Shaka buru-buru pamit setelah menjenguk paman. Dia merasa sudah meninggalkan Tsabi cukup lama lantaran Angel terus mengajaknya berbincang. "Semoga paman lekas sembuh yaa, aku pamit dulu. Kasihan Tsabi udah nungguin," kata Shaka beranjak. "Besok bisa datang lagi kan? Aku bingung harus berbagi dengan siapa lagi," kata Angel memohon. "Insya Allah Angel, titip paman ya, kamu yang sabar," ucap Shaka pamit. Pria itu berjalan cepat menuju ruangan istrinya. Takut sekali melihat wajahnya yang cemberut karena lama menunggu. Dia merasa tidak enak tadi kalau langsung pulang. Sedang Angel merasa kebingungan sendirian. Biar bagaimanapun, paman adalah orang yang berjasa mengasuh Shaka waktu kecil. Dia tidak boleh abai begitu saja asal tidak untuk melakukan tindakan yang melanggar norma, atau melakukan kemaksiatan di depan mata. "Tsabi mana? Kok nggak ada," batin Shaka panik. Sedetik kemudian baru menyadari barang-barang istrinya juga sudah tidak ada. Apakah Tsabi sudah pulang? Kenapa ninggalin
"Tsa, Shaka belum pulang? Ayo makan dulu, nanti biar suamimu menyusul saja," ujar Ummi Shali menginterupsi putrinya. "Nanti saja Ummi, menunggu Mas Shaka pulang," sahut perempuan itu enggan mendahului. "Ibu menyusui tidak boleh telat makan. Shaka kan nggak tahu pulangnya jam berapa. Coba kamu telpon, sudah jalan pulang belum," saran Ummi yang langsung diiyakan putrinya. Pria itu belum sampai rumah lantaran tengah menunggu pesanan Tsabi yang cukup mengantri. Pantang pulang sebelum dapat di genggaman. Bisa ngereog istrinya sampai rumah kalau tanpa membawa pesanannya. "Di mana?" Terdengar nada ketus dari ujung sebrang telepon. "Assalamu'alaikum ... maaf sayang, masih antri kebab," sahut Shaka benar adanya. "Waalaikumsalam ... kok lama banget. Aku udah lapar, tapi pingin nungguin kamu pulang.""Iya, bentar lagi dibuatin. Antri ini," sahut pria itu sembari melakukan pembayaran. "Pulangnya hati-hati! Masih ditungguin ini," ujar Tsabi perhatian. Walau nadanya kesal, tetap saja ada man
Setelah dirawat di rumah sakit beberapa hari, akhirnya baby Zayba sudah boleh pulang siang ini. Tentu saja itu kabar yang begitu menggembirakan bagi Shaka dan keluarga Ustadz Aka. Menyambut cucu pertama dengan penuh suka cita. "Dia sangat lucu," kata khalif mengamati keponakannya. Sedari tadi tak beranjak dari dekatnya. Bayi mungil itu tengah dalam pangkuan Ummi Shali, baru saja sampai rumah langsung menjadi idola semua anggota keluarga. "Sepertinya dia haus," ujar Ummi Shali mengamati Zayba yang seperti mencari sesuatu. "ASInya baru aku pompa, biar Tsabi panasi dulu," ujar Tsabi langsung beranjak. "Biar aku saja, Tsa, bisa kok," sahut Shaka menyela. Pria itu langsung berdiri dari tempat duduknya. Menuju lemari pendingin di mana banyak stok ASI yang tersimpan. Melihat itu, Tsabi akhirnya kembali duduk. Bertukar posisi dengan ibunya. Giliran yang menimang Zayba. Masih agak kaku, tapi rasanya begitu bahagia. Rasanya seperti mimpi sudah menjadi ibu. "Segini bener nggak hangatnya,"
Pukul setengah dua dini hari, Tsabi terjaga dan merasa tubuh bagian atasnya penuh. Dia harus segera membangunkan Zayba memberikan ASInya. Bayi mungil yang masih nampak lelap itu langsung bereaksi begitu mendapatkan sumber air kehidupannya. Shaka sendiri masih terlelap di ranjangnya setelah semalam membantu menimang Zayba sebelum tidur. Usai memberikan ASI, baby Zayba kembali lelap, Tsabi juga memutuskan untuk melanjutkan tidurnya. Ngantuk sekali rasanya. Tubuhnya terasa begitu penat dan lelah. Ternyata menjadi ibu baru harus stanby siang dan malam. Sesuatu sekali. Menjelang subuh, giliran Shaka yang terbangun menemukan Zayba juga terjaga. Pria itu tak serta merta membangunkan istrinya, melihat Tsabi lelap, Shaka tak tega. Akhirnya berinisiatif memberikan ASI dengan botol yang tersedia. Memanasi lebih dulu lalu memberikan pada bayi mungilnya. "Minum sayang, sama papa dulu ya, umma bobok," ucap Shaka sembari menimang bayinya. Walaupun agak kaku, Shaka terus belajar dan akhirnya bisa
