Share

03 | Lelaki Memang Brengsek

Rencana gilaku yang pertama adalah aku kabur dari rumah. Well, tidak benar-benar kabur, karena Marvin masih berpamitan dengan Mama dan Papa. Ia bilang bahwa ia ingin menghiburku sekaligus ((lagi-lagi)) quality time denganku karena sebentar lagi aku, saudara kembarnya ini, akan segera menikah. Sungguh, ia pantas menjadi kesayangan Mama dan Papa karena over berbakti. Meskipun sudah akrab dengan dunia malam semenjak kuliah, Marvin tidak pernah sekalipun membantah ucapan Mama dan Papa. Ia selalu menjadi anak penurut yang mengiyakan petuah tetua.

Tapi, hari ini Marvin keluar zona nyaman. Ia ikut dalam misi kabur-kaburanku ke Bogor.

Misi untuk menemui kunci utama, orang penting yang bisa membantuku untuk terlepas dari perjodohan konyol ini.

Ehm, dia adalah pacarku. Namanya Adimukti Darsana. Kekasih yang telah aku pacari selama empat tahun. Jarak usia kami hanya dua tahun, tapi ia sangat mengayomiku. Kami bertemu saat sama-sama masih menjadi mahasiswa S1. Di sebuah event kampus, pertama kalinya aku mengenal dia. Hari itu dia mengantarku kembali ke kost, kemudian esokny mengajakku makan dengan dalih tidak punya teman. Kami semakin akrab saat ia membujukku ikut salah satu klub buku di kampus. Di sanalah aku tahu bahwa meski Adi tidak setampan aktor Korea, tapi pesona tidak kalah dengan Soe Hoek Gie. Pesonanya saat berorasi kala demo kenaikan UKT benar-benar memukauku. Sangat penuh semangat dan idealisme. Mengenal Adi membuatku jauh lebih baik, ia mendorongku untuk keluar dari zona nyaman dan berani mencoba segala hal baru. Satu tahun mengenal, Adi menyatakan perasaannya dan tentu saja mana mungkin aku menolak pernyataan cinta aktivis kampus yang anehnya selalu rapi dengan pakaian bersih dan rambut yang pendek.

Kami pun berpacaran hingga saat ini. Meski sempat menjalani hubungan jarak jauh lantaran Adi kembali ke Bogor dan mengurus bisnis keluarganya, hubungan kami tetap terjaga. Jauh dari cekcok dan harmonis. Sebulan sekali ia ke Jakarta untuk menuntaskan rindu padaku dengan membawa berbagai macam hadiah. Aku sendiri heran bagaimana kami melewati tahun-tahun ini tanpa pertengkaran. Hubungan kami layak mendapatkan predikat relationship goals.

"Sebenarnya gue gak terlalu suka sama si Adi," celetuk Marvin setelah menelan suapan bubur ayamnya.

"Kenapa emangnya?" tanya Naya, salah satu sepupu kami yang juga tinggal di Bogor. Ia mencuri telur puyuh di piring Marvin.

Pagi ini aku dan Marvin bertemu dengan Naya di sebuah warung pinggir jalan, tempat biasanya kami berkumpul jika liburan ke Bogor. Tante Maya, bundanya Naya adalah adik dari Mama. Keluarga Naya menetap di Bogor lantaran ayah Naya, Om Buana, dinas di kota ini. Meski sebenarnya keluarga Mama asli orang Yogjakarta, tapi kebanyakan anak-anak mereka merantau. Seperti Mama yang di Jakarta,  Tante Maya di Bogor, dan Om Pandu di Malang.

"Gimana ya, gak sreg aja gitu," jawab Marvin mengeluarkan pendapatnya.

Naya terkekeh, "Apa karena lo lebih ganteng dari si Adi? Katanya lo pengen punya adik ipar ganteng yang bisa diajak bikin boy band."Sepupuku itu kemudian berdiri dan mulai mengejek Marvin dengan mengingatkan aibnya di masa lalu. Menyukai kakak kelas kami saat SMP yang kebetulan pecinta drama Korea garis keras. "Saranghaeyo, Alda Noona! Neomu-neomu saranghaeeeee!"

