"T—tidak! Jangan sentuh aku!"
Cesa mencoba mendorong pria di atasnya—dengan sisa tenaganya yang tak seberapa. Namun entah mengapa, tubuhnya sulit digerakkan setelah meminum mocktail yang dicekokan oleh adik sepupunya saat reuni SMA mereka tadi. Di mana juga adiknya itu? Bukankah katanya dia hanya akan meninggalkan Cesa sebentar di ruangan ini? Sayangnya, rintihan Cesa tadi tak dihiraukan. Bibirnya justru dibungkam dengan cepat oleh bibir pria yang wajahnya tak bisa dilihatnya itu. Aroma mint dan musk seketika memenuhi indra penciuman Cesa. Di dalam ruang yang cahayanya terbatas itu, tubuh Cesa sudah dikungkung oleh pria tak dikenalnya itu. Gerakannya pun begitu menuntut untuk melakukan hal yang lebih jauh di atas tubuh Cesa. “Arrgggh!” Gadis 21 tahun itu seketika merasakan panas, perih dan sesak memenuhi bagian intinya. Air mata Cesa meleleh. Digigitnya pergelangan pria itu mencari pelampiasan rasa mengerikan itu. Harta yang dijaganya selama ini untuk sang suami, hilang begitu saja oleh lelaki yang bahkan rupanya tak Cesa ketahui. "Kau masih perawan?" Suara berat yang anehnya terdengar familier itu terdengar di dekat telinga Cesa. Gadis itu pun mengangguk dalam kegelapan meski tak tahu apakah pria itu dapat melihatnya. Dia berharap dilepaskan. Sayangnya, itu hanya harapan semata karena pria asing itu masih memacu tubuhnya meski gerakannya tak secepat sebelumnya. Perih tadi mulai menghilang. Hanya saja, itu tak berlangsung lama karena pada satu titik, pria asing itu memacu cepat kembali. Desahan dan pekikan kembali memenuhi kamar itu. Ketika gelombang kenikmatan dirasakan, pria itu pun ambruk dan langsung tertidur ke samping kanan. Cesa sendiri hanya bisa tergugu. Dia tak ingin mengetahui wajah pria brengsek itu dan akan terus terbayang kejadian mengerikan ini! Jadi dalam kegelapan, gadis itu berusaha bangkit dan kabur dari kamar yang menyesakkan itu. Sambil berdoa, Cesa berharap agar tidak pernah bertemu lagi dengan laki-laki berpundak lebar yang kini tidur itu. Bahkan, dia mengabaikan sakit di pangkal pahanya yang terasa perih luar biasa untuk mencari taksi menuju rumah. Hanya saja, begitu tiba di rumah, Cesa gelagapan karena disambut dengan guyuran air. “A–ada apa ini?” “Harusnya kami yang tanya, Cesa! Dari mana kamu? Pakaian apa yang kamu kenakan ini?!" marah ibu angkatnya. Deg! Cesa sontak terkejut. Seketika dia menyadari pakaiannya yang berantakan dan tatapan kecewa dari Danu–ayah angkatnya. Adik mendiang ayahnya itu adalah satu-satunya yang menyayangi Cesa dengan tulus. Sejak Cesa berusia 10 tahun, Danu bahkan merawatnya dan tidak pernah membedakan perlakuan pada Cesa dan Evelyn–anak kandungnya. Pria itu bahkan mau mengurus perusahaan Ayah kandung Cesa, untuk nantinya akan diserahkan pada Cesa saat dia menikah nanti. “I–tu–” Cesa mencoba mencari alasan, tetapi ibu angkatnya sudah kembali berbicara, "Kau mencoreng muka keluarga, Jalang cilik!" "Betulkan Pah, kata Eve? Kak Cesa emang tidur dengan laki-laki!" kata Evelyn yang tiba-tiba datang, “pergaulan anak yang papa banggakan ini, sangat bebas!” Mendengar itu, wajah Danu semakin memerah. "DIAM!" bentaknya. Dipegangnya dada kirinya yang mendadak kesakitan. Namun, istrinya itu malah kembali berbicara, "Mas, turuti saja