Share

2. Merasa Aneh

Pangeran Frederick Abraham Edmund — pemilik mata biru itu memandang Katherine dengan tatapan datar.

Tetesan air dari rambutnya membuat kelopak mata Katherine enggan untuk berkedip. Bias cahaya mentari yang jatuh ke bawah rambut Pangeran semakin membuat silau pandangan Katherine.

Hening melanda.

Hanya terdengar deburan ombak di tepi laut, menyapa kembali telinga Katherine.

'Pasti aku sedang di surga?'

Katherine masih berpikir dirinya berada di surga.

Mendadak kilasan balik masa lalu Katherine berputar-putar seperti sebuah kaset. Ia ingat pria malang di depannya ini memiliki kisah cinta yang amat tragis, Victoria, sang tunangan terjun ke lautan tepat di hari pernikahannya berlangsung.

Dari kabar burung yang berhembus, sang ratu tidak menyukai Victoria karena status kedudukannya lebih rendah. Hanya itu saja yang Katherine tahu.

"Nona Brown, berdirilah. Papamu mengkhawatirkanmu."

Frederick membuka suara kala Katherine hanya diam saja memandanginya dengan mata tak berkedip-kedip sejak tadi.

Katherine melirik ke samping, di mana William Brown, papa Katherine, berdiri dengan raut wajah diterpa kecemasan.

Manik Katherine mengerjap-erjap. Matanya membola, melihat sosok yang sangat dirindukannya.

"Papa!" Katherine bangkit berdiri dengan cepat kemudian mendekati William dan memeluknya dengan sangat erat.

Katherine rindu, begitu rindu pada papanya tersebut. Meski hanyalah mimpi, ia tidak akan melewatkan mimpi yang terlalu indah menurutnya ini.

William mengerutkan dahi melihat reaksi putrinya. Kendati demikian, dia balas juga pelukan Katherine.

"Ada apa dengan putriku ini?" tanyanya sambil melonggarkan sedikit pelukan.

Katherine mendongak, menatap dalam manik William. "Pa, aku merindukanmu."

Lelaki bertubuh gempal itu mengulum senyum sambil memegang kedua pundak Katherine.

"Putriku ini sepertinya sedang berbicara melantur, bukan kah dua jam yang lalu kita sudah bertemu, lihatlah gara-gara aku tinggalkan sebentar dia terjatuh ke laut," ungkap William sembari melirik Frederick.

Sejak tadi Frederick hanya diam saja. Dari kejauhan ia memperhatikan dengan seksama interaksi antara William dan Katherine.

Katherine tak menyahut, malah menenggelamkan wajahnya ke dada bidang William, menghirup aroma tubuh papanya dalam-dalam. Ada perasaan senang dan sedih bercampur menjadi satu di relung hatinya saat ini.

Seminggu sebelumnya, setelah kematian William, dalam sekejap dunia Katherine jungkir balik menjadi gelap dan suram.

Apalagi semalam dia melihat buah hatinya dibunuh oleh suaminya sendiri. Tak cukup sampai di situ, di ambang kematian dia melihat orang-orang yang disayanginya melakukan hal tak senonoh tepat di depan matanya.

Tanpa permisi cairan bening pun mengalir perlahan dari sudut mata Katherine, ketika mengingat kembali kejadian tadi malam.

"Katherine, apa kau sudah mengucapkan terima kasih pada Pangeran?" tanya William tiba-tiba.

Katherine balas dengan menggeleng cepat. Ada kerutan samar yang terlihat di keningnya juga. Dia heran mengapa ucapan William sangat persis dengan kejadian tempo lalu.

Wiliam mengulum senyum. Kemudian mendorong pelan pundak Katherine. "Ayo kita menghadap Pangeran dan mengucapkan terima kasih padanya."

Katherine mengangguk samar. Setelah itu William tuntun ia mendekati Frederick.

Wiliam membungkuk dengan hormat sejenak sembari berkata,"Aku minta maaf, karena telah merepotkan Anda, Pangeran."

Sebelum membalas, Frederick lirik sekilas Katherine."Tidak apa-apa, kebetulan aku juga sedang bersantai di sini."

Katherine tak menyadari jika tengah diperhatikan. Wanita itu tengah tercenung, memikirkan nasibnya sekarang.

"Iya Pangeran, meskipun begitu putriku ini telah membuat pakaian Anda basah," tutur William dengan mengulum senyum.

"Tidak masalah, Marquis William, lagipula cuaca pagi ini cukup panas." Sekali lagi Frederick melirik Katherine.

Gelagat Frederick lantas dibaca oleh William. Pria berkepala putih itu pun menoleh ke samping.

"Katherine, berilah hormat dan ucapkan terima kasih pada Pangeran," ucap William kemudian.