Wajah Marvin sudah mulai memerah.

Aku menimpali ejekan Naya, "Udah berusaha keras ngapalin bahasa Korea masih aja ditolak."

Naya kembali duduk, ia menganguk, "Mungkin Marvin di tolak karena lo tahu Marvin dulu item banget. Gokil banget, Marvin definisi 'puberty hits me so hard'!!!'

"Nih kalau cewek-cewek tahu si Marvin dulu buruk rupa pasti bakalan nolak dia," sahutku kemudian tertawa

Marvin hanya menye-menye mendengarkan celetukanku dan Naya tapi kemudian ia melempar serangan. "Yang penting kan sekarang, guys! Lihat gue!" titahnya sembari berlagak sedang photoshoot, membuat tanda V, menatap tajam sok seksi. "Lo lihat kan gue lebih ganteng dari suami lo," tunjuknya pada Naya, "dan pacar lo," tunjuknya padaku.

Aku dan Naya kompak mendengus. Marvin kadang mulutnya memang banyak julid.

"Sorry,guenyarisuamiberdasarkankarakterpercumagantengkalogesrekkayalo,"NayamenamparMarvindenganucapannya.

"Kak Adi gak sejelek itu kali. Dia manis kok," belaku. Bagaimanapun Kak Adi pacarku. Tentu aku tidak terima jika ia dibilang jelek. Seperti kata Marvin, love is blind, honey.

"Bela aja, bela teroooos," sindir Marvin. "Kalau cinta tai kucing rasanya coklat

Aku hanya memelototinya. "Love is blind, honey!"

"ITU DIALOG GUE!!!" Marvin menyalak seperti anjing galak tetangga kami.

"Ngomii nih, gue penasaran. Emang apa sih yang lo lihat dari si Adi, Mei?" tanya Naya, menghentikan perdebatan tak bermutu aku dan Marvin. Kemudian ia membenarkan posisi duduknya, "Maksud gue, apa nilai lebih dia sampai lo awet selama ini? Jangan jawab jodoh, gue gibeng lo!"

"Dia suka cowok modelan kayak Adi, aktivis kampus, penuh semangat dan idealisme," sahut Marvin seolah juru bicaraku. Inkonsisten sekali, kadang menjatuhkan kadang membelaku. "Wajahnya mirip aktor lawas yang main Catatan Si Boy. Alex-alex gitu deh pokoknya, Nay."

Naya terkekeh. "Kayak gak ada artis jaman sekarang aja, kirain mirip Park Bo-Gum, Jeon Jung-Kook, atau Nicholas Saputra gitu, eh malah aktor jaman bokap nyokap," ucapnya. "Masa cuma karena itu? Serius nih mulutnya Marvin?"

Marvin menonyor kepala Naya, membuat gadis itu memukul kepala Marvin dengan sendok.

Aku berpikir sejenak. Pertanyaan Naya membuatku bimbang. "Dia baik kok, mapan lagi," kataku, "yah gimana, selera gak bisa dipaksa."

Marvin dan Naya sontak bersorak. "Basic banget jawabannya!"

"Tapi kalo gue boleh tanya nih, Mei," ucap Naya. "Lo yakin banget sama di Adi?"

Aku terdiam sesaat.

Apakah aku yakin dengannya?

Apakah aku yakin dengan seorang Adimukti Darsana?

Pertanyaan Naya seharusnya aku tanyakan pada diriku sebelum melangkah sejauh ini.

"Maksud gue," Naya menyelipkan anak rambutnya,  "nikah sama pacaran itu bedanya jauh banget, you know what I mean?"

"Ciye yang udah pengalaman nikah," ejek Marvin yang tak dihiraukan Naya.

