Tak percaya cinta, Amisha melakukan segala cara untuk memberi kesan buruk kepada setiap lelaki yang dijodohkan dengannya. Namun, ketika ia bertemu dengan seorang office boy bernama Zain, Amisha sering kali memimpikan hal-hal aneh. Ada apa dengan Zain?
View More“Auranya bikin bulu kuduk merinding,” komentar Amisha lagi, tanpa mengalihkan tatapan dari jembatan kuno itu.Patung-patung kepala yang berjajar rapi di sepanjang bagian sisi bawah jembatan tampak menakutkan, seakan memberi pesan bahwa setiap tahanan yang melintasi jembatan itu harus bersiap-siap menerima kematian.“Ayo, ke sana! Dan lihat apakah kau berpikir begitu,” ajak Zain.“Huh?”Di balik kesan suram itu, celah-celah kecil dari batangan batu yang dibentuk dengan pola tertentu menyuguhkan pemandangan yang luar biasa indah, seolah-olah memberi kesempatan terakhir kepada semua narapidana untuk menikmati detik-detik terakhir kebebasan mereka atau bahkan mungkin juga hidup mereka.Sebuah jembatan dengan posisi yang lebih ren
Matahari musim semi bersinar hangat di pagi hari. Amisha dan Zain duduk berdampingan di atas sebuah gondola. Sebuah perahu dayung tradisional yang menjadi alat transportasi utama di Venice. Perahu itu berbentuk panjang dan runcing di bagian ujungnya dan datar pada bagian bawah. Membuatnya meliuk mudah dan lincah di atas permukaan air melewati kanal-kanal yang memenuhi kota terapung itu.Venice terletak di wilayah Veneto, di bagian Timur Laut negara Italia. Memiliki luas 412 km persegi yang terdiri dari 118 pulau kecil, dipisahkan oleh kanal-kanal dan dihubungkan oleh jembatan-jembatan yang tersebar di seluruh Kota Venice. Tak mengherankan jika kota ini dikenal dengan sebutan kota air.Pandangan mata Amisha dan Zain tak henti-hentinya mengagumi arsitektur bangunan-bangunan tua yang berdiri di sepanjang kanal. Sangat memukau! Ya, tidak salah jika banyak orang yan
“Aku sangat menyukai aroma tubuhmu,” ujar Zain berterus terang. Ia menumpukan dagunya di pundak kiri Amisha.“Lepaskan aku office boy gila! Aku perlu memakai bajuku!” bentak Amisha jengkel.“Tidak mau! Panggil aku 'Sayang' baru aku lepaskan,” pinta Zain manja.Amisha menahan napas, bergumam keki, “Kekanak-kanakan sekali!”Ekspresi bibir Amisha terlihat menggelikan, membuat Zain semakin gemas, lalu mendaratkan kecupan ringan di pipi Amisha.Gumaman yang dilontarkan Amisha terdengar cukup jelas di telinga Zain. Alih-alih melarikan tangannya dari pinggang sang istri, ia justru mempererat pelukannya.“Tuan Zain Adelino, apa kamu ingin merusak hadiah liburanku?” sindir Amisha dengan na
Berdiri di belakang jendela, Zain melayangkan pandangan ke luar, menjangkau gedung-gedung tua di seberang sana. Terhalang oleh kanal di bawahnya. Air kanal itu menampilkan warna indah, hijau bergradasi toska, tertimpa pantulan cahaya matahari pagi yang kian meninggi. Beberapa gondola melintas mengarungi kanal berair jernih itu.Zain membuka jendela dan mendorong daun jendela itu lebar-lebar. Kedua tangannya kini bertumpu pada bingkai jendela. Ia sedikit melongokkan kepala keluar jendela. Memberi keleluasaan kepada matanya untuk menyapu bersih aliran kanal, sepanjang yang dapat terjangkau oleh pandangannya.“Ah! Venice benar-benar indah!” Zain bergumam takjub.Ia tak menyesal telah memutuskan untuk menerima hadiah dari mommy dan daddy Cecilia. Ya, keberadaan dirinya dan Amisha di salah satu hotel ternama di Kota Veni
