Share

Bab 4

KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN

BAB 4

"Terimakasih ya Cit, hanya kamu yang mau berteman

Lima bulan telah berlalu semenjak aku berbicara dengan Citra tentang akan dibangunnya sebuah pabrik gula di desaku.  Dan kini aku sudah mengenakan seragam kerja juga membawa berkas lamaran yang akan aku berikan pada pihak pabrik,  ya.

Akhirnya aku memutuskan untuk melamar kerja di pabrik yang baru saja selesai di bangun tersebut,  karena entah kenapa selama dua bulan terakhir ini Mas Anam tidak mengirim uang untukku,  ditambah lagi komunikasi kami juga sudah jarang terjadi,  jika biasanya setiap seminggu dua atau tiga kali Mas Anam menelponku,  tapi belakangan ini,  dia jarang menghubungiku,  dan aku tidak tahu entah apa sebabnya. 

Oleh sebab itu aku harus ekstra kerja keras,  karena penghasilan dari aku menjadi buruh cuci di rumah Bu Ajeng saja tidak cukup. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut melamar pekerjaan di pabrik itu,  karena kata Citra uang gaji di sana terbilang besar bagiku,  yakni sebesar dua juta rupiah. Tentu saja uang segitu sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku dengan Zahra juga bisa untuk membayar cicilan rumah. 

Mengenai Zahra,  aku dan Citra sepakat untuk menitipkan Zahra pada orangtua Citra,  jika kalian bertanya lantas kemana orang tuaku, mengapa aku justru menitipkan anak pada orang lain,  jawabannya adalah orang tuaku  sudah almarhum.

Yang kupunya saat ini hanya Mas Tio, dan Mbak Meri, kedua kakak kandungku,  tapi jika mengharap bantuan dari mereka tentu saja mustahil,  jangankan untuk membantuku. Bahkan, waktu itu aku pernah mencoba meminjam uang pada mereka dengan nominal yang tak seberapa yakni hanya lima puluh ribu saja,  tapi jawaban mereka sungguh menyakitkan hati,  bukan uang yang kudapat justru hinaan lah yang kudapat. 

Dari sejak saat itu akhirnya aku memutuskan sesusah apapun diriku lebih baik aku telan semuanya sendiri.  Dan kini hal berharga yang kupunya hanyalah Zahra dan Mas Anam,  semoga saja hidupku kedepannya akan lebih baik lagi. 

"Ayo Ri, nanti kita telat, " ucap Citra padaku dengan mempercepat langkah kakinya. Begitu juga denganku,  aku  memanjangkan langkahku untuk mengimbangi Citra. 

"Eh ada si jablai dan komplotannya,  mau ngelamar kerjaan nih ye," ucap seseorang dengan suara sumbangnya. 

Aku dan Citra pun menoleh ke arah suara jelek tersebut,  dan ya,  benar saja dugaanku, itu adalah Lintang. Ia menaiki sebuah mobil sejenis kijang bersama suaminya yang entah akan kemana sepagi ini mereka sudah rapi. 

"Jablay,  jablay,  mulutmu itu yang jablay,  minta dibelai sama cabe!" hardik Citra yang merasa tidak terima dengan ucapan Lintang. 

"Dih,  penjaganya ngamuk, suka-suka aku dong mau ngomong apa,  mulut punyaku. Lagian emang bener kan sahabat sejatimu itu jablai secara dia udah di tinggal Kakak ku, makanya jadi perempuan jangan kegatelan,  laki cari duit eh dia jual selangkangan,  emang enak ditinggal sama suami,"  cebik Lintang.  Sementara itu suami Lintang sedari tadi memandangku dengan tatapan yang entahlah.

"Cukup Lintang,  kau boleh banyak harta tapi sayang mulutmu seperti tak pernah dikasih makan! Aku percaya sama Mas Anam kalau dia tak akan pernah meninggalkanku, lagian aku tak seperti apa yang kau ucapkan!" sentakku pada Lintang. 