"Ya ... yakinlah, udah pacaran lama juga." Aku menolak melihat mata Naya, takut ketahuan ragu dan bimbang.

Hah, aku mengakui jika ragu!

"Pacaran lama gak menjamin lo bakalan naik pelaminan sama dia juga," sahut Marvin memecah keheningan.

"MARVIN!" Naya memukul kepala kembaranku. "Mulut lo itu gak ada filternya ya!"

Iya, kenapa aku lupa pacaran lama tidak menjamin naik pelaminan.

Bukannya banyak yang pacaran seperti kredit rumah tapi berakhir berpisah?

"Anjir, tangan lo kayak tangan kuli, Nay!" gerutu Marvin sembari mengusap kepalanya sendiri. "Gila, kepala gue jangan lo bikin patah kayak Barbie jaman kita kecil dulu!"

Naya tak menanggapi ocehan Marvin, ia terus memukul kepala dan bahu kembaranku, "Jangan dengerin omongannya Marvin, Mei. Mulutnya kayak sampah kadang."

Marvin mendelik di tengah-tengah saat ia dipukuli. Aku tertawa paling kencang, Naya paling jago menyiksa Marvin.

"Yakin aja sama diri lo sendiri," tambah Naya saat ia selesai menyiksa Marvin.

Iya, aku harus percaya pada diriku.

Tapi masalahnya, setelah mendengar ucapan Marvin, diriku punya kepercayaan lain. Hal itu semakin merubah persepsi dan pandanganku, semakin jauh melenceng

"Adi udah tau lo di Bogor?" tanya Naya.

"Gak tau, gue sengaja gak ngomong biar surprise gitu." Aku menghela napas, perasaanku mendadak tak enak.

"Halah anak jaman sekarang shombong amaaaat! Sok banget bikin surprise, cih!"

Sudah tahu kan siapa yang bicara barusan?

"Guys, boleh aku  ngomong," kataku.

Marvin dan Naya saling pandang.

"KALIAN DARI TADI GAK SOPAN BANGET MANGGIL PACARKU GAK PAKE EMBEL-EMBEL KAK, BANG, ATAU MAS, HAH!" seruku sembari menarik telinga dua mereka.

Mam. Pus.

***

Aku memarkir motor matic Naya di sebuah warung dekat dengan rumah Kak Adi. Satu box black forest segera aku ambil dari jok motor setelah membetulkan pakaian dan rambutku. Memoles bibirku dengan liptint yang sempat dibelikan Kak Adi untukku.

Senyumku yang merekah saat melangkah ke rumahnya perlahan memudar saat aku tiba di depan pagar rumahnya.

Wait, aneh sekali

Kak Adi berkata bahwa ia sedang rebahan di rumah hari ini karena sakit. Bahkan suaranya terdengar serak saat kutelepon dua jam yang lalu. Jika ia dirumah mengap pagar rumahnya terkunci gembok dari depan? Aneh sekali. Aku mencoba berpikir positif jika Kak Adi sedang keluar, tapi mengingat jika sedang sakit Adi hanya berbaring di kasur rasanya hal ini sulit dipercaya. Aku semakin berpikiran negatif.

Sial, aku gak boleh berburuk sangka sama pacar sendiri. Kak Adi pacar terbaik!

Aku menekan bel rumah, tak ada sahutan pun pergerakan manusia dari dalam rumah bercat hijau pupus itu. Bulan ini ayah dan ibu Adi sedang perjalan bisnis ke Singapura, katanya ingin mengembangkan brand mereka di negara maju itu. Kakak perempuan Adi sudah menikah dan ikut bersama suaminya ke Bandung. Hanya sebulan sekali ia pulang menjenguk orang tuanya di Bogor. Beerarti bulan ini Kak Adi sedang sendiri di rumahnya. Sendirian tanpa siapapun.

"Teteh nyari siapa?" tanya salah satu tetangga yang sepertinya antara kasian dan kepo dengan diriku. Gadis yang kepanasan sembari membawa box black forest. Celingukan seperti anak hilang.

