"Panji juga sekarang sedang bersenang-senang dengan istri barunya. Mama dan papa juga sedang pergi ke luar negeri. Kalau aku tidak ke sini ngapain aku di rumah sendiri kan sangat membosankan?" Kata Maria
"Pintar sekali Kamu honey," pintar memanfaatkan keadaan kata Riko sambil mengecup bibir merah milik wanita itu. Lambat laun ciuman mereka semakin liar dan semakin panas.Keduanya bercinta dan menghabiskan malam hingga pagi menjelang. Hingga Maria sangat terkejut ketika banyaknya panggilan video call dari Panji."Ada apa Panji menghubungiku? Apakah malam ini mereka berdua tidak bersenang-senang? gumam Maria lirih.Maria lebih terkejut lagi saat membaca chat dari Panji isi chat itu mengatakan bahwa semalam Panji pulang ke rumah dan tidak menemukan Maria di rumah dan Panji menanyakan di mana sekarang Maria berada."Sayang mampus gue, panji semalam tidak tidur di apartemen Alina tapi dia pulang ke rumah! ada apa dengan pria itu?" Celoteh Maria yang langsung turun dari ranjang dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia harus segera pulang saat ini juga.Maria harus membuat alasan yang tepat untuk menjelaskan ke mana semalam ia pergi. Tanpa membangunkan Riko yang masih terlelap dalam tidurnya Maria bergegas keluar apartemen dan menuju ke parkiran ia segera pulang ke rumah.Saat tiba di rumah ia langsung disambut oleh Panji yang sudah berdiri di depan pintu. Sebisa mungkin Maria bersikap biasa saja agar Panji tidak merasa curiga terhadapnya."Sayang kenapa kamu pulang? Bukannya malam ini kamu harusnya tidur bersama Alina?" tanya Maria berbasa basi.Tanpa menjawab pertanyaan Maria Panji malah balik bertanya. "Kamu semalaman di mana, dan kamu kenapa nggak pulang?" tanya Panji memandang Maria tepat di manik matanya."A-aku, sepulang aku dari apartemen Alina aku ditelepon sama Amanda katanya dia kecelakaan makanya aku langsung segera ke rumah sakit dan aku menginap di rumah sakit,"jawab Maria terbata dan berharap jika Panji akan percaya dengan apa yang ia katakan."Kenapa kamu tidak mengabariku dan kenapa kamu tidak menjawab telepon dan video call? Aku kan khawatir sayang sama kamu, aku nggak mau terjadi apa-apa denganmu." kata Panji lagi.Maria masuk ke dalam rumah sambil mencium bibir Panji sekilas ia langsung duduk di meja makan untuk menemani Panji sarapan."Sayang kenapa kamu pulang ke rumah?"tanya Maria lagi karena pertanyaannya yang tadi belum Panji jawab."Aku belum siap untuk menyentuhnya. Karena dia masih begitu polos dan belum tahu apapun. Aku masih memberikan waktu untuknya hingga ia siap." kata Panji.Setelah sarapan Panji langsung berangkat ke kantor tapi sebelumnya ia berpesan pada Maria untuk membawa Alina pergi ke salon. Dan Maria dengan senang hati akan melakukannya untuk Alina. Dia akan mengajari Alina bagaimana caranya melayani suaminya saat di atas ranjang. Dia tersenyum penuh kemenangan.Karena setelah Alina hamil Maria akan merencanakan kehamilan palsu untuknya. Untuk mengecoh mamah dan papa mertuanya di rumah. Niatnya sudah disetujui oleh Panji. Karena jika saat bayi yang akan dilahirkan Alina nanti akan diambil dan dia asuh dan menjadi anaknya kelak. Jadi Maria tidak akan repot-repot untuk berbohong apapun lagi untuk menutupi anak siapa yang dia bawa saat menjemput anak Alina. Dan jika saat itu tiba maka harta warisan yang sudah dijanjikan setelah Panji mempunyai anak akan segera diwariskan padanya dan itulah tujuan hidup Maria saat ini.