya bakal terkuras di macet doang, ini jam berangkat kerja loh," sahut Jess membuat Rana menghela napas kasar, "coba pesan ojek daring, yang motor ya biar bisa satset."

"Hm," deham Rana singkat namun enggan untuk mematikan teleponnya, "habis rapat aku mau ke salah satu aula masyarakat, sosialisasikan produk yang lagi dapat isu buruk. Masa aku harus bolak-balik naik ojek, kak."

"Untuk opsi itu aku bisa usahakan antar-jemput kamu. Yang penting sekarang kamu pesan ojek dulu, terus berangkat," tukas Jess menenangkan dan memberi solusi pada adiknya, sang adik yang selalu tertutup dan enggan bersosialisasi, sang adik yang dengan konyolnya mengambil kuliah dan memilih profesi yang berhubungan dengan sosial, dan sang adik yang selalu mudah dilanda kepanikan jika sudah menyangkut waktu.

"Iya," jawab Rana singkat lalu mematikan sambungan ponsel, mengikuti saran sang kakak dan bersiap untuk dijemput oleh ojek pesanannya.

***

Waktu berputar sebagaimana harusnya, namun bagi sebagian orang terasa berputar begitu cepat dan sebagian lainnya terasa begitu lambat. Permainan pikiran yang dipengaruhi perasaan, membuat semua seolah berbeda meski yang terjadi cenderung sama atau mungkin membosankan.

"Ah ...," desah panjang seorang wanita setelah menutup pintu mobil berwarna biru, bersandar seutuhnya pada jok mobil yang langsung diubah posisinya, "capek banget hari ini, Kak."

"Ya namanya juga kerja yang enggak sesuai karaktermu," ucap wanita berambut cokelat itu menyambut keluhan sang adik, "lagi pula aku masih enggak paham sama cara berpikirmu, kamu paling malas berurusan sama banyak orang, tapi malah ambil pendidikan dan pilih pekerjaan yang melibatkan banyak orang."

"Aku pikir yang melibatkan banyak orang akan menghasilkan banyak uang. Benar sih, tapi juga menghasilkan banyak beban pikiran," ujar sang kepala humas di suatu perusahaan, "apalagi sejak menikah, tepatnya sejak Kal dipecat. Ah, enggak karuan," lanjutnya merengutkan bibir.

"Paksa dia buat cari kerja lagi, mau sampai kapan kamu menopang hidupnya? Aku belum bisa punya anak dalam waktu dekat loh, Mas Tomi lagi keluar kota buat dinas," tutur Jess membuat sang adik sontak duduk tegak dan menoleh ke arahnya, "aku serius, katanya mungkin sekitar tiga sampai enam bulan."

Melenguh pasrah Rana lalu kembali menyandarkan dirinya ke jok mobil yang sudah diposisikan itu, bibir merengut dengan mata terpejam dan raut wajah yang masam cukup menggambarkan suasana hatinya, "bisa-bisanya juga kamu nikah cuma buat puaskan hasrat ayah-bunda sampai aku punya anak, nikah itu sekali seumur hidup loh, Ran."

"Tahu kok, dan aku lakukan ini juga cuma sekali. Setelah kakak punya anak, aku cerai, terus balik fokus ke karirku," ujar Rana dengan santai menyahut.

"Kamu enggak ada cinta atau kesandung rasa penasaran gitu ke Kal?" tanya Jess menghasilkan decih dari saudari kandungnya itu, decihan yang cukup menggambarkan jawaban Rana meski tanpa kata dan tanpa banyak bahasa tubuh, "jangan terlalu berjiwa independen, Ran. Tuhan menciptakan dua gender dengan masing-masing kelemahannya, untuk saling melengkapi."

"Jangan terlalu berpikir lurus, Kak. Tuhan juga melengkapi manusia dengan akal sampai ada sistem jual-beli barang dan jasa, untuk saling memanfaatkan."

"Susah memang kasih kamu nasihat," ketus Jess membuat Rana sedikit tersenyum miring.

"Susah memang kasih kakak fakta," sahut Rana santai, namun cukup membuat Jess berdecak sebal, "kak, kalau ada toko kue kering berhenti ya, aku lagi pengen kue sus," ucap Rana mendapat dehaman singkat dari sang kakak.

Berbaring tenang di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang cenderung lambat, membuat Rana merasa dirinya cukup damai untuk mengisi kembali baterai sosialnya yang terkuras karena kegiatan sosial. Kemampuan bersosialisasi yang cenderung payah, kerap kali membuat Rana harus cepat memutar otak dan menguras tenaga untuk menyembunyikan kepayahannya. Hingga istilah baterai sosial kini menjadi akrab dalam dirinya.

"Tadi pagi kamu telepon Kal?" Berdeham singkat Rana menjawabnya, "terus sudah kamu tanya alasannya bawa mobilmu sampai pagi?" Menggeleng pelan wanita karir itu menjawab kakaknya.

Sontak mengernyit Jess yang sesekali menoleh ke adiknya yang asyik bersandar dengan mata terpejam, "teleponnya dijawab tapi suaranya kayak orang baru bangun tidur, malas aku urusinnya, bodo amat," ujar Rana acuh tak acuh, "yang penting entar pulang, bensin penuh dan mobil enggak boleh ada lecet, bau atau kotor," lanjutnya membungkam Jess yang sudah tahu persis karakter adiknya, selagi ketenangan dan rencana hidup pribadi tidak terganggu, maka Rana tidak peduli pada apapun kecuali melibatkan nominal.

"Di depan ada toko kue, siapkan uangnya," tukas Jess membuat Rana sontak membuka mata dan menoleh ke kakaknya sambil berdecak, merasa bahwa Jess tidak memberinya kesempatan untuk diam sejenak.

Beranjak duduk wanita muda itu seraya mengubah posisi jok mobil yang ia tempati, mengambil sebuah kartu yang digunakan untuk membayar kuenya nanti. Berhenti perlahan kendaraan roda empat itu dan masuk ke dalam barisan parkir paralel pinggir jalan, "dari dulu aku payah kalau soal parkir, keren kakak!" puji Rana mengacungkan dua ibu jari dengan senyum konyol dan barisan gigi yang terlihat.

"Iya dong," sahut Jess tersenyum bangga dan memainkan alisnya, sebelum dua wanita itu terbahak bersama, "sudah sana, aku mau bolu isi," kata wanita berusia dua tahun lebih tua dari Rana.

"Oke bos," tukas wanita cantik berambut hitam itu, lalu bergegas keluar dari mobil.

Satu dua langkah membawa Rana perlahan menjauhi mobil yang terparkir, masih dalam jangkauan penglihatan Jess dari balik kemudi. Langkah Rana terhenti dan berdiri mematung wanita muda itu, membuat sang kakak mengernyit dan terus memperhatikan adiknya dengan lekat, "kenapa itu?" pungkasnya hendak keluar dari mobil, namun dengan cepat pula Rana memutar arah dan berlari ke dalam mobil.

"Eh, kenapa?" tanya Jess bingung dengan adiknya yang langsung menutup pintu mobil.

"Dua mobil di depan kita itu mobil aku, kakak bisa keluar baris parkiran ini dulu, enggak? Kita ikuti mobilnya nanti," ucap Rana menjawab sekaligus meminta suatu hal pada Jess yang justru terdiam, "kakak kenapa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status