Karena kesalahan satu malam yang dilakukannya bersama pria lain, Nabila hamil menjelang pernikahan. Calon suaminya marah besar begitu mengetahui hal tersebut meski dia tetap bersedia menikahinya. Namun dari situlah penderitaan Nabila berasal. Zaki sang suami sangat membencinya. Hampir tiga tahun pernikahan mereka, jangankan pernah tidur satu kamar, saling berbicara pun tidak. Keduanya justru lebih mirip seperti orang asing yang terpaksa hidup bersama dalam satu atap. Nabila ingin meminta cerai, tapi hatinya berat untuk melakukan. Cintanya terlalu besar untuk pria itu.
View More“Ma? Pa?” Mama Dina dan Papa Rudi langsung memeluk sang anak saat akhirnya mereka bertemu. Dara sudah menceritakannya di voice not sebelum keduanya sampai, jadilah mereka sudah tahu semua kejadiannya.Membuat Mama Dina dan Papa Rudi sangat menyesal, dulu pernah memojokkan Nabila seperti itu.Karena ternyata, bukan anaknya yang bermasalah, tapi menantunya lah yang terlalu bajing*n untuk perempuan sebaik putrinya.Pun dengan Mama Dina, wanita itu juga telah menceritakan semua yang Nabila sembunyikan semua ini pada sang suami.Sehingga terungkaplah semua masalahnya yang sebenarnya bersumber dari keegoisan mereka dulu—yang terlalu memaksakan keduanya untuk tetap menikah.Hanya karena Nabila dan Dewa sudah berpacaran lama dan mereka bisa malu pada banyak orang jika pernikahan keduanya harus dibatalkan.Padahal dari awal Rudi dan Dina sudah ditunjukkan, seperti apa watak asli orang tua Dewa. Yang pada akhirnya mengantarkan Nabila ke jurang amat mematikan dan menyiksa hidupnya selama beber
Nabila keluar dari tempat terkutuk itu ketika Dara berusaha mengejarnya. “Nabila! Nabila!”Nabila terus saja berlari ke arah lift, jika saja Dara tak berteriak untuk mengingatkan akan kondisinya sekarang ini.“Nabila, stop! kamu lagi hamil!” serunya, “aku tau kamu sakit hati, tapi tolong pikirkan kondisi anak kamu juga!?”Nabila akhirnya berhenti dan berbalik badan. Tapi tatap matanya benar-benar kosong. Sehingga Dara tarik temannya itu untuk dia peluk dan berikan penenangan.“Yang sabar ya, Bil. Yang sabar. Aku turut sedih atas keadaan buruk yang sedang menimpamu sekarang. Tapi percayalah, ini yang terakhir. Kamu akan lebih bahagia nantinya.”“Apa orang sepertiku nggak pantas untuk dicintai?” suara Nabila terdengar sangat frustasi.“Nggak, Bil. Itu nggak benar. Kamu itu perempuan baik dan setia. Kamu berharga dan sangat pantas dicintai oleh laki-laki yang baik juga. Bukan bajingan seperti Dewa.”Merasa memerlukan bantuan, akhirnya Dara memutuskan untuk menghubungi Mama Dina. “Aku bu
“Bil...” panggil Dara karena sekian lamanya sang teman terdiam. “Ayolah, aku percaya kamu itu kuat, kamu itu hebat. Sayapmu nggak akan patah setelah kamu berhasil melepaskan hubungan toxic ini, kamu nggak akan kehilangan apapun.“Justru kamu akan merasa lebih lega, lebih tenang tanpa beban dan bisa melangkah lebih bebas ke depannya. Sayangi diri kamu, Bil. Kamu itu berharga, kamu harapan banyak orang terutama anak-anak dan orang-orang terdekatmu.”Nabila masih tak menanggapi. Hingga Dara kembali berkata, “Percaya deh, sama aku. Setelah ini kamu akan mendapatkan pasangan yang lebih baik, keluarga baru yang lebih baik juga. Berada di tempat di mana kamu bisa dihargai dan selalu menjadi orang yang mereka utamakan dalam topik pembicaraan mereka. “Nggak bosan-bosannya juga aku ingetin ke kamu, nggak usah mikirin atau khawatirin apapun. Aku nggak akan pergi jauh, aku akan selalu ada buat kamu. Jadi dateng aja kalau kamu butuh bantuan, anytime anywhere.“Dara hampir menutup telepon mereka
