Share

Bab 6 Sudah Ku duga

Bab 6 .2

ab 6 Sudah Kuduga

"Iya sih mbak, apalagi sekarang dokumen juga bisa dipalsukan termasuk KTP," ujarku.

Uhuk , uhuk

Mendadak Mas Farel yang ingin minum tersedak mendengar ucapanku barusan.

"Eh hati-hati dong Mas," ujarku lalu mengulurkan tisu kearah Mas Farel dan bersamaan dengan Mbak Riana juga mengulurkan tisu ke arah Mas Farel.

"Eh, kok samaan," ujar Mbak Riana yang kemudian menarik tisunya. Ada ekspresi canggung di wajahnya, mungkin dia merasa tak enak denganku.

"Makasih sayang," ujar Mas Farel setelah menerima tisu dariku. Seulas tersenyum tercipta di wajah gantengnya.

Walaupun Mbak Riana sudah menjelaskan panjang lebar tentang suaminya. Namun, entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal. Mana mungkin orang bisa semirip itu, nama juga sama, benarkah memang hanya kebetulan?

"Terima kasih ya Bu Guru sudah sudi meluangkan waktunya dan makasih juga ya Mas," ucap Mbak Riana menatap kami dan Mas Farel bergantian.

Tunggu, Mas?

Bukankan tadi Mbak Riana manggil Pak, terus kenapa Mbak Riana tampak begitu terbiasa memanggil dengan sebutan itu dan canggung saat memanggil 'Pak' pada Mas Farel.

Ada rahasia apa ini?

"Iya Mbak, sama-sama," jawabku tanpa mengungkit  soal panggilanya ke Mas Farel.

______

Di dalam mobil saat dalam perjalanan pulang.

"Sudah jelaskan, kalau suami Riana itu bukan Mas ," ujar Mas Farel sambil membelai lembut pipiku.

"Iya Mas," ujarku. Tak apa aku percaya dulu pada suamiku dan menepis rasa curigaku walau jujur masih ada yang janggal di hati ini.

"Kita langsung pulang atau kemana dulu?" Tanya Mas Farel.

"Pulang aja ya Mas, aku ngantuk," jawabku.

"Ehm, boleh dong entar mimpi  bareng," ujar Mas Farel menggodaku.

"Kan aku bilang ngantuk, gimana sih," ujarku jutek namun justru membuat Mas Farel tertawa menggodaku.

 

Beberapa hari berlalu, aku mulai melupakan masalah Mas Farel dan foto lelaki yang mirip dirinya yang bahkan hampir tak ada bedanya itu, aku memilih menjalani hari seperti biasa tanpa memikirkan masalah itu lagi.

Pagi menyiapkan sarapan suamiku, sore ngajar bimba dan malam harinya melayani suamiku memenuhi nafkah batinya seperti biasa. Aku berpikir toh Mas Farel tak pernah pergi ataupun jauh dariku. Tak ada yang berubah pada diri Mas Farel.

Selama dua tahun ini juga tak pernah sekalipun Mas Farel meninggalkan aku, Dia tak pernah membiarkan aku sendirian melewati malamku. Hanya sesekali dia pulang larut malam karena kerja.

***

"Sayang, nanti main kerumah Ibu ya. Sudah lama aku tak menjenguk Ibu," ujar Mas Farel pagi itu saat sarapan.

"Iya Mas, kebetulan aku juga libur mengajar," jawabku.

Mertuaku seorang janda karena Ayah mertuaku meninggal empat tahun yang lalu dikarenakan serangan jantung, sejak saat itu 

Ibu Mas Farel tinggal sendirian di rumah dan hanya sesekali ditemani Bik Muna, mantan pembantu Mas Farel namun saking akrabnya sudah dianggap bagian dari keluarga Mas Farel.

Beberapa kali aku dan Mas Farel meminta Ibu untuk tinggal di sini namun Ibu selalu menolak dengan alasan rumah sendiri lebih nyaman.

Setelah Mas Farel pergi aku memutuskan untuk ke salon, terkadang sesekali kita juga perlu merawat diri agar suami makin cinta.

Aku melakukan perawatan wajah, creambat rambut dan beberapa perawatan yang lain untuk menunjang penampilanku.

Selepas memanjakan wajah di salon, aku memutuskan pergi ke kafe untuk bertemu dengan Arin sahabatku.

Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padanya, meluahkan segala rasa mengganjal di hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status