Share

16. Rumitnya Hidup

"Pa, cobain cookies buatan Mama, dong. Tadi sore Mama sama Anya bikin cookies ini, lho. Kalau kata Satya, sih enak. Sena nggak komentar apa-apa. Sekarang giliran Papa cicipin dong."

Shinta mengangsurkan sebuah toples ke arah Rama. Mau tidak mau senyum Pradnya mengembang di wajahnya.

"Tapi banyakan buatan Anya dibanding buatan Mama, kan?"

Shinta mencebikkan bibir. "Astaga, Pa. Sekali saja, Papa muji Mama gitu nggak bisa, ya?" gerutu perempuan paruh baya itu, lalu dia menoleh ke arah Pradnya. "Papanya Sena sama Sena itu sebelas dua belas, Nya. Susah banget sesekali bohong. Dari dulu Sena memang nggak begitu suka manis, Nya. Jadinya dia nggak tahu gimana caranya muji cookies buatan kita."

"Siapa bilang nggak suka? Aku suka, kok Ma. Asal cookies buatan Mama sama Anya, mau semanis apapun, bakalan aku makan."

"Gombal banget, sih Bang," cibir Satya. "Bukan lo banget tahu, nggak."

Antasena mengedikkan bahu. "Setidaknya gue mau usaha biar nggak jadi cowok kaku lagi."

Dan sedetik kemudian, ham
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status