Share

Tidak Percaya

Tidak percaya, itulah yang Gerry Sadewa rasakan saat ini. Rasanya terlalu banyak kejutan di hari ini. Terlalu banyak hal yang tidak terduga dan membuat kepalanya pening.

Mendengar gadis itu memanggil Gita dengan sebutan mom, rasanya dia tidak percaya jika Gita sudah memiliki anak seumuran dengan dirinya. Karena dilihat dari sisi mana pun Gita belum begitu tua, dia masih terlihat sangat muda.

Jika bersanding dengan wanita di sampingnya, Gita dan wanita itu terlihat seperti adik kakak. Atau mungkin gadis itu adalah anak adopsi, pikir Gerry.

"Ada apa Gerry? Kenapa melihat kami seperti itu?" tanya Gita.

Gita tersenyum ketika melihat Gerry memandang dirinya dan juga Gendis secara bergantian, apalagi ketika melihat wajah Gerry yang keheranan saat menatap dirinya, sungguh dia merasa lucu.

"Anu, Tante. Saya---"

Gerry malah kembali terdiam, pria muda itu nampak bingung harus berkata apa. Melihat Gerry yang hanya diam saja, Gita terlihat menggelengkan kepalanya. Lalu, dia pun menegur pria muda di hadapannya itu.

"Loh, kok malah bengong? Anu apa Gerry?" tanya Gerry.

Gerry tersenyum kecut seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia bingung harus berbicara seperti apa kepada Gita.

Gita memang terlihat masih cantik dan juga sangat seksi, tetapi tetap saja Gita lebih tua dari dirinya. Gerry tetap kesusahan harus memulainya seperti apa dan bagaimana.

"Saya nggak percaya kalau--"

Gerry tidak meneruskan ucapannya, dia malah memandang gadis muda yang berada di samping Gita dengan intens.

Gerry memperhatikan wajah gadis yang berada tepat di samping Gita itu, jika dilihat-lihat wajahnya memang begitu mirip dengan Gita versi muda.

Melihat arah tatapan Gerry, Gita seakan paham kenapa Gerry bersikap seperti orang linglung. Gita tersenyum, kemudian dia berkata.

"Perkenalkan, Gerry. Ini anak Tante, namanya Gendis." Gita terlihat mengulurkan tangannya untuk menarik lembut lengan Gendis, lalu dia juga menarik lembut lengan Gerry.

Gerry dan juga Gendis sama-sama tersenyum kikuk, kemudian mereka pun bersalaman seraya menyebutkan nama mereka.

"Hai, gue, Gerry. Anak fakultas manajemen bisnis," ucap Gerry memperkenalkan diri.

Mendengar Gerry yang memperkenalkan dirinya, Gendis nampak tersenyum dengan manis. Kemudian, gadis manis itu pun berkata.

"Gue Gendis, anak fakultas sastra." Gendis melepaskan tangannya dari Gerry, kemudian dia menolehkan wajahnya ke arah Gita.

Dia merasa canggung diperkenalkan seperti itu oleh ibunya, berbeda dengan Gerry yang terlihat begitu senang karena ini adalah pertama kalinya dia berkenalan dengan seorang perempuan.

Selama 2 tahun dia berada di kampus itu, belum pernah sekalipun Gerry berani berkenalan dengan seorang wanita.

Walaupun ada beberapa wanita yang mendekatinya dan berusaha untuk berkenalan dengan dirinya, Gerry tidak pernah berani. Karena dia sangat takut jika dia akan kecewa dan mengecewakan wanita yang dekat dengan dirinya.

"Senang bisa kenalan sama elu," ucap Gerry.

"Iya, gue juga. Sorry gue tinggal, udah ada yang nunggu soalnya," pamit Gendis.

"Iya," jawab Gerry.

Setelah mengatakan hal itu, Gendis terlihat mengecup pipi ibunya itu dan segera pergi dari sana. Gadis itu seolah tidak sabar ingin bertemu dengan seseorang.

"By, Mom. Jangan lupa nanti jemput ya?" seru Gendis seraya melambaikan tangannya.

"Yes, Honey!" balas Gita seraya memberikan sun jauh untuk putrinya

Setelah kepergian putrinya Gendis kembali menolehkan wajahnya ke arah Gerry, wanita itu tersenyum lalu berkata.

"Tadi kamu mau ngomong apa? Kenapa kaya orang aneh gitu?" tanya Gita.

Gerry tersenyum seraya menatap wajah cantik Gita, bahkan wajah Gita terlihat lebih cantik dari Gendis, menurutnya. Atau mungkin karena Gerry yang malah memang lebih menyukai wanita dewasa, pikirnya.