saranku! Cesa sudah terlanjur kotor! Lebih baik, nikahkan dia dengan Zevin supaya Nyonya Atmaja melunasi utang perusahaan kita.” “Betul, Pa! Lagipula, siapa yang mau menikahi wanita yang sudah tidak perawan?" timpal adik sepupu Cesa tiba-tiba, “Justru, dengan status janda, Kak Cesa bisa menikah nanti, Pah!" Mendengar itu, tubuh Cesa gemetar. Apakah dia tak salah mendengar? Perusahaan mendiang ayahnya berutang? Tapi, itu bukan masalah utamanya. Cesa baru saja kehilangan keperawanannya dengan laki-laki yang tak dikenal, dan kini akan dipaksa menikahi pria beristri oleh keluarga angkatnya ini? "Pa … ini bohong, kan? Om Zevin sudah punya istri, Pah! Bagaimana dengan tante Diandra?" kata Cesa, tak percaya. Ditatapnya ayah angkatnya itu menuntut penjelasan. Bagaimanapun, Cesa juga masih kuliah meski sudah semester akhir. Dia masih ingin mengejar mimpinya dan mengembangkan perusahaan mendiang ayahnya Bugh! Pikiran Cesa itu harus terhenti kala Danu mendadak jatuh ke lantai sembari memegang dadanya. "Papa!” Ibu angkat Cesa segera berteriak dan memanggil asisten rumah tangga yang ada di sana untuk ke rumah sakit. Keadaan rumah seketika mencekam saat beberapa orang menggotong tubuh Danu ke mobil. Hanya saja, sebelum benar-benar pergi, ibu angkat Cesa sempat berhenti di depannya. Ditatapnya tajam gadis itu–memberi peringatan. “Semua salahmu! Jika sampai suamiku kenapa-kenapa, lihat saja apa yang akan kuperbuat,” ancamnya. Lutut Cesa seketika lemas. Rasa bersalah menyelimutinya. Pasalnya, Danu hampir tidak pernah sakit. Tanpa memedulikan sakit di bagian pangkal pahanya, Cesa memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi–menyusul keluarga angkatnya itu yang menuju Rumah Sakit terdekat. Gadis itu berdoa dalam ratusan kata permohonan untuk keselamatan paman yang sudah menjadi papanya selama ini…. Hanya saja, begitu di depan IGD, Eve dan ibunya malah menghadangnya dan menatap tajam. "Ini semua karena kamu!" pekiknya, "Kalau saja kamu langsung setuju, Papa pasti tidak terkena serangan jantung!” Deg!Cesa seketika mematung kala melihat raut wajah sepupu Cesa yang begitu menyeramkan.Wanita itu bahkan hendak menampar wajah Cesa jika saja Dokter paruh baya yang menangani Danu tidak keluar! "Mohon maaf, keluarga pasien. Saya ingin memberitahukan bahwa Bapak Danu baru saja melewati masa kritisnya," ucap pria itu memecah keheningan.“Dokter! Apakah Papa saya bisa dijenguk, Dok?” tanya Eve cepat.Dokter itu mengangguk. “Hanya saja, saya harap keluarga Bapak Danu bisa tenang dan tidak membuatnya banyak pikiran.”Setelah dokter itu menyelesaikan penjelasannya, dokter itu pamit dan ketiga wanita itu bergegas masuk.Mereka menemukan Danu sudah membuka mata meski masih terlihat sedikit lemah."Pa!" ucap mereka bersamaan."Papah gak apa-apa! Duduklah!" jawab pria itu mencoba menenangkan."Ini semua karena kamu, Sa! Suami saya sangat mempertahankan kamu!" ketus Mama Berli tiba-tiba.Melihat itu, Danu menghela napas. “Sudahlah, Ma.”“Tapi, Mama benar! Padahal, perusahaan kolaps, tapi kenapa Ka
