Membalas Mertua dan Suamiku

Membalas Mertua dan Suamiku

By:  Bemine  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
1 rating
49Chapters
1.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dijatah lima belas ribu sehari saat punya suami berpenghasilan tujuh belas juta sebulan? Aku harus melihat bagaimana suamiku menjadikan ibunya ratu dengan membuatku jadi babu. Ini tidak akan bertahan lama, Bang!

View More
Membalas Mertua dan Suamiku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
default avatar
widha.87
makin gemezz sama kluarga toxic. Seneng sama tokoh utama yg tangguh & gak menye2... smangat lanjut thor...
2024-05-25 18:47:10
0
49 Chapters
Bab 1: Membalas Mertua dan Suamiku
"Baju dari mana ini, Dek?”Aku menolehkan muka dengan senyum penuh kebahagiaan. Bang Agam terhenyak melihat ekspresiku saat menatapnya. Penuh kebahagiaan, binar bersuka cita memancar dengan hebatnya. Inilah yang seharusnya kurasakan sebagai seorang wanita."Dek, baju dari mana? Bagus sekali!" puji Bang Agam lagi. Senyumku malah semakin merekah. Bukannya menjawab, aku mengedipkan mata pada pria bertubuh tinggi itu. Setelahnya, kutautkan pandangan di cermin. Cantik sekali pantulan pada bidang datar itu! Gamis panjang dari brand ternama serta jilbab motif yang sangat lembut terpadu sempurna. Riasan sederhana juga membuat wajahku segar dipandang. "Dek?" "Dari mana lagi, Abang. Aku beli, dong!" balasku pada Bang Agam sembari melirik meja rias yang isinya hanya ada beberapa kosmetik murah. "U-u ...."Bang Agam tergugu. Aku tahu benar kata apa yang hendak diucapkan olehnya. "Uangnya dari mana maksud Abang?" Pria itu lekas membuang pandang. Telinganya merona merah, jelas saja merasa
Read more
Bab 2: Membalas Mertua dan Suamiku
Dua hari yang lalu, ibu Bang Agam menyakitiku begitu dalam. Kudengar ibu mertua mengobrol dengan salah satu tetangga arisannya yang mampir ke rumah kami.  Mereka duduk di ruang tamu, menikmati teh dan kue yang dibeli oleh ibu mertua. Makanan lezat itu ‘disimpannya’ di dalam kamar tanpa sepengetahuanku, entah soal Bang Agam. Selalu begitu hingga pada akhirnya aku tahu kelakuan bengisnya itu. Usai salat asar, aku hendak berjalan ke dapur untuk menyiapkan bahan masakan. Ibu mertua dan teman-temannya tidak sadar jika diriku masih ada di rumah itu, sebab sebelumnya Ibu mertua sudah memberi perintah agar aku ke warung sebentar.  Kudengar mereka berbicara dalam nada tinggi penuh semangat. “Itulah, Mbak. Mantuku juga sama malasnya. Kerjanya main hape saja siang dan malam, tidak tahu masak dan cuci. Aku semua yang kerjain!”  “Betul, mantu-mantu jaman sekarang benar
Read more
Bab 3: Membalas Mertua dan Suamiku
Bang Agam membelalakkan mata. Sehari lima belas ribu rupiah, bahkan untuk memasak sop saja tidak cukup. Entah kenapa pria dengan pikiran busuk sepertinya bisa lulus rekrutmen super sulit di perusahaan cabang luar negeri itu.  “Lima belas ribu sehari! Apa kamu tidak bisa mengelola dengan baik? Aku sudah bilang, berhematlah. Kita ....” “Katakan itu sama Ibumu, Bang. Jangan sama aku. Di sini, di rumah ini, siapa yang harusnya kamu suruh berhemat, hah?” seruku lebih keras.  Aku membelalakkan mata sebagai balasan. Tiga tahun bersabar, tapi malah hidupku jadi semakin gila.  “Lancang kamu bawa-bawa nama ibuku, Dek. Itu tugasku merawat Ibu, beliau yang membesarkanku, memberiku uang untuk kuliah, beliau juga yang melahirkanku. Beliau paling berjasa di dalam hidupku. Sedangkan kamu, apa jasamu, hah?” balasnya.  Aku menerima palu godam