Nabila dan Zaki tiba di rumah jam lima sore, tapi Dewa baru sampai pukul delapan malam. Terhitung telat tiga jam dari biasanya. “Macetnya luar biasa, Bil...Bil...” jelasnya tanpa Nabila bertanya. “Emang dari mana aja kok, macet?” sindir Nabila tipis-tipis. “Kan aku udah bilang, balik ke kantor karena ada urusan mendadak.” “Oh, iya ya?” “Ini kamu nggak lagi nuduh aku macam-macam kan?” selidik Dewa menatap Nabila penuh arti. “Hah? Nggak padahal. Mas ngerasa gitu emangnya?” “Aku beneran dari kantor, Bil. Nggak dari mana-mana.” 'Bohong kamu, Mas, bohong!' isi hati Nabila mencibir kedustaan suaminya. “Ya, udah sih. Emangnya ada aku nuduh Mas barusan?” Dewa tak membalasnya lagi dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya kemudian.. Nabila masih mendiamkan saja kecurigaannya yang semakin menguat dan berpura-pura seolah tak mengetahui apa-apa. Sembari dia mencari bukti kuat lainnya yang terus dia kumpulkan untuk membuat pria itu mengakuinya sendiri, di waktu yang tepat.
“Sekali lagi Bil.” “Udah Mas cukup...” “Sekali aja, janji...” Dewa memasang wajah memelas. Seperti anak kecil yang tengah meminta jajanan favoritnya. “Tapi perut aku...” Mendengar hal itu Dewa langsung berubah panik. “Perut kamu kenapa?” “Berasa nggak enak, kayak agak kram gitu.” Nabila tidak sedang berbohong, dia memang merasakannya setelah dua kali mereka bertempur cukup lama di jam Cinderella ini. Meski tak separah yang Dewa pikirkan. “Serius, Bil? Kamu jangan bikin aku takut.” “Makanya, udah. Nanti kalau anakmu kenapa-kenapa gimana?” “Kok, kamu nggak bilang sih, Bil, kalau ini bahaya? Aku nggak tau kalau terlalu sering itu nggak boleh.” “Coba Mas banyak belajar lagi soal ... ya, itu, deh.” “Sorry ya, Bil. Sorry. Ok, aku udahan.” Dewa bahkan tak hanya mengakhiri, tapi juga mendatangkan dokter ke sana. Dengan cara meminta tolong pada salah satu pihak pengelola Villa. Nabila yang tak diberitahu nya terkejut, mengapa ada orang berseragam putih masuk dan hendak memeriksa di
Hari sudah cukup siang saat itu, tapi Nabila Masih bergelung di tempat tidur dengan pakaian setengah telanjangnya. Nabila masih sangat mengantuk gara-gara kerjaan Dewa semalam, tapi anaknya sudah terdengar ribut saja agar ia segera beranjak dari sana.“Jaki mau salapan, Bu. Ayo kita salapan. Mau nasi goleng...” rengeknya terdengar di samping telinga persis, sedangkan tangan kecilnya berusaha menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkan.“Zaki sarapannya sama ayah, ya. Nanti sekalian main di bawah,” bujuk Dewa.“Maunya salapan sama ibuuu, mainnya sama ibu juga,” tolak Zaki menjauhkan tangan Dewa yang hendak meraihnya. “Ssst, dengerin Ayah.” Dewa meminta Zaki untuk menatap matanya. “Adik di perut Ibu masih ngantuk, kasihan kalau Kaka Zaki paksain bangun sekarang.”“Adik culang bisa sama ibu telus tapi Jaki engga.” Zaki malah menangis, sehingga Nabila terpaksa membuka kelopak matanya. Mati-matian dia menahan rasa kantuk sampai matanya memerah dan kepalanya terasa pening sebelah.“Apa, Saya
