Share

Bab 6 Pindah Kamar

"Masak apa Bu?" tanyaku pada ibu mertua, yang sibuk memotong daging ayam.

"Masak ayam, kamu bisa masak gak?" tatapannya meremehkan ku.

"Bisa Bu!" aku tersenyum.

"Tapi sepertinya orang kayak kamu ga bisa masak sih!" jawabnya memalingkan muka setelah menyunggingkan senyum sombong.

Tak ingin berdebat atau merasa hebat, aku berlalu meninggalkan ibu mertua sendiri di dapur. Sebegitu garing nya candaan mertuaku, membuat aku sering merasa tersinggung setiap kali mencoba berbicara dengannya.

Aku pergi keluar, ku dapati mas Rama baru pulang.

"Dek, maaf ya kalau mas sibuk terus!" ucap mas Rama dengan tulus.

"Iya mas ga masalah kok." ku balas dengan senyuman.

"Kamu belakangan ini tampak kurus, kamu jarang makan ya?" mas Rama memperhatikan bentuk tubuhku sekilas.

"Ga mas, aku makannya banyak kok"

"Syukurlah, mas kira kamu diet." mas Rama tertawa lembut.

"Mas Dea dulu nikah sama Bagas berapa lama agar punya rumah?" aku mengalihkan topik pembicaraan masih penasaran dengan Dea ipar suamiku.

"Lama dek 4 tahunan!" jawabnya santai.

"Dea dulu sebelum punya rumah tinggal disini ya mas?" tanyaku dengan ragu, takut mas Rama menyelidik.

"Ga dek, Dea saat nikah sama Bagas ga pernah pengen lama tinggal disini, pernah satu minggu nginap disini, saat Papa sakit dulu. Eh malah ribut dia sama Bagas minta cerai segala, karena Bagas orangnya mau di kontrol istri jadinya ia nurut aja dan milih tinggal di rumah mertuanya." jelas mas Rama.

"Enak ya mas jadi mereka!" ucapku dengan lirih berharap mas Rama tergerak hatinya untuk pindah.

"Sabar ya dek, 4 tahunan lagi mas usahain buat rumah untuk keluarga kita!" mas Rama mengusap manis pipiku.

Aku hanya membalas dengan senyuman, padahal sebenarnya mas Rama sudah bisa membangun sebuah rumah mengingat uang tabungannya puluhan juta. Tapi sepertinya mas Rama keberatan untuk berpisah dengan ibunya karena sekarang ini ibunya seorang janda dan yang sering menafkahinya adalah mas Rama sendiri.

Adik mas Rama, Bagas, Vika sudah berkeluarga jangankan menafkahi mereka pun jarang mengirimi uang pada mertuaku. Sedangkan adik mas Rama yang bernama Ali sibuk kerja merantau ke kota.

"Gak ada masalah kan dek? kalau menunggu 4 tahun lagi!" tanya mas Rama.

4 tahun itu begitu lama, sedangkan tinggal disini sebulan saja aku sudah merasa tersiksa bertahun-tahun. Tapi tak mengapa setidaknya 4 tahun lagi aku sudah tidak seatap dengan mertuaku.

"Aman mas, kamu semangat ya kerjanya!" aku menyunggingkan senyum.

"Hana ayo makan!" ajak mertuaku dengan ramah dan lembut.

"Nah, ayo kita makan. Mama udah ngajak makan tuh!" ajak mas Rama mengandeng tanganku.

"Ga usah malu-malu, makan yang banyak!" perintah mertuaku saat aku sedang mengambil beberapa sendok nasi.

Aku hanya tersenyum, padahal tadi belum lama mertuaku membuat aku tersinggung, tapi kenapa saat di depan mas Rama ia terlihat begitu baik dan perhatian padaku. Berubah total, apa mungkin hatiku saja yang terlalu baper dengan candaannya.

"Besok mama mau makan, masakan tuan putri! pengantin baru harus rajin masak!" ibu mertuaku menyunggingkan senyum padaku.

"Atau jangan-jangan ga bisa masak istri mu Ram hehe." ibu mertuaku tertawa kecil mengejek.

"Hana udah sering masak Ma, tapi sekarang lagi istirahat karena baru keguguran juga!" ucap mas Rama membuat aku tersenyum.

Mas Rama membela ku di depan ibunya, membuat aku merasa masih pantas mempertahankan pernikahan dengannya.

"Jangan lupa di cuci piring abis makan, Mama mau keluar dulu abis ini!" Ibu mertuaku mengakhiri makannya, ia terlihat terburu-buru.

"Oh iya Ram, tadi Vika telepon, katanya besok Vika mau pulang sama suaminya, Bagas sama Dea juga ikut pulang mau kondangan dirumah sepupumu. Kamu sama Hana pindah kamar belakang ya, soalnya kan kamu tau sendiri Dea orangnya suka kamar yang dingin!" sambung ibu mertuaku.

Mas Rama hanya diam tak menjawab sementara mertuaku pergi berlalu keluar.

"Mas bantuin ya dek angkat barang-barang kita, gapapa kan pindah kamar belakang? lagian kamar di belakang lebih luas dek." terang mas Rama padaku.

"Aku ngikut aja mas, mau pindah kemana pun aku setuju kok" jawabku dengan ekspresi bahagia. sebenarnya aku berharap mas Rama mau sekedar menyewa rumah, atau mengontrak saja aku tak masalah.

"Kamu emang paling pengertian, mas beruntung punya kamu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status