*****Pagi harinya Maria telah tiba di apartemen, dan sebelumnya ia sudah memberitahukan Alina lewat telepon jika ia akan mengajak Alina untuk pergi ke salon, atas permintaan Panji.Maria tersenyum bahagia melihat Alina yang sudah siap dan tidak menunggu lama lagi ia segera melaksanakan tugas yang diberikan oleh Panji untuk membawa Alina ke salon.Sambil mengendarai mobil dengan kecepatan yang sedang Maria meminta Alina untuk mendengarkan setiap apa yang ia katakan. Dan Alina pun tanpa membantah mendengarkan dan menyetujui. Meskipun di dalam jantung Alina bercetak lebih cepat saat berada di dekat Panji."Kamu harus bisa melayani Tuan dengan baik! Jangan membuatnya kecewa apalagi menolak, karena Tuan Panji adalah tipe orang yang tidak suka dengan penolakan." kata Maria sambil mengemudikan mobilnya di jalanan yang masih terlihat lenggang dan Alina hanya bisa mengiyakan.Alina terkagum-kagum saat mobil telah tiba di halaman salon kecantikan yang lumayan besar dan mewah. Iya tidak pernah membayangkan akan bisa masuk ke dalam salon kecantikan semewah ini. Mungkin saja gajinya tidak akan cukup buat membayar perawatan di salon mewah ini, Alina tersadar dari lamunannya ketika Maria mengajaknya masuk ke dalam salon."Ayo, kenapa kamu bengong?" Ucap Maria yang menyenggol lengan Alina."Ah....eh ....anu Nyonya," jawab Alina terbata."Selamat pagi Nyonya," sapa para karyawan yang berdiri di depan pintu dan membukakan pintu masuk untuk Maria dan Alina, dan dibalas oleh senyuman yang begitu manis dari Maria dan Alina yang melangkah masuk terus ke dalam menemui resepsionis."Buatlah secantik mungkin gadis ini dengan penampilan yang terbaik," kata kata Maria pada salah satu staf salon yang sudah mengerti apa keinginan dari pelanggannya."Baik Nyonya," jawab pelayan yang kemudian mempersilahkan Alina untuk masuk ke dalam salah satu ruangan yang ada di salon.Maria pun melakukan hal yang sama masuk ke dalam salah satu ruangan yang berbeda dengan Alina. Ia juga sama melakukan perawatan karena sudah dua minggu yang lalu terakhir kali Maria melakukan perawatan di salon ini.Waktu yang Maria dan Alina gunakan untuk menghabiskan perawatan di salon adalah hampir satu hari penuh, karena Maria meminta Alina di makeover dari ujung kaki hingga ke ujung rambut agar terlihat perfect saat bertemu dengan Panji dan menghabiskan malam pertama Alina setelah menjadi istri sah dari suaminya. Senyum bahagia terbit dari bibir Maria."Nyonya sejak dari tadi handphone anda berbunyi terus," kata seorang pelayan yang menyerahkan handphone Maria yang tertinggal di meja resepsionis."Terima kasih," ucap Maria sambil tersenyum. Pelayan itu pun membalasnya dengan menganggukan kepala lalu berjalan keluar ruangan dan kembali ke meja resepsionis.Maria tersenyum saat melihat Panji yang menghubunginya sejak dua jam yang lalu. Karena terlihat banyaknya panggilan tak terjawab dari pria yang sekarang masih menyandang status sebagai suaminya.Saat handphonenya berbunyi lagi Maria segera mengangkat panggilan itu."Hallo sayang,""Apakah kamu dan Alina sudah selesai?" tanya Panji dari seberang telepon."Aku sudah selesai Sayang, tapi mungkin Alina sebentar lagi. Mungkin sekitar dua jam lagi Alina selesai," Sahut Maria."Jangan lupa sayang, kamu harus sediakan pakaian terbaik untuk Alina." Kata Panji sebelum akhirnya ia menutup panggilan telepon tanpa menunggu jawaban dari Maria."Huft.... Kebiasaan pria itu, sering sekali mematikan sambungan telepon sebelum Aku menjawab." gerutu Maria kesal.Setelah Maria sudah selesai dengan perawatannya Dia segera meninggalkan salon kecantikan itu untuk pergi ke butik langganannya. Kebetulan butik itu tidak jauh dari tempat Maria menjalani perawatan kecantikan, hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari salon.Maria masuk ke dalam butik dan mulai memilih pakaian apa yang pas dan cocok dikenakan oleh Alina. Hingga kedua matanya tertuju pada sebuah gaun dengan model off shoulder dengan bagian lengan menggantung dan berwarna green mint. Ia pun tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi.Setelah mendapatkan gaun dan high heels buat Alina kenakan Maria segera berjalan ke kasir untuk melakukan pembayaran. Beberapa menit kemudian setelah selesai melakukan pembayaran Maria kembali ke salon dan menyerahkan paper bag pada pelayan agar diserahkan pada Alina saat ia sudah selesai perawatan dan segera berganti pakaian.Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit Maria menunggu Alina. Ia menyempatkan diri untuk menghubungi Riko, dan memberi
