Share

Godaan Sang Majikan Tampan
Godaan Sang Majikan Tampan
Penulis: Wahyu Hakimah

Bab 1-Dilamar

Kriet!

Suara pintu berderit nyaring saat Bunga mencoba membuka pintu kamarnya. Dia sengaja lewat pintu belakang karena di rumahnya sedang ada tamu. Beruntung juga dia tidak naik motor, karena ban motornya kempes. Bunga menumpang temannya, anak tetangga sebelah rumah. 

"Siapa tamunya?" tanyanya pada sang kakak. 

"Au!" 

"Eh, kok, ngambek?" Bunga melirik ke arah kakaknya yang menampilkan wajah bermuram durja bagaikan langit hendak turun hujan. 

"Sakalepmu!"

"Sakarepmu itu apa, ya?" tanya Bunga. 

"Mbuh a!"

"Ya, wis. Ana mau bobok."

Bunga lantas mencampakkan tas ranselnya ke atas meja belajar. Bunga penat luar biasa karena beberapa pelajaran tambahan. Yah, dia kelas dua belas yang sebentar lagi melaksanakan Ujian Nasional. 

Bunga langsung merebahkan diri di atas kasur empuk yang setiap hari dia kongsi bersama sang kakak tanpa perlu melepas seragamnya. Sejak kakaknya yang memiliki keterbatasan itu menjadi janda mereka kembali tidur satu ranjang. 

"Awakmu dila-mal!"

Kelopak mata Bunga yang hampir terpejam langsung membeliak terbuka. Gadis itu langsung bangkit dari tempat tidur seakan vampir yang bangkit dari peti mati. Bunga menggaruk kepalanya antara terkejut campur heran.

"Apa kata, Mbak Zum? Dilamar?"

"Huuh. Sama Mas Ham."

"Mas Ham? Hamzah? Sik, ta! Iki Mas Hamzah anaknya Pak Kyai Haji Anwar?"

"Huuh."

Tidak mungkin! Apakah bapak dan ibuk sudah hilang akal? 

Mas Hamzah. Nama lengkapnya Hamzah Mas'ud Tarmizi, umur 32 tahun. Saat Bunga masih SMP, pria itu tidak memiliki pekerjaan yang jelas. Mengajar ngaji atau ngecengi para santri putri pondok milik Kyai Anwar, bapaknya. 

Kenapa bukan mengambil istri dari salah satu santrinya? Lebih afdol. 

"Aku nggak mau!"

"Awakmu, halus mau!"

"Kok, enak."

Masalahnya, biarpun ganteng, Mas Hamzah itu sudah beristri. Anaknya juga sudah dua. Sedang lucu-lucunya.

Saat perdebatan itu semakin panas—karena si Zumratun yang  terus saja nyolot setengah mati tanpa bisa dikendalikan. Meskipun bicaranya tidak terlampau jelas tetapi, Zum memang tipikal cerewet. Gas terus!

Apakah Zum iri? 

Kakaknya yang berkebutuhan khusus itu sudah dua kali menikah. Dua kali pula dia dipulangkan oleh pihak keluarga suaminya. Bukan karena si laki-laki yang jadi suaminya memberi talak. Namun, keluarganya. 

Aneh, tapi nyata.

Kejadiannya sepele. Zum, tidak ingat jalan pulang ke rumah mertuanya. Saat itu dia pergi ke pasar pukul tujuh pagi dan pulang setengah tiga sore karena dicari-cari mertuanya. Padahal, sejak awal mereka tahu Zum memang menderita down syndrom. Sungguh memilukan!

Salah satu hal yang mengesalkan sekaligus unik, begitulah Bunga mengatakannya, Zum akan tersenyum genit pada setiap lelaki yang datang ke rumah. Dengan teman-teman adiknya. Juga suami si sulung. 

"Awakmu nggak ngintip? Ganteng nggak utusan Pak Kyai?" tanya Bunga menggoda.

"Mbuh!"

Bunga mendecih. Tumben Zum tidak antusias ketika melihat laki-laki berkopiah.  

Terdengar sayup-sayup suara mesin mobil yang menderu. Suara mobil  yang mulai menjauh dari rumah mereka. 

Bunga langsung melompat dari ranjang lantas keluar dari kamarnya. Di ruang tamu rumah kini hanya menyisakan kedua orang tuanya. 

"Aku nggak mau dijodohkan sama Mas Hamzah! Titik! Nggak pakai koma!" Bibir Bunga mengerucut seperti ikan cucut. 

"Lha, bocah iki belum juga kita ngomong." Sang ibuk tampak marah.

"Nggak mau pokokmen!"

"Sini, Nduk." Sang bapak melambaikan tangannya. 

Bunga mau tak mau mendekati tempat bapaknya duduk. Bungsu dari empat bersaudara itu berjalan dengan mengentak lantai rumah. Berderap-derap seperti kaki gajah yang berjalan mengejar kawanannya. 

"Apa an, Pak?"

"Duduk dahulu," ujar sang bapak menepuk kursi di sampingnya. "Nduk, sini, Bapak mau ngomong," ujar Khosim pada Bunga yang baru pulang dari sekolah. 

Lelah terlihat mengukir di wajah Bunga, tetapi dia tetap tersenyum dan mengangguk sopan. Kalau tidak sopan jatuhnya durhaka. 

 "Ada apa, Bapak?" tanyanya lebih pelan. "Soal lamaran dari Mas Hamzah itu?"