"Halah,  sok punya harga diri padahal mah harga dirimu itu sudah habis terkikis bersama hartamu yang juga telah habis. "

"Kalau semua orang di muka bumi ini seperti kamu hanya dengan memandang harta maka hancurlah sudah dunia dan seisinya, beruntung masih ada orang yang punya otak dan hati seperti Citra," ucapku sinis. 

"Apa kamu bilang?  Dasar jablay kere!"

"Udah Ri,  gak usah diladenin orang gila seperti dia,  nanti kita telat. "

"O iya kau benar Cit, ayo kita pergi."

Akhirnya aku dan Citra memutuskan untuk meninggalkan Lintang yang masih dengan caci makinya. 

***

"Assalamualaikum Ri!" Citra mengetuk pintu rumahku.

Aku yang tengah memasak karena baru saja pulang dari rumah Bu Ajeng meminta tolong pada Zahra untuk membukakan pintu.

"Zahra,  tolong Ibu Nak,  tolong bukakan pintu,  kayaknya suara tante Citra tuh. "

"Iya Bu," ucap Zahra yang sedang menonton televisi dengan patuh. 

"Riri!" Suara Citra mengagetkanku sampai-sampai ulekan yang sedang aku pegang terlempar dan akhirnya patah menjadi dua. 

"Duh Citra apaan sih,  ngagetin orang aja,  jadi patah ka ulekan aku."

"Hehehe maaf,  habisnya aku udah gak sabar buat ngasih tau kamu kabar gembira ini. "

" Kabar gembira apaan sih,  sampai buat kamu kayak orang kesurupan begitu?"

"Kita diterima kerja Ri," ucap Citra dengan mata berbinar. 

"Yang benar kamu Cit? "

"Iya beneran lah,  dan lusa kita udah bisa masuk buat teken kontrak dan ambil seragam. "

"Alhamdulillah ya Allah,  akhirnya engkau memberikan jalan untuk keluargaku," ucapku dengan perasaan yang tentu saja teramat bahagia. 

"Tapi Ri,  kamu tau gak ternyata bos perusahaan yang disini tadinya sempat jadi seorang biasa yang sederhana lho,  jadi dia itu sama si owner pabrik sudah terpisah puluhan tahun lamanya, nah entah faktor rezeki atau memang sudah kehendak ALLAH swt akhirnya mereka dipertemukan lagi.

Yah, karena mungkin memang si owner ini juga mencari anaknya sih, dan jadilah si anak ini di berikan seluruh harta si owner, karena hanya dialah anak satu-satunya si owner saat ini."

"Ah,  kamu Cit,  cepet banget kalau denger gosip,  lagian tau darimana? "

"Ck,  kamu nih Ri,  ini kan berita yang lagi hangat di kampung kita ini,  dan lagi rencananya hari setelah kita tanda tangan kontrak dan ambil seragam, besoknya akan diadakan acara penyambutan bos kita itu dan sekalian syukuran atas dipertemukannya si bos dengan orangtuanya Ri,  duh,  udah kayak di sinetron aja ya Ri kisah itu orang."

"Itulah Cit,  yang namanya rezeki tidak diduga dan disangka datangnya,  begitu juga denganku. Aku tak menyangka jika akan diterima di pabrik besar seperti ini,  uang gajinya tentus sangat mencukupi biaya hidupku dan juga Zahra. "

"Lalu bagaimana hubunganmu dengan suamimu? "

"Huft,  entahlah Cit,  sampai saat ini Mas Anam susah buat di hubungi," ucapku sembari menerawang  dan menghembuskan nafas untuk menghilangkan rasa sesak.

"Kamu yang sabar ya Ri,  mungkin saja ponsel suamimu sedang rusak makanya gak bisa hubungin kamu. "

"Iya Cit,  aku akan selalu sabar menanti kabar dari suamiku,  karena hanya dia belahan jiwaku yang saat ini ku punya selain Zahra tentunya. "

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status