"Shit!" Umpat Panji kemudian melangkah menuju pintu dan ingin memaki siapapun yang berada di depan pintu."Tiwi, ada apa?" tanya Panji datar."Maaf, Tuan. Di luar ada tamu yang ingin bertemu," kata Tiwi sambil menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap raut wajah Panji yang menahan amarah."Katakan padanya tunggu sebentar," kata Panji langsung berbalik dan menutup pintu masuk ke dalam kamar dimana Alina sedang gelisah di dalam.Alina menatap Panji yang sedang berjalan ke arahnya, jantungnya kembali berdetak dan menari-nari di dalam dadanya. Ia mulai gugup kembali saat tangan kekar Panji mulai memberikan sentuhan lembut di kulit wajahnya yang mulus lalu mendaratkan sebuah kecupan singkat. Alina masih belum bisa menguasai keadaannya, ia masih diam terpaku melihat Panji perlahan melepaskan ciumannya lalu membisikkan sebuah kalimat. "Tunggu di sini, dan jangan tidur dulu! Karena saat aku kembali nanti kita akan memulainya lagi dari awal. Sekarang aku akan pergi dulu, ada urusan yang m
Panji gelisah, ia mondar-mandir menunggu Alina pulang. Akan tetapi jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.30 tapi Alina tak kunjung pulang.Panji akan menghubungi Tiwi akan tetapi, handphone milik handphone milik Tiwi tertinggal di meja dapur.Saat Panji hendak ingin menyusul Alina yang sedang belanja di supermarket, ia sudah bersiap dengan berganti pakaian. Saat ia keluar kamar ternyata Alina dan Tiwi sudah masuk ke dalam apartemen dan tanpa Panji sadari terbitlah senyum di wajahnya. Rasa kekhawatirannya berangsur-angsur menghilang saat melihat Alina baik-baik saja.Alina tersenyum melihat Panji yang sudah rapi, ia menghampirinya dan bertanya, "Tuan Panji mau ke mana sudah malam," tanya Alina lembut."Aah....tidak..... Saya tidak mau ke mana-mana." kata Panji kemudian sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Apakah Tuan sudah makan?" tanya Alina lagi.Panji tersenyum hatinya merasa hangat, ia merasa senang karena Alina memperhatikannya. Ia pun kemudian menggelengkan kepalanya tand
"Buka pintunya sayang!" kata Panji yang membuat Alina terkejut.DeeegggAlina bingung ya harus bagaimana, ketika Panji mengetuk pintu dan meminta masuk. "Maaf tuan saya tidak membawa handuk,"kata Alina pelan tapi masih bisa didengar oleh Panji.Panji tersenyum di depan pintu, "Aku hanya ingin mengantarkan handuk ini untukmu," kata Panji yang kemudian mengulurkan tangannya saat pintu kamar mandi terbuka sedikit."Terima kasih Tuan," kata Alina merasa malu."Aku hanya takut terjadi sesuatu padamu," karena kamu begitu lama sekali berada di dalam kamar mandi."Maaf Tuan kalau saya lama di kamar mandi, karena saya bingung bagaimana caranya minta tolong pada Tuan. Karena saya malu."jawab Alina sambil menundukkan kepalanya.Panji yang melihat Alina berjalan sedikit berseok-seok dia lalu mendekati gadis itu, dan menanyakan bagaimana keadaannya apakah masih sakit di bagian intinya atau sudah lebih baik."Saya sudah lebih