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Sebulan sudah ketegangan dan kesalahpahaman antara Amisha dan Zain menemukan titik terang. Namun, hubungan mereka berdua belum mengalami banyak kemajuan. Sikap skeptis masih laksana kabut tebal yang menutupi keyakinan Amisha akan kesungguhan perasaan Zain.Meski informasi dari Cecilia memperkuat perlakuan lembut dan perhatian Zain untuk membuktikan kesungguhan perasaan lelaki itu kepadanya, kabut keraguan di hati Amisha hanya berlalu dengan sangat perlahan.Bagi Zain, setidaknya sikap Amisha yang mulai melunak dan lebih banyak bersuara kini membuat harapannya makin bersinar terang.Pagi ini, udara sejuk berembus pelan dari luar jendela. Membelai lembut helaian tirai yang menggantung dan setengah terbuka. Semburat mentari pagi memancarkan cahaya keemasan, menembus kaca dan menye
“What? Pernikahanmu tidak penting? Sungguh pemikiran yang aneh!” Huges geleng-geleng kepala.“Kehadiranmu tidak dianggap penting!” Amisha meralat kalimatnya, membuat mata Huges membesar.“Amisha!” pekiknya, berlagak kesal.Sudut bibir Zain melengkung naik menyaksikan senyuman tipis terlukis di wajah Amisha saat gadis itu melihat reaksi kakak sepupunya. Ia tak menyangka Amisha memiliki sisi kepribadian yang lain, sedikit usil tentunya.“Berapa lama liburan di Indonesia?” tanya Amisha, mengalihkan topik pembicaraan. Ia tidak suka Huges terlalu tertarik membahas kehidupan pribadinya.“Entah
“Sayang, kau berdarah!”Seorang perempuan cantik dengan potongan rambut model bob sedikit di bawah telinga mendadak muncul dan meraba wajah lelaki yang dipukul Zain. Ekspresi wanita itu tampak cemas. Ia menoleh kepada Amisha, lalu beralih kepada Zain.“Ini hanya luka kecil. Tidak akan membuatku mati. Kau tidak perlu cemas, Sayang,” sahut lelaki itu santai, seraya mengusap punggung tangan wanita itu untuk menenangkannya.‘Cih! Ternyata lelaki tak tahu adab ini bisa berbahasa Indonesia,’ umpat Zain dalam hati. Matanya jeli mengawasi dua orang asing yang berdiri di hadapannya itu.“Kenapa bisa begini? Apa kau mengganggu wanita lagi dengan sifat ko
“Mas! Mbak! Sini!” ulang Cecilia, memanggil Zain dan Amisha.Ia sedang duduk di bawah sebuah tenda payung berwarna pelangi sambil menikmati es kelapa hijau. Sebuah es kelapa hijau lainnya tampak menganggur ditinggal pemiliknya.Amisha dan Zain duduk di atas dua kursi yang masih kosong.“Mau minum apa?” tanya Zain pada Amisha.Tetapi belum sempat Amisha menjawab pertanyaan Zain, seorang laki-laki berkulit putih datang menghampiri mereka dengan dua es kelapa muda di tangannya. Lelaki itu memiliki postur tubuh tak kalah bagus dari Zain. Bahkan, mungkin lima senti lebih tinggi dari Zain. Rambutnya berwarna cokelat gelap. Mata birunya hampir menyamai warna laut di depan mereka. Secara keseluruhan wajahnya menunjukkan tipikal benua Eropa yang sang
“Aku bertanya, apa maksud perkataanmu?” ulang Zain, setelah selang beberapa lama Cecilia masih belum juga bicara.“Mbak Amisha itu perempuan, Mas!” sahut Cecilia dengan wajah serius.“Siapa bilang dia laki-laki?”“Bukan itu maksudku, Mas!” Cecilia mulai geregetan dengan respons kakaknya.“Terus? Bicara yang benar! Jangan bertele-tele! Aku bukan pembaca pikiran.” Zain juga mulai terlihat kurang sabar menanti penjelasan Cecilia.Cecilia menghela napas panjang sebelum bicara.“Wanita itu instingnya kuat. Mbak Amisha pasti dapat merasakan kalau sebenarnya kita telah mempermainkan dan membohonginya. Hanya saja terkadang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.