"Percuma kamu menangis! Laki-laki yang baik tidak akan meninggalkan calon istrinya di atas pelaminan, Kakak tidak akan memaafkan pecundang itu lagi!"
Frisca Tarinka, gadis dua puluh tahun dengan balutan gaun pengantin yang kini menangis memeluk boneka unicorn berwarna pink miliknya. Perasaannya yang kacau di hari pernikahannya saat ini. Calon suaminya, Brandon yang pergi tanpa kabar dan jejak tepat di hari -H pernikahannya dengan Frisca. Padahal mereka sudah dekat dan menjalin hubungan istimewa lebih dari tiga tahunan sejak masih sekolah, tapi nyatanya Brandon malah mengkhianatinya.Hal itu membuat keluarga Frisca kesal dan marah, belum lagi harus menanggung malu lantaran semua tamu undangan sudah berkumpul di sana."Sudahlah Pa, bubarin aja," lirih Frisca mengusap air matanya yang masih mengalir."Bubar gimana? Semua tamu sudah berkumpul di depan, Frisca! Ini bukan upacara yang bisa bubar barisan jalan! Ini pernikahan!" pekik Johan memarahi putrinya.Frisca malah menangis, di dalam kamar hotel tersebut hanya ada kedua orang tuanya dan Kakaknya saja.Mereka semua sama bingungnya dengan keadaan ini."Papa maunya bagaimana?" tanya Dante, Kakak kandung Frisca."Ya... Papa tidak mau malu, kalau sampai bubar, pasti sangat memalukan! Mau ditaruh mana muka Papa dan Mamamu ini!" teriak Johan."Sudah Pa," ujar Tarisa mengusap pundak suaminya.Frisca beranjak dari ranjang, ia mendekati sang Kakak dan memeluknya. Semua masalah yang selalu menerkanya, hanya Dante yang bisa menolongnya."Kakak, Frisca harus bagaimana?" tanya Frisca menangis dalam pelukan sang Kakak."Ya salah sendiri! Masih bocah akal-akalan nikah! Dipikir nikah itu enak, hah?!" pekik Dante mengomel.Di saat mereka semua tengah pusing dengan situasi keruh dan panas. Frisca menangis sejak tadi tidak henti-henti menghubungi calon suaminya.Papanya yang uring-uringan dan jam acara pernikahan yang kurang dari dua puluh menit lagi. Frisca ingin menghilang saat ini.Pintu kamar hotel itu tiba-tiba terbuka, di sana nampak seorang laki-laki dengan balutan pakaian formal yang rapi. Laki-laki berwajah tampan dingin, manik mata biru, dan berpostur tinggi besar berdiri membuka pintu membawa sebuah kotak hadiah."Selamat pagi," sapa laki-laki itu mendekati Frisca dan menyerahkan kotak hadiah yang ia bawa.Frisca menatap laki-laki itu lekat-lekat, ia tahu betul dengan sahabat Kakaknya ini. Selain sahabat sang Kakak, laki-laki ini adalah dosen baru di kampusnya."Kak Daniel!" pekik Frisca bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di hadapan Daniel.Daniel Emmanuele menatap kikuk Frisca yang berderai air matanya."Hem, selamat ya Frisca. Aku ikut bahagia di hari....""Jadilah suamiku! Kumohon," ucap Frisca dengan lantang dan berani menahan malu mati-matian.Semua orang di dalam ruangan itu menatap kikuk ke arah Frisca yang meminta hal itu pada Daniel.Tatapan mata Daniel langsung menajam mendengar apa yang baru saja Frisca katakan. Senyuman di sudut bibirnya membuat Frisca pasrah dengan ejekan yang akan Daniel lontarkan."Kak Daniel, aku serius," pinta Frisca dengan nada melas."Calon... Calon suamimu?" Daniel menoleh pada orang tua Frisca dan juga Dante.Dante berdecak sebal, "Niel, calon suami ini bocah minggat sejak subuh tadi!" seru Dante."Oh," jawab Daniel."Kak Daniel tolong Frisca please, kali ini saja. Menikah dengan Frisca! Janji deh, kalau Frisca jadi istri Kak Daniel, nanti Frisca bakal nurut... Frisca tidak mau Mama dan Papa malu," lirih gadis itu menangis menunjuk ke arah Mama dan Papanya.Daniel menatap dalam-dalam gadis itu, biasanya Frisca menjadi gadis yang paling malas padanya, jahil, dan menjadi palajar yang membangkang di kampusnya.Sejak lima tahun ia berteman dengan Dante, sejak saat itu juga Daniel menyukai Frisca. Meskipun usianya dan Frisca berjarak tujuh tahun."Nak Daniel," panggil Johan pelan membubarkan lamunan Daniel pada Frisca."Kalau kau tidak keberatan, kali ini saja Niel. Berani aku membayar