Share

Bab 7 pesanan ibu mertua

Esoknya setelah sekian jam tidur, aku bangun terlebih dahulu mandi dan sholat malam.

Lanjut bersih-bersih rumah, semua pekerjaan rumah aku lakukan sebelum mertuaku bangun.

"Mas bangun ayo sholat! udah mau subuh." pintaku pada mas Rama.

"Iya dek, Masya Allah istriku rajin banget." mas Rama menyunggingkan senyum dengan tangan mencubit hidung ku.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman, saat sibuk menyapu ruang dapur ku dapati ibu mertua ku, yang tidak seperti biasanya bangun di waktu seperti ini.

"Hana, sini nak keluar dulu!" suara ibu mertua memanggil ku, suaranya begitu lembut tidak seperti biasanya yang selalu berteriak padaku.

"Kenapa Bu?" aku keluar kamar dan menghampiri ibu mertuaku yang sudah berada diruang tengah.

"Nanti Vika pulang sama Dea! jadi kamu tolong masaknya dibanyakin, dan kepasar beli semua perlengkapan memasak di pasar!" ia menyodorkan kertas padaku.

"Baik Bu, nanti Hana akan masak!" jawabku dengan tersenyum tulus berharap ibu juga membalasnya.

"Oh iya kamar kamu sama Rama pindah ke belakang ya, kasurnya sekalian di angkat! dan jangan lupa beli seprei baru juga buat Vika dan Dea. Sekalian nanti kamu yang pasang!" ucap ibu mertuaku sembari menyodorkan uang 200k.

"Kalau kurang, suruh Rama yang tambahin ya!" Ibu berlalu begitu saja, seperti tak ingin berlama-lama menghabiskan waktu denganku.

Bukannya membalas senyumku ia langsung berlalu pergi ke teras, melakukan tradisi ibu-ibu sekitar sini yang suka bergosip dan menyebar berita palsu tentang rumah tangga orang lain.

"Kenapa dek tadi Mama manggil?" Tanya mas Rama padaku dengan tatapan penasaran.

"Disuruh kepasar mas, tolong anterin dong mas! sama kalo bisa temenin belanjanya!" aku meminta bantuan pada mas Rama, karena aku tak tau pasar daerah sini berada dimana.

"Kita beresin dulu barang kita ya dek, takutnya nanti Mama marah karena telat!" ucap mas Rama dengan tangan mengemas pakaian ke plastik.

Aku mengikuti aktivitas mas Rama, dan mengangkut semua barang kami ke kamar belakang, saat ku buka pintunya ternyata kamar ini lebih luas dari kamar tadi. Namun, sepertinya kamar ini akan terasa lebih panas karena tak ada plafon diatasnya.

"Nah ayo dek udah siap, kamu suka kan kamarnya? nanti kita beli wallpaper biar dinding nya ga polos begitu!" mas Rama menunjuk dinding yang belum di cat, hanya dinding biasa yang hanya sebatas plaster an semen kasar.

"Suka mas, ayo ke pasar nanti mau masak, takut keburu Vika datang nanti!" jawabku dengan panik.

Bergegas aku dan mas Rama pun berangkat kepasar kurang lebih 20 menit untuk sampai ke pasar. Semua pesanan yang ibu mau sudah di list didalam kertas yang tadi diberikannya padaku.

Ku buka kertas tadi dan ku baca, aku terkejut dengan jumlah pesanannya.

"Kenapa dek?" Tanya mas Rama yang ikut berhenti saat aku menghentikan langkahku, mataku terbelalak dengan catatan di kertas.

"Ini mas, tadi ibu nyuruh belanja ini!" aku menyodorkan kertas ke mas Rama.

"Padahal uangnya cuma 200k dari ibu, dan aku tentunya ga punya uang. Mas bisa kasi pinjaman ke aku gak?" tanyaku ragu, tak langsung meminta pada mas Rama, sebab semua kebutuhan ku sudah ia penuhi hanya saja ia tak pernah memberikan sejumlah uang padaku.

Tapi ia royal dalam segala hal, termasuk memenuhi selera jajanku.

"Ga usah minjam dek, aku kan suami mu. Ayo kita beli semua pesanan ibu, abis ini kita beli martabak manis dan bakso ya. Makanan favorit kamu." mas Rama menebar senyum tulus padaku.

Setelah berkeliling berjam-jam di pasar, dan semua list pesanan sudah terpenuhi.

"Dek ayo beli bakso dulu, dari tadi pagi belum makan kan?" mas Rama menarik tanganku dan duduk di kursi yang tersedia di warung bakso ini.

"Tapi mas, nanti Vika datang kita belum pulang gimana?" tanyaku khawatir takut ibu mertua marah padaku.

"Santai dek, Vika paling nanti sore sampainya, mending kita makan dulu!" aku mengangguk setuju pada mas Rama.

"Kita sekarang udah jarang ya jalan bareng lagi, maaf ya akhir-akhir ini mas sibuk dek!" mas Rama menatap tulus padaku.

"Biasa aja mas, namanya juga kerja, yang penting mas sehat aja Hana udah berterima kasih." aku tersenyum pada mas Rama.

Lelaki yang menikah ku ini memang tidak begitu tampan, tapi kebaikannya dan kepeduliannya padaku dan keluargaku membuat aku percaya bahwa mas Rama akan membawaku pada kebahagiaan yang sebenarnya.

Ia memang jarang pulang setelah menikah dengan ku, karena tuntutan pekerjaan, dan kadang saat ia pulang aku sama sekali tak mendengar atau mengetahui kepulangannya di malam hari.

Saat ku tanya kenapa tak membangunkan ku, beliau selalu bilang.

"Mas kasian mau bangunin kamu dek, takut kamu juga capek!"

Mas Rama benar benar menjadi lelaki idaman untukku, walau perlakuan ibunya yang kadang membuat aku berpikir ingin berpisah dengan mas Rama. Tapi, setiap mendapatkan perlakuan lembut dan cinta dari mas Rama aku selalu merasa lebih kuat dan mampu untuk bertahan dalam rumah tangga ini.

"Lama banget belanjanya, mama mau masak ni!" ucap mertua ku menyambut kepulangan kami, ia tersenyum halus sehingga sikap buruknya tertutupi oleh senyumannya.

Ibu mertuaku memang begitu bila didepan mas Rama, ia tak pernah berani memarahiku, dan menjelekkan ku secara langsung didepan mas Rama.

Padahal jika benar aku menantu yang buruk di mata nya, ia bisa saja meminta anaknya mas Rama untuk menegurku.

"Mas nonton dulu ya dek, kamu bantuin aja ibu di dapur!" Perintah mas Rama padaku.

Aku menurut dan masuk dapur, ternyata ibu mertuaku sedang berada di teras dapur dengan kumpulan ibu-ibu teman nongkronnya.

"Tuhan, apa obatnya menantu biar ga manja lagi? kepasar aja minta ditemenin, kemana suami di buntuti manja banget jadi istri, aku dulu nikah ga gitu sama suami!" ucap mertuaku.

"Manja banget menantu mu Bu Jihan, kalau menantu aku mah apa apa bisa sendiri, ga pernah ngeluh ke anak saya!" ucap salah satu ibu tetangga.

"Mending Bu, si Hana. Menantuku Dinda ga pernah mau gerak, dikamar terus. Kadang pengen ku usir aja dari rumah!" Sambung salah satu nya.

Aku mencoba untuk bodo amat dengan percakapan ibu mertuaku, memilih memasak agar tak menambah persoalan, walaupun telinga ku terasa panas mendengar beberapa kali namaku disebut oleh ibu mertuaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status