Share

Bab 9

Setelah Maria sudah selesai dengan perawatannya Dia segera meninggalkan salon kecantikan itu untuk pergi ke butik langganannya. Kebetulan butik itu tidak jauh dari tempat Maria menjalani perawatan kecantikan, hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari salon.

Maria masuk ke dalam butik dan mulai memilih pakaian apa yang pas dan cocok dikenakan oleh Alina. Hingga kedua matanya tertuju pada sebuah gaun dengan model off shoulder dengan bagian lengan menggantung dan berwarna green mint. Ia pun tersenyum menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi.

Setelah mendapatkan gaun dan high heels buat Alina kenakan Maria segera berjalan ke kasir untuk melakukan pembayaran. Beberapa menit kemudian setelah selesai melakukan pembayaran Maria kembali ke salon dan menyerahkan paper bag pada pelayan agar diserahkan pada Alina saat ia sudah selesai perawatan dan segera berganti pakaian.

Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit Maria menunggu Alina. Ia menyempatkan diri untuk menghubungi Riko, dan memberitahukan bahwa mungkin malam ini ia akan bisa menemui Riko di apartemennya. Karena Maria sudah memastikan jika Panji malam ini akan menginap di apartemen Alina.

Seorang pelayan menghampiri Maria, tidak lama setelah Ia mengirimkan-chat pada Riko dan memastikan jika pesan itu sudah terkirim.

"Nyonya, Nona Alina sudah selesai perawatan dan hasilnya sangat luar biasa, saya harap anda puas dengan layanan kami." kata pelayan yang sudah memekover Alina.

Maria mengulas senyum dan berucap, "Tunjukkan hasil karya terbaikmu!"

Pelayan itu pun mengangguk, dan melangkah kembali masuk ke dalam ruangan di mana Alina di makeover, dan keluar kembali dengan menggandeng Alina yang tampak kesusahan berjalan dengan mengenakan high heels berwarna kaca.

Alina terlihat sangat cantik,megah dan anggun dengan balutan gaun model off shoulder dengan bagian lengan menggantung dan berwarna green mint yang terlihat mahal. Bagian pundak terbuka sehingga memperlihatkan leher jenjangnya. Ditambah lagi dengan tatanan rambut yang dibiarkan terurai panjang dengan bagian ujung yang ditata curly menambah anggun pesona seorang Alina.

Maria di buat terpukau dengan penampilan Alina yang begitu berbeda setelah di makeover. Hingga ia tersadar dari lamunannya setelah suara pelayan yang menginterupsi pendengarannya.

"Bagaimana Nyonya, penampilan Nona Alina? Apakah Nyonya puas?" Maria terkesiap dan kaget Ia mencoba mencerna kata-kata yang disampaikan oleh pelayan dan kedua matanya mengerjakan beberapa kali untuk menetralkan keterkejutannya terhadap perubahan Alina setelah di makeover.

"Puas, saya sangat puas sekali," kata Maria mengembangkan seulas senyuman.

Maria masih diam tanpa kata, pandangannya menatap lurus ke arah Alina, "Sial kenapa wanita kampung ini terlihat begitu cantik, Aku kira jika dia di maceover tidak akan jauh berbeda dengan penampilannya dalam sehari hari." gerutu Maria dalam hati.

"Ya sudah ayo kita pulang, kamu sudahdi tunggu oleh Tuan di apartemen," ajak Maria pada Alina, dan Alina tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

*****

Di apartemen Panji terlihat gelisah, bagaimana ia tidak gelisah. Istrinya yaitu, Maria mendesak Panji untuk segera menyentuh Alina malam ini juga. Karena ia sangat menginginkan kehamilan Alina lebih cepat. Panji sangat mencintai Maria hingga ia mengikuti kemauan gila istrinya.

Terdengar suara Maria yang tiba-tiba sudah berada di ruang tamu dan membiarkan lamunan Panji.

"Sayang lihatlah, Alina sangat cantik dan anggun serta berkelas." kata Maria.

Panji masih duduk di bangku sofa saat Maria datang bersama Alina. Panji perlahan bangun dari duduk nyamannya dan berbalik menghadap Alina. Seketika kedua bola matanya hampir saja keluar dari tempatnya.

Maria yang menyadari jika Panji tengah terpesona akan kecantikan Alina, yang sangat begitu anggun dan mempesona.

Maria menyenggol lengan Panji, "Sayang, kenapa diam saja," kata Maria berbisik ditelinga panji.

Panji menatap lurus ke arah Alina, ia memperhatikan dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sekarang Alina sudah terlihat dewasa dengan di balut dengan gaun yang sangat cantik dengan tatanan rambut yang di gerai dan sedikit di kerli di ujung rambutnya. Dan wajahnya di poles dengan sentuhan maceup yang natural menambah kadar kecantikannya.

"Alina, kamu masuk saja ke dalam kamar dulu. Saya akan bicara sama Nyonya." kata Panji setelah tersadar dari lamunannya.

"Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi," kata Alina yang kemudian melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar.

Maria tersenyum, ia menggelayut manja di lengan kekar Panji, dan mengecup sekilas bibir Panji. "Lakukanlah semuanya dengan baik Sayang, semoga keinginan kita untuk mempunyai keturunan akan segera terwujud," kata Maria sambil memeluk erat tubuh kekar suaminya.

"Tapi ingat sayang , jangan kau gunakan perasaanmu. Jangan sampai kau jatuh cinta oke!" Kata Maria sebelum meninggalkan suaminya itu.

Tanpa menunggu jawaban dari Panji Maria melangkahkan kakinya keluar dari rumah menuju parkiran mobil. Karena ia akan segera menyambangi apartemen milik Riko sesuai janjinya tadi siang saat mengirim kabar.

Setelah kepergian Maria Panji semakin dilanda rasa gelisah, meskipun bukan yang pertama kali baginya akan tetapi rasanya sangat berbeda. Ia merasakan seperti pengantin baru lagi yang akan melakukan malam pertama dengan pasangan yang ia cintai. Jantungnya semakin berdebar kencang saat ia mulai mendekati pintu kamar dan meraih handle pintunya. Ia membuka pelan-pelan pintu kamarnya, dan terlihat Alina sedang berdiri memandang taman di belakang lewat kaca jendela yang berada di sudut kamar.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Untuk menetralkan rasa gugup di dalam diri Panji. Ia mencoba menarik nafas dalam selalu membuangnya perlahan. Panji mencoba mendekati Alina, dan reflek tangannya terulur melingkar di tubuh mungil Alina membuat yang punya tubuh itu terlonjak kaget.

Seketika Panji pun reflek juga melepaskan pelukannya, "Maaf ....," kata Panji kemudian.

"Maafkan saya juga Tuan," kata Alina sambil menunduk.

"Tidak apa-apa. Apakah kamu sudah siap? Jika aku meminta hakku sebagai seorang suami malam ini?" tanya Panji sambil kedua tangannya menangkubkanya di wajah Alina, menatap kedua manik coklatnya.

"I-iya saya siap Tuan,'' jawab Alina terbata dan kemudian muncul semburat merah di pipinya karena malu.

Untuk pertama kalinya Panji mendekatkan wajahnya pada Alina dan melihat kedua mata Gadis itu terpejam. Perasaan deg-degan di antara Panji dan Alina, dan mungkin jika meletakkan sebuah toah di dada masing-masing maka detak jantung mereka akan terdengar oleh warga sekitar.

Panji mencoba menguasai keadaan dengan perlahan menempelkan bibirnya pada bibir Alina. Tangan kanannya melingkar di pinggang ramping Alina dan tangan kirinya digunakan untuk menahan tengkuk Alina dan dengan gerakan lembut Panji mulai melumat bibir tipis milik gadis itu. Tidak sampai di situ Panji merasa jika Alina belum pernah melakukan ciuman dengan siapapun karena alinea tidak membalas sama sekali. Sehingga ia berinisiatif untuk menggigit kecil bibir bawah kali sehingga Alina sedikit menjerit dan membuka mulutnya sehingga memberikan jalan untuk Panji meneroboskan lidahnya dan mulai menari-nari di dalam mencari-cari lidah Alina dan membeli pembelinya membuat yang punya lidah membulatkan matanya karena terkejut, selama ini ia belum pernah melakukan ciuman, hanya sekedar pegangan tangan bersama priapun ia belum pernah.

Bibir Alina yang tipis membuat Panji semakin menggila, tanpa sadar ia mengikuti alurnya tangannya mulai meremas salah satu gunung kembar milik Alina dan membuat yang punya mendesah.

Alina sudah merasa kehabisan nafas dan ia tanpa sadar memukul dada bidang milik Panji, agar Panji melepaskan ciumannya meskipun hanya sebentar saja untuk memberikan waktu ruang untuk Alina bernafas. Beruntung Panji menyadari jika Alina seperti sesak nafas Ia pun segera melepaskan ciumannya, Panji tersenyum dengan bibir yang melengkung ke atas menandakan jika ia sangat menyukai bibir manis milik Alina yang rasanya berbeda dengan milik Maria karena rasanya terasa hambar jika saat bersama Maria. Jantung Panji pun tidak berdetak begitu kencang saat bersama Maria.

"Kamu cantik sekali," kata Panji yang tanpa sadar memuji kecantikan Alina. Pujian itu membuat Alina tersipu malu.

Saat Panji mulai mendekat lagi dan bibirnya sudah menyentuh bibir Alina tiba-tiba pintu kamar diketuk oleh seseorang membuat Panji mengumpat kesal,"Siapa yang berani mengganggu acara kesenangannya."

Siapakah yang berani mengetuk pintu kamar Alina?

Ditunggu kelanjutannya next part

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status