Share

Bab 7. Cinta pertamaku

Aku berjalan pulang ke rumah, saatnya aku mulai menyusun rencana.

*

"Assalamualaikum, Papa. Gimana kabar Papa?"

Aku menghubungi Papa. Tiba-tiba saja aku kangen Papa. Melihat kenyataan Mas Iqbal mengkhianatiku, aku merasa bersalah sama Papa. Dulu beliau orang pertama yang menentang keras keputusanku saat hendak menerima Mas Iqbal dan menikah dengannya.

Tapi karena aku tetap kekeuh, bersikeras pada keyakinanku, akhirnya Papa terpaksa merestui. Meski aku tahu, hatinya berat, hatinya tak rela melepasku bersama laki-laki yang tidak sreg di hatinya.

"Papa Baik. Seperti biasa, baik-baik saja. Kamu apa kabar, Sayang?" Terdengar suara khas Papa di seberang sana.

"Tyas juga baik, sehat, Pa."

"Alhamdulillah kalau gitu. Gimana? sudah kamu sampaikan sama Iqbal soal rencana itu? Bagaimana beraksi dia? Papa yakin dia akan senang sekali dengan berita ini. Ya kan?" Entah mengapa suara Papa terdengar seperti ... Seperti tak ikhlas. Apa mungkin hanya perasaanku saja?

"Ehm, soal itu ... Belum. Tyas belum sampaikan Pa." Aku menjawab lesu.

"Lho kenapa? Bukannya kemarin-kemarin kamu sudah sangat ngotot dan bersemangat sekali untuk secepatnya melimpahkan pada Iqbal?"

Suara Papa terdengar kaget. Aku hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Iya Pa. Keadaannya sekarang sudah berbeda. Tyas pikir, benar apa yang Papa katakan. Untuk tidak perlu melakukan semua itu, apalagi ...."

"Apa?" kejar Papa.

"Apalagi pernikahan Tyas dan Mas Iqbal belum dikaruniai anak."

Salah satu alasan Papa tak setuju dengan rencana melimpahkan kepemimpinan perusahaannya pada Iqbal karena menurut Papa itu berlebihan, apalagi kondisinya kami berdua belum ada anak. Papa hanya takut jika Iqbal tidak sesuai dengan harapannya, dan berbuat hal yang di luar dugaan, dan jika itu terjadi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Karena posisinya kami belum punya anak bisa saja justru aku yang akan tersingkir.

"Alhamdulillah akhirnya kamu paham apa yang Papa maksud Nak, kamu percaya sama Papa. Semua yang Papa lakukan semua tentu demi kebaikan kamu. Papa hanya ingin melindungi kamu."

Laki-laki cinta pertamaku ini memang luar biasa. Cintanya padaku tak berbatas. Maafkan aku Pa, aku yang sering membantah Papa. Aku sering membuat Papa kecewa karena kerasnya sifatku. Setelah ini aku janji, untuk lebih menurut apa kata Papa.

Tanpa sadar air mataku menetes. Aku yakin ketika Papa tahu semuanya, sudah pasti ia akan sangat kecewa. Anak semata wayangnya, yang sangat ia cintai, ternyata di sakiti oleh laki-laki yang bahkan kehadirannya tidak di restui.

Apa ini bentuk karma dari Tuhan karena aku lancang, mengabaikan restu Papa?

"Iya Pa. Satu lagi, sepertinya untuk ke depannya Tyas mau aktif lagi di kantor."

Namun terdengar Papa tergelak tawa mendengar aku ingin aktif lagi di kantor.

"Papa! Kok malah ketawa memang ada yang lucu? Memang nggak boleh aku ikut mengurusi perusahaan milik papaku sendiri?" Aku mengerucutkan bibirku, merajuk. Meskipun di sana Papa tidak melihatnya.

"Bukan begitu, Sayang! Papa justru sangat senang mendengar ini. Papa hanya heran aja, kenapa kamu tiba-tiba berubah, ada apa Sayang? Apa ada sesuatu terjadi?"