Tak ada tanggapan, Katherine masih melamun. Sejak tadi memandang pasir di bawah sana. Hal itu membuat William melempar senyum hambar pada Frederick. Dengan cepat lelaki bermata abu-abu tersebut menyenggol lengan Katherine.

"Katherine ucapkan terima kasih pada Pangeran." William mengulangi perkataannya kembali.

Katherine menggeleng dan segera tersadar. Dia tampak gelagapan, secepat kilat menatap ke depan lalu membungkuk sedikit.

"Maaf Pangeran, um maksudku terima kasih karena telah menyelamatkan aku tadi," katanya sambil menyengir kuda hingga memperlihatkan gigi-gigi putihnya sedikit.

Frederick tak langsung membalas, malah melangkah perlahan, mendekati Katherine.

Katherine amat terkejut, iris mata kelabunya melebar sedikit saat Frederick mendekatkan bibir ke telinganya sekarang.

Frederick menyeringai tipis."Sama-sama, tapi lain kali jangan melakukan hal bodoh untuk menarik perhatianku, kau lihat di belakang sana, tepatnya di balik pohon, ada seorang wanita menahan cemburu melihat aku menolongmu tadi."

Katherine terperangah. Bukan karena ucapan Frederick, melainkan karena kalimat yang dilontarkan begitu persis dengan kejadian kala itu. Sebulan sebelum menikah dengan Karl, di saat sedang berdiri di tepi kapal. Ia terjatuh ke lautan karena tak mampu menahan rasa panas yang membuat kepalanya pusing.

Katherine hendak membalas. Namun, Frederick tiba-tiba memutar badan kemudian melambaikan tangan sambil berkata-kata.

"Aku pulang dulu Marquis William!" seru Frederick tanpa menatap lawan bicara.

"Ya Pangeran berhati-hatilah," balas William sambil memandangi punggung Frederick.

"Apa-apan dia percaya diri sekali!" celetuk Katherine tiba-tiba dengan muka menahan sebal, "lagipula orang gila mana yang mau terjun ke lautan. Dia pikir aku sama dengan wanita yang selalu mengejar dia."

Membuat William reflek menoleh ke samping dengan kening berkerut kuat.

"Nak, kau kenapa?" Untuk pertama kalinya, William mendengar Katherine mengumpat kesal.

Netra Katherine membola, terkejut akan perkataannya barusan. Yang seharusnya dia ucapkan di dalam hati. Sebab tempo lalu kalimat yang diutarakan dia barusan adalah suara hatinya.

'Astaga, ada apa denganku?' batin Katherine, matanya bergerak liar ke segala arah, heran sekaligus merasa aneh dengan sikapnya barusan.

Katherine mendadak ling-lung.

"Katherine, sepertinya kepalamu terbentur sesuatu, ayo kita naik ke kapal, pasti mama dan adikmu mencarimu sekarang." Tanpa mendengarkan perkataan Katherine, William menarik tangannya dan menuntunnya menuju kapal pesiar yang saat ini terlihat di tengah lautan.

Selang beberapa menit, Katherine dan William sudah tiba di atas kapal. Langsung disambut suara teriakan Grace.

"Astaga, pakaian Anda basah, maafkan saya Nona!" pekik Grace, panik.

Maid yang ditugaskan menemani Katherine selama ini. Wanita berambut pendek itu pun mendekat, memindai tubuh Katherine dari atas hingga bawah, tengah memastikan sang majikan dalam keadaan baik-baik saja.

Katherine diam, tenggelam dalam dunianya sendiri. Semakin merasa aneh dia sebab semuanya tampak sama. Hanya perkataannya tadi kepada Frederick yang berbeda. Sementara William mengulum senyum, melihat kepanikan Grace.

"Dia baik-baik saja, panggilkan dokter untuk memeriksanya nanti," ujar William.

Grace menundukkan kepala sejenak dan sesekali melirik Katherine."Maafkan saya Tuan William, karena telah lalai menjalankan tugas."

"Tidak apa-apa, lain kali ikuti Katherine kemana pun dia pergi, aku tidak mau dia kenapa-kenapa."

"Baik Tuan."

"Oh my God! Katherine!" jerit seseorang di ujung sana.

Perhatian Katherine, William dan Grace tiba-tiba teralihkan. Mereka serempak menoleh ke sumber suara.

Dada Katherine mendadak bergemuruh. Melihat Zara tengah berjalan cepat, mendekatinya sekarang.

Bayangan Zara membunuh anaknya langsung berputar-putar di benaknya seketika. Tanpa sadar dengan raut wajah merah padam, dia pun melangkah maju ke depan.

"Nak, mengapa bajumu basah?" tanya Zara, panik.

Plak!

"Katherine! Nona!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status