Mendengar petanyaan Cesa, Vivian malah kembali tersenyum. "Kau selalu mengingatkanku pada Ibumu!”“Panggil aku Mama, Sa! Kau menantuku sekarang!"Nada suara Vivian sudah kembali otoriter dan menuntut, membuat Cesa hanya bisa mengangguk.Vivian memang sahabat mendiang ibunya, dan selama ini Cesa berhubungan baik dengan wanita itu.Setelahnya tak ada percakapan lagi. Tak terasa, mereka pun tiba di Mansion Atmaja.Mereka semua turun dan masuk kedalam disambut oleh para maid, "Ini istri baru Tuan Zevin, kalian mengerti?" kata Vivian pada para maid.Semua menunduk. "Mengerti Nyonya Besar. Selamat datang Nyonya kecil!" ucap para maid serempak.Vivian mengangguk puas. Hanya saja, dia tiba-tiba mengerutkan kening dan bertanya pada kepala maid, "Oh, iya. Di mana Nyonya Muda Diandra?"Belum sempat salah satu dari mereka menjawab, Zevin tiba-tiba berkata, "Istriku sedang ke Paris."Nadanya begitu dingin sebelum berlalu melewati Vivian dan Cesa begitu saja, lalu menuju kamar.Cesa sedikit tersenta
Cesa seketika menatap nanar Zevin, "Kalau begitu, ceraikan aku.”Rasa hormat atau takut menguap dari dalam diri Cesa akibat tajamnya lisan Zevin. Sungguh, dia lebih baik hidup di jalanan dibanding menghadapi pria itu.Zevin seketika melepas kedua tangan Cesa.Karena tak siap, gadis itu limbung dan terlentang di kasur."Jika bisa, aku tak akan pernah menikahimu!" ucapnya dingin lalu keluar tanpa menoleh sedikitpun–meninggalkan Cesa yang kini kembali menyusut air matanya."Tidak apa, Cesa! Kamu hanya harus kuat untuk papa!" gumamnya–menguatkan diri.Cukup lama dia menata pikirannya setelah drama-drama yang dialaminya hari ini.Tak sadar, dia pun tertidur.Hanya saja, beberapa jam kemudian, Cesa merasakan pundaknya disentuh seseorang."Nak, Bangun!"Vivian tampak menggoyang tubuh Cesa sembari menahan senyum.Melihat kebaya Cesa robek dan banyak bekas merah di dadanya, Vivian meyakini itu ulah putranya."Tante?” Cesa mengerjapkan mata, terkejut."Mama, Cesa. Bukan Tante!" tegas Vivian, "Se
Masih tertegun dengan keadaan tiba-tiba itu, Cesa melihat Diandra masuk dengan mata merahnya."Cesa! Kau?!" kagetnya."Tante Di, Cesa—"Ucapan Cesa terputus karena bingung harus berkata apa.Terlebih, Diandra tiba-tiba histeris dan meneteskan air mata. "Teganya kamu, Sa! Aku berfikir kamu gadis baik-baik, kenapa kamu justru merebut suamiku?"Zevin yang sudah tertidur, bahkan terbangun.Pria itu langsung berdiri dan menghampiri Diandra yang ada di depan Cesa."Maafkan aku! Aku tak bisa menolak perintah Mama!"Namun, Diandra menangis semakin kencang sambil memukuli dada suaminya, "Teganya kamu menyakiti aku, Mas!""Cesa hanya akan di sini sampai dia melahirkan anak untukmu, Di!" kata Zevin datar pada Diandra walau hanya berdiri tanpa merengkuh istrinya."Tetap saja aku sakit, apa tidak bisa adopsi saja, Mas? Aku tidak rela melihatmu dengan perempuan lain!" manja Diandra."Tidak!" lembut Zevin menenangkan Diandra.Perlakuan Zevin pada Diandra sungguh berbeda dibandingkan pada Cesa!Gadis