Aku terdiam beberapa saat. Tak mungkin aku mengatakan pada Ayah kalau Mas Iqbal telah mengkhianatiku. Pasti Papa akan sangat marah sekali dan langsung akan turun tangan. Aku ingin menyelesaikan masalahku sendiri dengan caraku sendiri.

Biar nanti saja aku ceritakan pada Papa saat waktunya tepat.

Sedekat itu memang aku sama Papa, semenjak Mama pergi lebih dulu menghadap sang Pencipta, saat aku masih SMA. Aku tinggal berdua sama Papa. Papa kerja keras membangun perusahaan. Hingga kini perusahaan Aditama berdiri kokoh dan menjadi satu dari sepuluh jajaran perusahaan berpengaruh di negeri ini.

Tapi Papa tak ada niatan untuk menikah lagi, meski ada banyak wanita-wanita yang berusaha menarik perhatiannya. Tapi Papa memilih untuk tetap setia pada Mama. Terkadang aku kasihan lihat Papa yang melamun sendiri di taman belakang. Beberapa kali aku menyuruh Papa untuk menikah lagi saja, aku tak melarang. Tapi Papa selalu berkata, tak ada wanita lain yang bisa menggantikan posisi mama di hatinya.

Keteguhan hatinya membuatku bangga, dan memiliki impian kelak bisa punya suami seperti Papa. Yang sangat sayang keluarga dan setia sama Mama sampai maut memisahkan.

Tapi apa mau di kata, takdir berkata lain, suami yang kubanggakan, dan kuperjuangkan di depan Papa. Ternyata tak lebih dari seorang pengkhianat!

"Tyas! Apa kamu baik-baik saja? kamu masih di sana 'kan?"

Aku tersentak kaget, suara Papa memanggil, menarikku dari lamunan.

"Eh, Iya Pa, aku nggak apa-apa. Papa setuju 'kan aku kembali aktif di kantor?" tanyaku lagi untuk memastikan

"Tentu saja Sayang. Papa setuju sekali. Di kantor kamu bisa belajar banyak dari Abian, dia yang sudah lebih dulu membantu Papa selama ini. Kalian akan jadi tim yang solid."

"Iya Pa. Terimakasih ya Pa. Papa jaga kesehatan, jangan terlalu banyak pikiran," pesanku sebelum menutup panggilan.

"Iya, Sayang. Kamu juga baik-baik di sana ya. Assalamualaikum."

Panggilan selesai.

Papa tinggal sendiri, hanya di temani oleh beberapa pekerja di rumah. Kesibukkannya hanya bermain golf, bertemu dengan teman sejawatnya.

Sudah terhitung lima tahun terakhir ini kondisi kesehatan Papa sering terganggu, membuatnya memilih untuk pensiun lebih awal, semua urusan kantor ia percayakan pada Abian, orang kepercayaannya.

Ketika aku berhasil menyelesaikan kuliah di luar negeri, rencananya aku akan mengambil alih kepemimpinan perusahaan. Namun gagal. Karena aku mengalami patah hati.

Patah hati lantaran di tinggal nikah oleh kekasihku. Zidan. Padahal aku dan dia sudah berencana akan menikah, namun siapa sangka, Zidan malah menikahi sahabatku. Ketika aku pulang ke Indonesia, Erin sahabatku itu sudah hamil lima bulan.

Dunia seakan runtuh seketika mendapati kenyataan yang menyakitkan, kala itu.

Aku menatap langit-langit kamar ini, sekarang aku harus merasakan kembali sakitnya di khianati.

Terkadang aku merasa dunia seperti tak adil padaku. Ketika aku sudah benar-benar mencintai seseorang, mengapa harus berakhir menyakitkan?

Tiba-tiba saja suara langkah kaki memasuki rumah ini. Seperti langkah kaki lebih dari satu orang.

Aku bangkit untuk melihat siapa yang datang. Betapa terkejutnya aku melihat seseorang yang datang ke rumah ini.

Bersambung.

Siapa ya kira-kira yang datang ke rumah Tyas?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status