Panji telah tiba di kantor sejak satu jam yang lalu. Akan tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan dua larva yang sejak pagi sudah menghubunginya untuk secepatnya datang ke kantor. Tapi ternyata mereka berdua belum berada di dalam kantor."Huft... Ke mana sih mereka sudah jam 09.00 pagi tidak ada di kantor?" gerutu Panji sambil melangkah ke arah jendela, dan matanya menatap lurus pada bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dan kokoh.Tok tok tokTerdengar suara ketukan pintu di depan ruang kerjanya Panji. Pria itu segera menoleh ke arah pintu dan di sana telah berdiri kedua larva yang telah lama ia tunggu sejak tadi. Panji berjalan lalu duduk di sebuah kursi sofa yang empuk yang berada di dalam ruangan kantornya lalu menyuruh kedua larva itu untuk duduk dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi tentang kebakaran semalam."Bagaimana hasil penyelidikannya? Apakah sudah ada titik terang atau bukti yang mengarah pada mereka?" ta
Braakk"Apa yang terjadi?" Tanya Lisa panik saat mengetahui mobil mereka ditabrak oleh kendaraan di belakangnya."Tenang dulu Ma, Mama jangan panik. Biar mereka yang mengatasi, Mama tunggu saja di dalam mobil!" Kata Arun mengelus punggung Lisa agar ia menjadi lebih tenang.Duo larva turun lebih dulu untuk mengecek apa yang terjadi, ternyata seorang pengendara motor telah terkapar di belakang mobilnya. Mungkin karena pengendara itu mengantuk atau karena apa, yang jelas pengendara motor itu yang salah. Rama kemudian mengetuk pintu kaca mobil Panji dan memberitahukan apa yang terjadi.Panji pun mengangguk dan ia menyerahkan semuanya kepada kedua orang kepercayaannya itu. Kemudian Panji melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumah bersama kedua orang tuanya yang di mana Maria sudah menunggu lama.Rama dan Dion kemudian membawa korban ke rumah sakit dan ternyata benar jika korban dalam keadaan mabuk. Dia mengendarai motor sambil mabuk entah apa yang terjadi dengannya. Setelah Rama menga
Setelah makan malam Panji dan Aron pergi bersama untuk menemui tawanan yang telah tertangkap di markas besar milik Panji. Keduanya menaiki mobil yang sama dengan panjang yang duduk memegang setir mobil.Kedua pria berbeda usia itu telah tiba di sebuah gudang tua yang terletak di dekat pinggiran kota dan dekat dengan kantor Bank cabang yang sudah terbakar.Panji dan Aaron segera turun dari mobil setelah mobil terparkir rapi di halaman gudang, keduanya disambut oleh beberapa anak buah Panji dan kedua larva yang sudah menunggunya sejak tadi sore."Bagaimana mereka? Apakah mereka sudah mengatakan yang sejujurnya? Tanya Panji pada dua larva."Belum bos, bahkan kedua pria itu rela mati asalkan tidak membocorkan siapa yang menyuruh mereka," kata Rama"Kalau begitu, buka pintunya!" perintah Aron dengan suara yang dingin.Tanpa aba aba lagi Aroon mencengkeram rahang salah satu orang yang sudah menghancurkan kantor cabangnya."Apakah kalian masih tidak mau memberitahukan siapa yang menyuruh kal
"Kalau begitu selamat ya Pak, bapak akan jadi calon ayah. Usia kandungan istri bapak sekitar tujuh minggu." Kata dokter yang bernama Vina itu."I-istri saya hamil dok?" tanya Panji dengan suara yang terbata. Ia merasa sangat bahagia akhirnya impiannya menjadi seorang ayah akan segera terwujud dengan hamilnya Alina.Dokter Vina pun mengangguk lalu permisi karena akan mengecek pasien yang lainnya. "Baiklah kalau begitu saya permisi, dan pasien jika sudah sadar boleh pulang dia hanya memerlukan istirahat yang cukup vitamin dan jangan terlalu capek." Nasihat dari dokter Vina sebelum pergi."Baik dok, baik saya akan menjaga istri saya dengan baik," jawab Panji dengan antusias.Panji menghampiri Alina dan mengecup kening wanita itu dengan sangat lembut, lalu memandang wajah pucatnya dan merapikan anak rambut yang menghalangi wajahnya. Berulang kali Panji mencium punggung tangan Alina sebagai ucapan rasa syukur dan berterima kasihnya karena Alina telah mengandung anaknya.Beberapa saat Panji