“Ya nggak gitu juga konsepnya Nabila sayangkuuuu. Kan udah jadi kewajiban seorang suami untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Jadi kamu nggak usah merasa nggak enak atau semacamnya. Kamu itu diambil dari mama sama Papa untuk dia bahagiakan, bukan sebaliknya. “Tapi kalau kamu rela ikhlas seperti itu, ya, terserah. Kalau Mama sih, nggak mau ya. Terlebih kalau suami Mama gajinya besar. Mendingan Mama yang simpen dong, buat ditabung kek, atau beli-beli perhiasan. Soalnya laki-laki kalau punya banyak uang, biasanya dia suka berulah. Beda otaknya sama perempuan yang lebih memikirkan banyak hal terutama di masa yang akan mendatang.” “Maa, jangan nakut-nakutin, dong. Nggak mungkinlah Mas Dewa kayak gitu...” ujar Nabila yang sebenarnya sedang berusaha menenangkan dirinya sendiri. “Nggak nakut-nakutin. Siapa pula yang nakut-nakutin kamu, Bil? Ini kan, umpamanya. Ya Mama heran aja—rumah ini kamu yang nyicilin, terus kalau ada kekurangan juga kamu yang menuhin. Mama pikir enak bener
“Mual lagi?” Dewa bertanya saat mendapati istrinya keluar dari kamar mandinya dengan wajah pucat dan gestur tubuh yang lemas. Nabila mengangguk. Wanita itu mengusap wajahnya yang basah dengan tissue, kemudian bercermin di depan meja riasnya. “Nggak tahu kenapa, anakku yang kedua ini Masya Allah banget, Mas. Padahal yang pertama nggak ada tuh, yang namanya morning sicknes. Mungkin karena tahu aku sendirian ... jadi nggak manja kayak sekarang ini.” “Bukan karena dia cewek?” menurut Dewa. “Kata Mama juga begitu, tapi entahlah.” “Dek, jangan nakal, ya. Jadi anak baik. Kasihan ibu,” ujar Dewa mengusap-usap perut datar Nabila. “Kamu masih bisa berangkat kerja? Kalau nggak, jangan dipaksa.” “Bisa, Mas. Tenang aja. Cuma pagi, kok, gejalanya. Kalau siang ok-ok aja tuh. Makanya aku gas makan siangnya. Kemarin aja makan steak daging, dapat banyak.” Dewa meraih Nabila ke dalam pelukan. “Makasih udah mau sabar nerima aku lagi ya, Bil. Padahal nggak ada alasan buatmu mempertahankan laki-laki
Nabila sedang berada di ruang rapat sekarang. Mereka sedang membahas perencanaan syuting video iklan yang akan dilakukan oleh tim ADT Media Minggu ini. Yakni penentuan tempat, jadwal produksi, pematangan naskah, dan yang paling utama adalah penetapan anggaran.“Nah, ini yang menjadi permasalahan utama kita saat ini, Pak. Permintaan produksi sedang cukup melonjak sekarang, namun harus kita akui, kita mengalami keterbatasan,” ujar seseorang yang menduduki kursi manajer keuangan.“Kita bisa menurunkan biaya produksi,” balas Aditya yang kemudian langsung disahuti oleh Nabila.“Tapi menurunkan biaya produksi juga bisa menghambat semuanya, Pak. Dan terus terang saya keberatan.”“Nggak ada cara lain untuk mengoptimalkan anggaran yang ada, Nabila.”“Ada cara lainnya sebenarnya, Pak,” sahut sang sekretaris.Aditya mempersilahkan.“Biarkan semuanya berjalan sambil menunggu para klien melakukan pelunasan.”“Apa ini menjamin?”“Kita akan melakukannya semaksimal mungkin.”“Yang lain ada yang mau m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.