dengan nyawaku!" seru Dante mengimbuhi.Daniel berdehem pelan, ia melirik Frisca yang kembali memeluk boneka unicorn miliknya dan menatapnya melas dengan gaun pengantin sedikit kusut ia pakai untuk menangis sejak pagi."Bagaimana bisa aku menikahi Frisca, apa lagi dadakan seperti ini! Kedua orang tuaku, sahabatku, keluargaku, bagaimana?!" pekik Daniel menatap mereka semua."Ck! Itu bisa diatur asal kau mau lebih dulu," seru Dante pada sahabatnya."Huhh... Ini gila!" seru Daniel berat menimbangnya."Kita bisa cerai nanti, tenang saja. Atau Kakak minta uang ganti rugi?" cicit Frisca menundukkan kepalanya.Daniel diam tidak percaya, ia pernah ditolak oleh Frisca dua tahun lalu saat gadis itu masih sekolah, tapi kini gadis itu mengajaknya menikah. Menarik untuk seorang Daniel."Baiklah, aku akan menikahi Frisca hari ini! Tapi dengan satu syarat!" seru Daniel tegas.Frisca langsung mengangkat kepalanya menatap Daniel dengan terkejut dan lega. Kedua orang tua Frisca dan Kakaknya juga langsung tersenyum."Apapun syaratnya!" pekik Dante."Setelah pernikahan ini, Frisca akan tinggal denganku. Tinggal bersamaku di mansion milikku!" tegas Daniel menatap Frisca dalam-dalam.Gadis itu ingin menolaknya, bagaimana pun juga seorang Frisca Tarinka adalah gadis malas yang segalanya bergantung pada sang Mama, apa jadinya kalau ia tinggal berdua dengan Daniel? Dosennya, suaminya, dan laki-laki yang pernah ia tolak mentah-mentah."Gampang soalan itu! Frisca pasti mau karena kau sudah mau menjadi suaminya!" tegas Dante mengacungkan jempolnya.Daniel menoleh pada Frisca dan tersenyum menyeringai."Aku terima tawaranmu, Frisca."Frisca mengangguk ragu merasakan hawa panas dingin pada tubuhnya. Mungkin ia kedepannya akan merasa hidup di neraka, ia tahu betul kalau sosok Daniel bukan hanya seorang Dosen biasa, dia sangat kaya raya. Pasti akan semena-mena pada Frisca.Johan dan Tarisa merasa lega begitu Daniel menerima tawaran gila yang putrinya berikan."Kalau begitu, kalian berdua bersiap-siap ya, Mama dan Papa juga Dante akan menunggu kalian di luar. Segera bersiap ya, Daniel," pinta Tarisa menyerahkan stelan jas pernikahan pada Daniel."Iya Tante," jawab Daniel."Kami tunggu segera," ujar Johan menepuk pundak Daniel."Cepat Niel," seru Dante berjalan keluar bersama Mama dan Papanya.Kini pintu kamar itu tertutup dan hanya bersisa Frisca bersama Daniel. Situasi yang tidak pernah Frisca duga-diga sebelumnya.Frisca masih duduk di tepi ranjang dan memeluk boneka unicornnya, wajahnya masih murung dan sedih."Kak Daniel....""Jangan memanggilku Kakak," sela Daniel seraya melepaskan dasi yang ia pakai dan menggantinya dengan dasi kupu-kupu.Frisca mendongak memperhatikannya."Lalu? Apa aku harus memanggilmu Pak Daniel, seperti saat di kampus?""Paling tidak kau tahu posisimu. Bayangkan kalau aku tiba-tiba menolakmu saat ini!" seru Daniel."Eh, ya jangan!" Frisca sontak mendekati Daniel dan mencekal pergelangan tangannya.Senyuman tipis di bibir Daniel membuat Frisca cemberut."Bagus! Ternyata karma Tuhan berlaku juga ya, Frisca," ujar Daniel.Frisca menyipitkan kedua matanya berdiri di samping Daniel menatap cermin."Ka... Karma Tuhan? Karma apa maksudmu huh?"Mendengar nada sewot dari Frisca membuat hati Daniel tergelitik. Laki-laki itu terkekeh pelan seraya membalikkan badannya.Tatapan mana ocean blue milik Daniel membuat jantung Frisca berdegup, wajah tampannya kini mendekat bersamaan dengan telapak tangannya yang menyentuh lembut pucuk kepala Frisca saat posisi tubuhnya yang terbungkuk."Karma karena kau menolakku. Dan sekarang, kau malah menjadi istriku." Daniel tersenyum smirk mendekatkan wajahnya pada Frisca, "Frisca, sebentar lagi kau akan merasakan nikmat dan asamnya menjadi istri dari laki-laki yang kau tolak, Frisca."Setelah resepsi pernikahan selesai, bagai mimpi yang tidak pernah terbayangkan oleh Frisca akan menikah dan tinggal bersama Daniel, Dosen Killer di kampusnya, musuhnya, sahabat