"Bang, yang punya bengkel mana ya? Saya mau ketemu," tanya seorang gadis rela menunggunya dengan wajah gelisah. "Lagi isoma, Neng. Tunggu saja, nanti biasanya juga beberapa menit lagi keluar.""Isoma apa, Bang?" tanya gadis itu lagi gagal paham. "Istirahat, sholat, makan. Tunggu saja Neng," ujarnya sembari melakukan pekerjaannya. "Sudah Bas, gantian!" seru Radit menginterupsi. "Yoi, tolong ini handle satu," ujar Abas bertukar posisi. Saatnya pria itu sholat dhuhur sejenak, lalu makan siang. Biasanya karyawan di bengkel itu akan bergantian. "Dia siapa?" tanya Radit pada gadis cantik yang tengah duduk di kursi tunggu. "Nyari Bang Shaka, aku suruh nunggu aja. Si Bos kan kalau jam segini juga lagi istirahat.""Kenapa nggak bilang aja, susul ke dalam mana tahu penting.""Nggak berani. Kamu aja sana.""Nggak berani juga. Nggak enak, udahlah nunggu si Boss keluar aja.""Saudaranya kali ya, aku kasih minum deh kasihan," ujar Radit berbaik hati. Mengambil teh botol dalam kemasan yang di
"Angel, sudah pinjam handphonenya?" tanya Shaka baru saja keluar dari kamar paman. "Eh, Bang Shaka, paman sudah tidur? Eh, iya Bang. Kamu nginap di sini kan? Aku takut tinggal di rumah ini berdua saja dengan paman." Angel mengembalikan ponsel Shaka. "Kan ada banyak art di rumah ini, Angel. Maaf, aku tidak bisa. Ini saja sudah terlalu malam, kasihan Tsabi pasti sudah menunggu.""Ayolah Bang, nginep di sini sekali ini aja. Mau ya, Bang, paman kan baru pulang dari rumah sakit. Jadi, butuh pendampingan," mohon Angel cukup ngeyel. "Maaf, Angel, istriku baru saja melahirkan, aku tidak bisa meninggalkannya, tolong ngerti ya. Pahami posisiku," tolak Shaka tetap harus pulang. Hatinya bahkan sudah tidak tenang sedari tadi. Takut Tsabi marah karena sudah menunggu terlalu lama di rumah. Sekilas Shaka jadi teringat perlakuan buruknya dulu. Dia hampir setiap malam meninggalkan Tsabi tanpa ada perasaan bersalah seperti ini. Dia bahkan terus mengulanginya lagi kesalahannya di hari-hari berikutnya.
Shaka terjaga menjelang subuh, ia baru menyadari kalau semalam tidurnya terasa hangat dan nyaman. Melihat selimut dan bantal menjadi propertinya, membuat pria itu tersenyum lega. "Pasti Tsabi, terima kasih sayang, aku tahu kamu peduli sama aku," ucap Shaka tersenyum. Walaupun istrinya tengah ngambek, tetapi perhatian juga. Dipandanginya wajah cantik istrinya dan juga baby Zayba yang masih lelap secara bergantian. Bersyukur sekali mempunyai mereka. Orang-orang yang memberikan semangat dalam hidupnya. "Maaf sayang, sudah bikin kamu kesal. Aku ke masjid dulu ya," ucap Shaka turun dari ranjang berpamitan. Sebelumnya sempat meninggalkan jejak sayang di keningnya. Tak lupa merapatkan selimut di tubuhnya. Pria itu bergegas bersih-bersih, menukar pakaiannya lalu beranjak ke masjid. Usai menunaikan jamaah, Shaka langsung turun dari masjid. Namun, seorang Ustadz menghampirinya. "Assalamu'alaikum ... Gus Shaka," ucap seorang pria bersahaja mendekatinya. "Waalaikumsalam ... iya, ada apa ust
"Mas, itu dari siapa?" tanya Tsabi menunjuk paper bag di meja. "Dari tamunya abi, katanya dari umminya," sahut Shaka lalu beranjak mengambilnya. "Isinya kayaknya pakaian sayang, kamu nggak mau coba?""Nanti Mas, udah nyaman pakai ginian kalau di rumah. Mau nggak, aku suapin," tawar perempuan itu menyodorkan sendoknya. Shaka membuka mulutnya, jadilah tanpa terasa mereka sarapan berdua. "Lagi ya, belum kenyang," ujar Tsabi menunjuk bungkus satunya. "Sini gantian aku yang suapin kamu," kata Naka bertukar peran. Giliran Shaka yang menyuapi istrinya. Pagi-pagi pasutri ini sudah manis saja. "Nanti siang mau makan apa, biar dianterin ke bengkel. Biar nggak usah jajan di luar.""Nggak usah, nanti ngerepotin. Lagian kan nggak ada yang nganterin. Kamu juga masih butuh istirahat.""Pingin main ke sana, boleh ya, nanti siang sekalian bawain kamu makan siang.""Duh ... istriku kenapa perhatian sekali sih. Ya udah terserah kamu saja. Kalau nggak jadi juga nggak pa-pa," kata Shaka santai. Meni