"Saya nyari Kak Adi, Bu" ucapku seraya tersenyum. Calon tetangga, euy! "Ibu tahu Kak Adi dimana?"

Ibu tadi menatapku penuh selidik. "Teteh saudara atau sepupunya A' Adi?"

Tuh kan kepo.

"Saya pacarnya." Aku tersenyum malu-malu, geli sendiri menyebut Kak Adi sebagai pacarku. Tapi, melihat ekspresi bingu di wajah wajah tetangga Adi, senyumku luntur. Tetangga Adi sepertinya  tidak yakin jika aku kekasihnya, karena memang aku hanya dua kali ke sini, itupun ramai-ramai dengan teman satu organisasi di kampus dulu.

"Pacar?" Ibu tadi justru menanyaiku balik. "Bukannya pacarnya A' Adi rambutnya pendek ya? Yang sering ke sini pake mobil mahal itu."

Aku membeku sesaat. Tubuhku menegang mendengar. Ucapan itu mengangetkanku seperti sambaran petir di siang bolong.

Ucapan tetangga Kak Adi membuatku gusar.

"Eh tapi mungkin saya yang salah, Teh," katanya kikuk, "tadi kayaknya A' Adi keluar ke minimarket depan. Bentar lagi juga balik."

Kemudian Ibu tadi menendang pagar besi dengan kakinya. Tenaganya emak-emak memang super! Pintu langsung terbuka. "Gemboknya udah gak berfungsi. Tunggu di beranda aja, Teh."

Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Perlahan aku melangkah menuju beranda.

Aku duduk terlunglai di kursi beranda. Kakiku mendadak lemas. Jantungku serasa remuk. Sakit sekali! Box black forest kuletakkan begitu saja dia kursi sebelahku. Tsnganku mengepal, seperti ibu, buku jariku juga memutih saat cemas dan terusik dengan ucapan tetangga Kak Adi.

Apa maksud ucapannya tadi?

Gadis berambut pendek?

Gadis yang suka menaiki mobil?

Semua itu jsub dari deskripsi diriku, pacarnya Adi.

Dadaku tiba-tiba serasa sesak, memikirkan berbagai skenario buruk di hidupku. Kemungkinan-kemungkinan penuh kemalangan yang akan kulakoni nanti.

Brak!

Pintu rumah Kak Adi terbuka.

"Aa' Didi! Lama banget beli pengaman ... nya...."

Aku menoleh dan suara sopran itu melemah seketika.

Gadis dengan potongan rambut sebahu yang mengenakan gaun tidur. Lagi-lagi belahan dada dan paha yang terekpos aku lihat.

Aku ingin muntah.

Semuanya terlihat menjijikkan.

Kini aku paham.

Semua puzzle telah lengkap.

Semua potongan mengarah ke sana.

Didi?

Cih, ini menggelikan.

"Kamu nyari siapa?" tanya gadis itu seraya menutupi dadanya kikuk dengan kimono baju tidur dengan warna senada itu.

Aku menyeringai.

Adimukti Darsana telah berselingkuh dengan gadis yang terlihat seperti wanita murahan yang suka mengumbar badan. Hatiku remuk redam mengetahui bahwa Adi telah menduakanku dan tidur dengan gadis lain. Sialan, berapa banyak waktuku yang terbuang untuk menjalin kasih dengan Adi? Semuanya ternyata hanya berbuah pengkhianatan.

Sepertinya kata-kata Marvin benar, lelaki hanya ada dua.

Kalau tidak homo.

Maka dia brengsek.

"Coba kamu tanya sama Aa' Didi-mu itu," kataku menunjuk presensi Kak Adi di depan pagar yang terpaku dengan alat kontrasepsi yang terjatuh di tanah.

"Meilavia ...," lirihnya saat melihatku berkabut dengan air mata

Marvin, lagi-lagi kamu bener, pacaran lama doesn't make him stay.

[]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status