"Memang sangat aneh, Tante itu cantik dan juga seksi. Tapi anaknya kok udah gede aja, ya?" ujar Gerry.

Gita langsung tertawa mendengar pertanyaan dari Gerry, sudah banyak orang yang berkata seperti itu. Gita masih sangat muda tapi putrinya sudah hampir dewasa.

Gita dan Gendis terlihat seperti kakak adik, bukan seperti ibu dan anak. Namun, pada kenyataannya Gendis memanglah putri semata wayang dari Gita. Gendis adalah putri kandungnya.

"Kamu mau tahu jawabannya?" tanya Gita.

Tentu saja Gerry sangat ingin tahu karena dia benar-benar penasaran dengan sosok wanita yang kini berada di hadapannya, bertemu dengan Gita membuat dirinya begitu penasaran.

"Ya, Tante." Gerry mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menatap wajah Gita dengan lekat.

Gita kembali tersenyum seraya mengelus lembut lengan Gerry, Gita begitu menyukai pria muda yang kini berada di hadapannya. Tidak jaim dan tidak merasa malu walaupun dalam keadaan sederhana.

"Kalau mau tahu jawabannya, mulai besok kamu bekerjalah dengan Tante. Tante jamin kamu akan tahu semuanya, semua yang Tante tutupi akan kamu ketahui," ucap Gita seraya tersenyum nakal.

Mendengar kata semua yang tertutup akan Gerry ketahui, pikiran Gerry mulai bertraveling. Dia bahkan berpikir jika dirinya akan bisa melihat kemolekan tubuh Gita di balik baju seksi yang dia pakai, sungguh otak Gerry mulai merasa tidak waras.

"Aih! Bibir Tante seksi bener, iya dah. Gerry mau kerja sama Tante, untuk urusan gaji gimana, Tan? Soalnya Gerry cuma bisa kerja paruh waktu,'' ucap Gerry seraya tersenyum hangat.

Gerry berpikir lebih baik dirinya bekerja saja, selain bisa menghindari kecanggungan antara dirinya dan juga ibunya, Gerry juga bisa mendapatkan penghasilan jika dia bekerja.

"Santai aja, Gerry . Semakin kamu nurut sama Tante, kamu akan semakin banyak mendapatkan uang dari Tante," jelas Gita.

Senyum di bibir Gerry semakin mengembang, jika dia memiliki uang yang banyak pasti ibunya akan sangat senang.

Selain itu, Gerry juga pasti bisa segera mendapatkan kekasih. Karena jika dia memiliki uang, maka dia akan percaya diri dalam mendekati wanita.

"Oh, oke Tante. Besok Gerry tunggu di sini aja deh Tan, nggak usah di Kafe melati." Gerry tersenyum senang.

Gita langsung melebarkan senyumnya mendengar apa yang dikatakan oleh Gerry, karena dengan seperti itu dia bisa sekalian menjemput Gendis, pikirnya.

"Okeh, sekalian kamu nggak usah bawa motor. Biar gampang," ucap Gita.

Gerry langsung mengangguk-anggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar, karena dengan seperti itu dia tidak perlu membeli bensin lagi.

Selain itu Gerry juga bisa merasakan yang namanya naik mobil mewah, karena menurutnya tidak mungkin jika Gita mengajak dirinya untuk berjalan kaki.

"Sip, Tan!" jawab Gerry seraya mengangkat kedua jempolnya ke udara.

Setelah terjadi obrolan cukup lama antara Gerry dan juga Gita, akhirnya Gerry memutuskan untuk masuk ke dalam kelasnya saja. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08:43.

"Ger, sorry tadi gue--"

"Nggak apa-apa, gue udah biasa elu cuekin kalau elu sama pacar mau naik-naik ke puncak gunung," pungkas Gerry.

Sebenarnya dia masih merasa kesal terhadap

Gilang, apalagi ketika melihat rambut Gilang yang masih setengah basah. Sudah dapat dipastikan jika Gilang, belum lama selesai bergulat dengan pacarnya. Lalu dia mandi dengan tergesa karena takut telat masuk.

"Yaelah, Ger. Jangan marahlah, elu pan tau kalau gue jarang ketemu sama cewek gue. Dia sibuk kerja, kalau dia off kaya kemaren, itu artinya waktu gue buat puasin si entong." Gilang tertawa setelah mengatakan hal itu.

Gerry benar-benar kesal mendengar apa yang dikatakan oleh Gilang, karena menurutnya itu adalah hal yang tidak pantas untuk dibahas saat berada di lingkungan tempat mereka menimba ilmu.

"Dasar Vangke!" rutuk Gerry seraya memukul Gilang dengan tas ranselnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status