Read more
Bab 4: Membalas Mertua dan Suamiku
"Dek?" Bang Agam menoleh padaku. Tatapannya menyalak, seperti ingin menerkam. Tidak terlihat keinginan untuk bersuara lembut denganku. "Kenapa, Abang? Apa aku salah bicara barusan?""Jangan bicara begitu sama istrimu, Gam. Suaramu, kasar!" Ibu membentak Bang Agam. Beliau juga memukul lengan pria yang telah menikahiku tiga tahun terakhir. Tidak cukup sampai di situ, ibu mertua menambahkan beberapa nasihat lain, soal perjuangan istri, kebaikan istri, dan hak-hak seorang istri di dalam rumah tangga. Mendengarnya, aku menggelak sekali lagi. Sungguh, konyol sekali ocehan mereka berdua di pagi hari. Mendadak ibu mertua membuka khutbah, menasihati putranya agar bersikap baik padaku. Padahal, ibu sendiri alasan terbesar rumah tangga kami goyah. Semenjak ibu mertua datang, Bang Agam berubah. Hak dan kewajibanku diabaikannya. Dia hanya fokus menuruti ibu saja, menjadikannya ratu di istanaku. "Tsk
Read more
Bab 5: Membalas Suami dan Mertuaku
Bab 5: Membalas Suami dan Mertuaku   Hal pertama yang paling ingin kulakukan setelah Bang Agam pergi adalah membuktikan betapa mampunya diriku hidup tanpa uluran tangan suami dan mertuaku. Mereka selama ini terlampau memandang sebelah mata hingga tidak bisa melihat perbedaan antara hak dan kewajiban.  Sebab itulah, aku memilih menjejak dengan tegak di atas lutut sendiri. Tidak boleh menunggu dan berharap lagi pada dua sosok itu.  “Bismillah!” Aku bergumam keras saat keluar dari rumah mewah ini.  Jaket tebal membalut tubuh, berwarna hitam dan hijau. Helem juga melindungi kepala, sedang sebagian muka tertutup oleh masker. Segalanya membuatku begitu yakin dan siap untuk menjalani hari ini tanpa sepengetahuan mertua dan suamiku.  Setelahnya, aku turun ke jalan. Bertemu dengan puluhan orang lain yang sama sibuknya deng
Read more
Bab 6: Membalas Mertua dan Suamiku
Bab 6: Membalas Mertua dan SuamikuJam empat sore, aku tiba di rumah mewah itu lagi. Hela napasku mengudara berat, mendorong motor tua yang kubawa sebelum menikahi Bang Agam menuju garasi. Sendirian, usai berjuang dengan panas dan jalanan. Ditambah lagi, suamiku baru saja menghina dengan memintaku membuangkan bungkus kretek bekasnya. Tidak ingin meninggalkan jejak, aku buru-buru membuka jaket kebesaran tersebut, lalu menyembunyikannya di bawah jok motor terlebih dulu untuk saat ini. Khawatir juga andai Ibu Mertua yang baik budi tersebut muncul dan memergoki apa yang telah kulakukan di luar sana selama ini. Setelahnya, aku bergerak menuju pintu masuk. Helaan napas ini memberat, gelisah menyerang membabi-buta. Ada sepasang sandal yang sangat kukenal telah terduduk manis di rak. Juga sepatu yang terlihat begitu arogan berada di sebelahnya. “Dari mana saja, Nak?” Lembut mendayu, sebuah suara menyapa diriku. Bukannya senang, tubuhku merinding luar biasa. Sekujur badan bergetar, seola
Read more
Bab 7: Membalas Mertua dan Suamiku