Sepanjang Malam Cesa hanya bisa meratapi nasibnya sambil meringkuk di bath up dingin itu.Dingin yang sekaligus bisa membekukan hatinya untuk suami dan istri pertama suaminya yang sama-sama kejam.Hingga tanpa terasa Cesa bisa terlelap saat dini hari.Baru saja matanya terpejam, Cesa merasakan panas yang luar biasa di kakinya.Sontak Cesa terbelalak dan berdiri keluar dari bath up."Hahaha— Dasar jalang pemalas!" hina Diandra sambil tertawa menang.Glek!Cesa menelan salivanya berat saat mendengar penghinaan itu dengan tatapan tajam.Diandra sungguh keterlaluan!Cesa marah? Tentu saja, siapa yang tidak marah.Pasalnya, Diandra menyalakan pengisi bath up dengan air panas saat dia tidur."Daripada Tante, sudah tua tapi tak punya etika!" sindir Cesa tak kalah pedas."Kau—" tunjuk Diandra meradang, "Kau yang tak punya etika pada orang tua!" pekiknya.Cesa muak mendengar ocehan Diandra dan memilih pergi meninggalkan kamar mandi."Merusak pagiku saja!" gerutunya pelan sambil berjalan keluar
Cesa menarik nafas panjang sambil tersenyum.Yah, senyuman menahan amarah dan penuh kepalsuan, "Baik, Pak!"Cesa kembali menuju pantry dan membuat secangkir kopi yang baru."Kenapa dia menghantui hidupku! Argghhhh!" kesal Cesa.Cesa merasa terjerat hubungan tak kasat mata dengan Zevin, hingga Cesa berfikir sedang terkena azab.Zevin sudah seperti malaikat maut di mata Cesa.Dengan menetralkan hatinya lumayan lama, Cesa kemudian kembali membawakan kopi untuk suami presdirnya."Silahkan diminum, Pak!" ucapnya dengan senyum manis.Pasalnya kini disebelah Zevin ada Arga- asisten pribadi Zevin.Zevin langsung menyambar cangkir itu dan sesaat kemudian bernasib sama dengan cangkir pertama.Prang!"Sudah dingin! Buatkan lagi!"Cesa tampak menghela nafas panjangnya lagi.Dia berbalik dan menuruti perintah Zevin dengan hati yang mulai panas."Sepertinya aku benar-benar berurusan dengan pasien rumah sakit jiwa!" kesal Cesa."Dingin otakmu!" pekiknya.Jelas-jelas kopi itu masih sangat panas bahkan
Tut!Seketika panggilan teleponnya dengan Arga berakhir.Dan Zevin tetap diam memandang lepas hamparan lampu.Mengingat kembali kejadian kemarin.Saat pertemuan bisnisnya di hotel Royal Pallace, dan tiba-tiba merasakan tubuhnya seperti terbakar.Zevin kemudian pergi ke kamar mandi berharap bisa mendinginkan kepalanya.Namun, justru mendapati wanita yang sepertinya juga dijebak seperti dirinya.Tanpa berfikir panjang, Zevin langsung menyambar tubuhnya dan membawa ke kamarnya."Dia masih perawan! Oh shiitt ... Aku merusak anak gadis orang!" batinnya.Zevin benar-benar terganggu dengan kegiatan panas dengan wanita asing itu, hingga tak bernafsu dengan Diandra lagi.Zevin kemudian menatap bekas gigitan di tangannya."Tanda cinta bahwa aku telah mengambil kesucianmu!" gumamnya pelan.Sejujurnya Zevin sangat bingung, jika dia menemukan wanita berkalung bunga peony itu, apa yang akan dia lakukan?Menjadikan dia istri ketiga?Atau memberi kompensasi berupa uang? Ahh, dia bukan wanita murahan.
Tentu saja Zevin mendengar suara benda pecah dan teriakan Cesa, tapi dia memilih abai. Zevin masih kesal dengan Diandra yang seenaknya sendiri pergi dan pulang kapanpun. Zevin mulai muak! Dan bertambah muak dengan adanya istri keduanya yang dipikirannya adalah seorang jalang. Karena itulah, dia begitu ingin membuat Cesa tidak betah di rumah ini. Zevin memilih untuk masuk ke dalam kamar dan berusaha mencari informasi tentang wanita berkalung bunga peony. Dia merasa tak bisa mengandalkan Arga dalam urusan ini. "Aku yakin, Kalung bunga peony itu bukan sembarang kalung, karena blue diamondnya itu bisa memancar di kegelapan!" gumam Zevin sambil membuka situs barang langka. Mencari dimana bisa menemukan benda itu, agar Zevin tau siapa pemiliknya. Set