"Iya, Nduk. Bapak sama ibuk berharap yang terbaik. Ini anugerah bagi keluarga kita."

Anugerah? Bukannya ini sebuah ambisi pribadi? Mata jeli gadis itu mengerjap. 

Saat itu, Bunga masih kecil, tetapi sangat lekat di ingatannya tentang apa itu pernikahan yang bermulai dari perjodohan. Sang kakak sulungnya yang seorang hafizah seperti dijajakan oleh sang bapak dari pondok ke pondok. Siapa anak kyai yang sudi menikahi kakaknya. 

Siapa lelaki yang sudi mempersunting Mbak Hanik. Termasuk si Hamzah itu.

Meskipun bukan anak kyai dengan pondok besar, Khosim adalah guru ngaji. Wajar, dia bermimpi anaknya dipersunting seorang anak kyai. Seorang yang punya darah kyai walaupun belum layak dipanggil kyai. Agar darah itu menjadi kental, ya, lewat perjodohan. Namun, sang kakak hanya mendapatkan jodoh anak pondok biasa. 

Sering kali bapak menyindir kakak sulungnya bahwa nasibnya malang karena tidak ada yang memanggilnya Umik. 

"Kalau misalnya Ana menolaknya?"

"Kita tidak boleh menolaknya, Nduk." Ibuk ikut urun rembuk.

"Lha, kenapa, Pak? Buk?"

Khosim meraup rokok di meja lantas menyalakannya. Dia isap keretek itu pelan lalu diembuskan menjadi beberapa kolong berwarna putih keruh. Semakin tinggi semakin kecil lantas pudar menabrak plafon rumah yang burik oleh jamur di sana-sini. 

"Sebenarnya, Pak Kyai sudah nembung lama. Saat kamu masih kelas satu." 

"Beneran Pak Kyai yang nembung? Bukan Mas Hamzah yang—" Mata keranjang  itu!

Bunga mengucapkan dalam hati. Perih. Dia tidak suka dijodohkan. Dia ingin menentukan nasibnya sendiri. Sedikit banyak dia tahu pria yang akan dijodohkan dengannya itu. Kenapa orang terobsesi ingin berbesan dengan kyai?

"Benar. Bapak, ya, merasa senang. Orang, besanan sama Kyai Anwar. Lagi pula, Mas Hamzah sekarang anggota DPRD."

Rasa bungah jelas terpancar dari wajah penuh keriput dimakan usia itu. Halah, sudah Bunga duga. 

"Kamu mau, tho?"

 "Tapi, Ana ingin lanjut kuliah. Ana merasa belum punya apa-apa buat bekal menikah. Umur juga baru genap delapan belas tahun ntar Agustus. Aku belum membalas apapun kebaikan Bapak sama Ibuk. Ilmu ngaji juga enggak seberapa dibanding santri di pondok Pak Kyai."

Gadis itu tertunduk penuh luka. Dia sadar, pasti orang tuanya amat bersuka cita. Dahulu, sang kakak yang jelas-jelas jebolan pondok dan mumpuni saja ditolak. Hafalan nglotok. Kitab kuning jelas makanan sehari-hari. Mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab, hadits, tafsir, ilmu Al-Qur'an, hingga pada ilmu sosial kemasyarakatan.

Sekarang ini kenapa harus dirinya.

Kenapa bisa standarnya si Hamzah turun, hanya pada sosok Raihana Bunga Yasmin yang bocah kolokan tidak pernah mondok.   

Aku harus menghubungi, Mbak Hanik, batin Bunga menyusun rencana. Kalau kakaknya mengatakan maju dia akan sholat istikharah. Kalau kakaknya mengatakan lebih baik mundur, Bunga akan mencari cara agar perjodohan itu gagal. 

Minggat mungkin ....

"Mereka melihat potensimu, Nduk. Kamu pintar, pasti bisa dididik untuk ikut membesarkan pondok. Jadi, bisa belajar langsung dari Mas Hamzah."

Oh, itu bohong belaka. Menurut yang dia tahu, si Hamzah itu suka perempuan cantik. Kulit putih dan punya tubuh semok. Bunga akan diet mati-matian agar bobot tubuhnya susut sedikit. Paling tidak tujuh kilogram.

"Lha, terus istri pertamanya bagaimana?"

Khosim dan isterinya saling berpandangan. Mereka sebenarnya antara tega dan tidak. Dahulu, saat si sulung yang sekolah sekaligus mondok saja ditolak. Memang, Hanik tidak secantik Bunga. Namun, ilmu agamanya linuwih.

Waktu itu, Khosim berpikir putrinya layak menjadi pendamping Hamzah. Namun,  Hamzah malah memilih perempuan lain, seorang putri guru ngaji juga. Belum hafizah. Entah karena pertimbangan apa. Cantik. Pastinya karena cantik. 

Saat ini dengan perasaan gembira mereka menerima lamaran Hamzah karena putra dari Kyai Anwar tersebut sudah menolong Nasir, anak ketiga mereka, kakaknya Bunga. Ya, satu-satunya putra lelaki mereka tertangkap membawa narkoba jenis sabu. Suami istri itu merahasiakan semuanya dari Bunga.

Bunga tidak boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wahyu Hakimah
iya, jual itu gabah. ini, jual anak
goodnovel comment avatar
tingdipida
Wak Khosim kok gitu banget sama anak widok. tega!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status