Kakaknya, sekaligus orang yang pernah ia tolak cintanya mentah-mentah. Kali ini Frisca berdiri di hadapan sebuah rumah megah milik Daniel. Seperti janji di awal kalau sudah menikah, Frisca akan tinggal dengan Daniel. Frisca terdiam, ia ternganga menatap rumah megah milik suaminya yang nampak bagai istana di negeri dongeng, sambil memeluk boneka unicorn miliknya yang tidak pernah ketinggalan. "I... Ini rumah Kakak?" tanya Frisca menatap kagum bangunan model Italian tersebut. "Heem, ini gubukku," jawab Daniel. "What the... Gubuk?!" pekik Frisca melebarkan kedua matanya ternganga. Ia menatap laki-laki yang kini menjadi suaminya itu, Daniel tersenyum miring melirik Frisca. "Gila, kalau yang modelan ini gubuk, lalu rumahku apa? Kandang kucing?" cicit Frisca berdiri di belakang Daniel. Pintu rumah megah itu t
Kedua mata Frisca malas terbuka saat cahaya hangat menyinari wajahnya. Gadis itu menarik selimutnya dan menyembunyikan wajahnya hingga aroma maskulin selimut putih itu membuat Frisca tersadar akan suatu hal. Kali ini ia benar-benar membuka lebar kedua matanya menyadari dirinya berada di dalam sebuah kamar, milik Daniel. "Harusnya aku menikah dengan Brandon," lirih Frisca mencengkeram erat selimutnya, "Brandon, tega sekali kau padaku. Kau menjanjikan banyak hal padaku, tapi saat menikah kenapa kau malah hilang?" Frisca menangis saat bayangan bahagia bersama kekasihnya muncul dalam benaknya. Tanpa beranjak ia menangis di sana, malah dirinya kini menjadi istri dari laki-laki yang lima tahun lebih tua darinya, laki-laki yang tidak terlalu ia sukai karena Daniel yang sengak dan dingin. "Brandon, kau ke mana?" lirih Frisca menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia menangis kuat menyadari kesedihannya datang di akhir penantian kebahagiaan yang ia impikan. Tangisan Frisca pelah
Setelah tiga hari menikah dengan Daniel, Frisca kembali memutuskan untuk berkuliah seperti biasa. Ia yakin dua sahabatnya pasti menunggunya dari liburan pernikahan. Frisca sudah berada di kampus saat ini, terpaksa ia berangkat lebih pagi, bahkan saat Daniel masih bersiap-siap, Frisca sudah mengendap-endap pergi. "Frisca! Oh my gosh!" Suara teriakan melengking membuat langkah Frisca terhenti seketika. Ia menoleh ke belakang di mana Anastasia dan Allana berdiri melambaikan tangannya. Senyuman Frisca mengembang saat kedua sahabatnya itu berlari dan langsung memeluknya dengan erat. "Kangen," seru Allana merengek. "Sama, aku juga kangen banget sama kalian," ujar Frisca menatap mereka berdua. "Oh ya, happy wedding ya bestie, semoga bahagia selalu, meskipun kau tidak mengundangku!" seru Anastasia dengan wajah kesalnya. Ekspresi Frisca langsung berubah detik itu juga, ia menggaruk pelan tengkuk lehernya dan mengangguk saja. Sebisa mungkin ia bersandiwara kalau tidak terjadi apapun da
"Aku mau dua, boneka Unicorn dua! Yang pink dan biru!"Frisca tersenyum manis menenteng dua paper bag besar, semantara Daniel sibuk memeluk dua boneka besar yang baru saja Frisca ambil.Senyuman Frisca mengembang, benar apa yang Kakaknya bilang kalau Daniel itu sangat kaya raya, dan kebetulan Frisca sangat menyukai yang namanya hadiah."Sekarang sudah, ayo kita pulang," ajak Daniel menoleh pada Frisca."Em, apa kau tidak ingin mengajak aku makan?""Tidak! Makan di rumah lebih baik, makanan di luar belum tentu menjaga kesehatanmu!" jawab Daniel ketus.Frisca terkekeh mendengarnya, ia hanya ikut saja dengan apa yang suaminya katakan. Bersama Daniel, rasa yang Frisca alami saat ini sama halnya ia bersama dengan Dante.Frisca merasa semua kesedihannya dapat tertutupi dengan baik. Mereka berdua keluar dari dalam mall. Daniel membawa dua boneka Unicorn milik Frisca ke dalam mobil."Kak Daniel," panggil Frisca pelan saat mobil mereka sudah melaju."Heem, mau beli apa lagi?""Tidak. Aku tidak