Bab 7: Membalas Mertua dan Suamiku   “Kak, nurut kalau diingetin!” Tiga tahun lalu, aku mendengar ocehan itu sembari rebahan.   Saa itu, aku membuat sebuah kesalahan besar di dalam hidup. Menetapkan kriteria yang tidak islami saat memilih calon suami, mengabaikan semua hal-hal penting yang harusnya menjadi pertimbangan hanya karena perkara duniawi semata.     Teringat jelas olehku, kala itu ....   “Kak, mending istikharah dulu sebelum ngambil keputusan!” Adikku yang berwajah rupawan muncul entah dari mana.   Dia berdiri di ambang pintu kamarku, memandang dengan ekspresi tidak suka. Pria yang usianya lebih muda empat tahun dariku itu memicingkan mata. Ditatapnya gawai yang enggan kulepas sejak pagi.   Padahal, selama ini aku tidak pernah candu dengan benda pipih yang menyala itu. Hidupku sudah sangat sibuk, bekerja di toko retail, kemudia
Read more
Bab 8: Membalas Mertua dan Suamiku
Bab 8: Membalas Mertua dan Suamiku “Maksudmu apa, Ima?” Bang Agam terus menodongku dengan perkataan yang lebih tajam. Dia berdiri di sebelah meja, menatap diriku dengan ekspresi seolah ingin menerkam. Ditambah lagi, perlahan-lahan terdengar rintihan putus asa dari mulut ibu mertua. Beliau mulai memainkan lakon hanya untuk membuat diriku semakin buruk di depan Bang Agam. “Kenapa hanya beli satu porsi padahal di rumah ini ada tiga orang? Apa tidak paham kalau kamu tidak masak, itu berarti kami tidak makan! Kalau beli makanan, ingat juga pada suami dan ibu mertuamu,” sambungnya kembali. Kuulas senyum, kemudian memutar keran air untuk mencuci tangan di wastafel. Sikap masih kuatur sedemikian lembut dan anggun agar emosi yang ada di dalam diri Bang Agam semakin memuncak. “Tidak cukup uangnya,” sahutku. Ringan sekali, seolah sedang m
Read more
Bab 9: Membalas Mertua dan Suamiku
Bab 9: Membalas Mertua dan Suamiku  Beliau terhenyak mendengarku berkata dengan suara ketus. Diletakkannya seuntai gelang ke atas meja, kemudian ibu mertua terlihat mengatur napas sebelum memandang balas diriku. Sungguh, aku muak sekali. Terlihat jelas beliau sepertinya sengaja melakukan hal ini pada kami. Dia tahu benar jika Bang Agam sangat tidak suka kalau ibu mertua merasa sedih, dan hal itu dimanfaatkan olehnya. “Kenapa Ibu lakukan hal sejahat ini padaku dan Bang Agam kalau Ibu sendiri tidak mau hal ini terjadi pada diri sendiri?” seruku kembali dengan nada yang lebih tinggi. “Loh, kok kamu ngomongnya begitu, Ima? Ini Ibu, loh. Ini Ibunya Agam, mertuamu sendiri,” balas Ibu mertua. Beliau mengusap dada, seolah-olah kata yang kuutarakan barusan telah menembus relung dadanya. Padahal, aku yakin benar, beliau peduli saja tida
Read more
Bab 10: Membalas Mertua dan Suamiku
Bab 10: Membalas Mertua dan Suamiku  Aku menantu jahat? Sepertinya begitu yang akan terdengar andai orang-orang tahu jika ibu mertua dibawa ke rumah sakit dengan ambulance dan diriku enggan ikut. Sesaat lalu, bunyi sirene ambulance memekakkan telinga. Ibu mertua jatuh pingsan karena mendengar tuntutan ku pada Bang Agam. Walau demikian, aku tahu benar kelakuan perempuan paruh baya itu. Ibu mertua sangat sehat, sulit diterima akal jika tiba-tiba dia jatuh pingsan. "Dek, ikut ke rumah sakit!" Perintah dari Bang Agam bagai angin lalu. Pria itu berdiri di ambang pintu, menatap nyalang padaku yang enggan berganti baju. Sekalipun aku tidak bergerak sampai Bang Agam menyerah dan meninggalkanku sendirian di rumah. Akhirnya aku berhasil bersikap egois pada mereka setelah sekian lama mengalah. Malam ini, tidurku sangat nyenyak meski sendiri
Read more
DMCA.com Protection Status