Daniel berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya usai Dante pulang sejak beberapa menit yang lalu. Laki-laki itu membuka pintu kamarnya perlahan. Tatapannya tertuju pada Frisca yang sudah tertidur di atas ranjang."Gadis ini," lirih Daniel mendekatinya.Daniel meraih selimut dan menutupkan pada tubuh istrinya. Ditatapnya wajah Frisca yang tenang dan ia meninggalkan satu kecupan manis di pipi dan kening istri kecilnya."Jangan bandel, Sayang," bisik Daniel mengusap punggung tangan Frisca. "Lupakan dia dan mulailah semuanya denganku, Frisca. Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan selagi aku bisa menggapainya."Satu kecupan lagi di punggung tangan Frisca sebelum perlahan Daniel berjalan tanpa suara mendekati lemari pakaian dan segera bergegas membersihkan dirinya.Butuh beberapa menit Daniel mandi hingga ia kembali masuk ke dalam kamarnya saat Frisca yang sudah duduk di atas ranjang dengan wajah mengantuk menoleh ke kanan dan ke kiri kebingungan."Hei, ada apa?" tanya Daniel men
"Sejujurnya, aku menikah dengan Pak Daniel, tidak dengan Brandon.""What?!"Pekikan keras dan ekspresi tidak percaya terlihat di wajah Anastasia. Gadis berambut cokelat itu langsung membungkam bibirnya dan menatap Frisca seraya menggeleng-gelengkan kepalanya."Ba... Bagaimana bisa Frisca?!" pekik lirih Anastasia seraya menggenggam satu tangan sahabatnya.Frisca mendengus pelan. "Saat hari pernikahan, Brandon pergi sejak subuh. Papaku marah besar padaku, tamu undangan sudah datang dan dia tidak ingin malu. Hanya Pak Daniel yang aku rasa bisa membantuku, meskipun aku tahu kalau dia juga tidak akan bersikap buruk padaku," jelas Frisca."Dia kan menyukaimu Frisca, dia juga sahabatnya Kak Dante Kan?"Frisca mengangguk, ia kembali menatap sedih pada Anastasia dengan wajah melas."Ana, aku mohon padamu jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini. Pernikahanku dengan Pak Daniel, aku tidak mau ada orang yang tahu," pinta Frisca.Anggukan dan senyuman manis diberikan oleh Anastasia hingga ia la
Daniel menuruti keinginan Frisca untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya. Laki-laki itu tidak mau membuat Frisca sampai kecewa karena satu permintaan sepele yang tidak dituruti.Kini mereka sudah berada di kediaman kedua orang tua Frisca, bahkan Dante juga berada di rumahnya."Kalian kenapa baru ke sini sekarang, Mama sudah menunggu kalian dari kemarin-kemarin!" Tarisa memeluk Frisca seraya menatap Daniel yang duduk bersama Dante."Kak Daniel Ma yang ngelarang!" sahut Frisca dengan cepat."Ya bagus, jangan sering-sering ke sini," sahut Johan beralih duduk di samping Frisca di hadapan Dante dan Daniel.Mendengar perkataan Papanya membuat Frisca sedikit sakit hati. Gadis itu cemberut, ia tahu kalau Papanya tidak terlalu menyayanginya seperti dia menyayangi Dante.Daniel memperhatikan ekspresi Frisca, ia tahu banyak kesedihan di dalamnya. Sering dibanding-bandingkan dengan Kakaknya membuat Frisca menjadi sosok yang gampang putus asa."Sebenarnya bisa saja kalau saya mengajak Frisca ke si
Daniel benar-benar mengajak Frisca pergi bersama dengannya. Frisca pun juga telihat sudah terbiasa dengan Daniel yang selalu di sampingnya.Mereka kini berada di sebuah toko perhiasan, Daniel membeli cincin sepasang untuk dirinya dan Frisca."Pilihlah mana yang kau sukai, jangan diam saja. Apa kau ingin yang lainnya? Pilihlah, aku akan membelikannya untukmu," ujar Daniel menatap Frisca.Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya."Tidak ada, aku tidak terlalu menyukai perhiasan," jawab Frisca seraya mengalihkan perhatiannya.Daniel merangkul pundak Frisca, mereka menatap seorang pegawai yang mendekatinya dan membawa kotak perhiasan berisi dua cincin untuk mereka."Ini cincin yang sudah Nyonya dan Tuan pilih, pembayarannya juga sudah selesai," ujar pegawai itu."Terima kasih," ucap Daniel.Daniel tidak memasang cincinnya langsung, melainkan ia mengajak Frisca untuk pergi bersamanya."Kau tidak ingin membeli sesuatu, Sayang?" tanya Daniel menggenggam tangan Frisca dan mengajaknya berkelil