"Eh kalian tau gak, ternyata si Riri itu beneran jadi simpanan lho, " ucap Bu Ida pada para pembeli, posisinya Bu Ida sedang duduk di kursi dengan arah membelakangi jalan, begitu juga dengan para langganan warung Bu Ida, selain jadi langganan warung, mereka juga menjadi langganan ibu-ibu tukang ghibah. Sementara posisiku ada di belakang mereka kebetulan aku memang ingin membeli sesuatu di warung Bu Ida, jadi tentu saja mereka tidak tahu jika aku mendengar obrolan mereka tentangku. Dan aku pun memang sengaja tidak bersuara lantaran ingin tahu mereka akan bicara ap tentangku. "Ah masa sih Bu? Tau darimana? Nanti kita malah fitnah lagi. ""Yah, Bu Kesi ini gak update informasi di desa ini sih, kan beritanya udah kemana-mana, Bu. ""Iya Bu Kesi, saya juga udah dengar beritanya, tapi ya gitu deh, saya mah diem aja, soalnya takut fitnah, " timpal Bu Lela. "Eh Bu Lela, itu semua benar, aku tau sendiri dari si Lintang, dia sendiri yang ngomong ke aku," ucap Bu Ida. "Ah masa
"Oh, begitu ya, mulut kayak Bu Ida ini pantasnya itu dikasih ini! " dengan tiba-tiba aku mengambil cabe setan dengan tanganku sembari meremasnya dan dengan gerakan cepat aku menyumpal segenggam cabe setan itu kedalam mulut Bu Ida , dan sudah aku pastikan rasanya itu pasti sangat pedas."Aaaaa, apa yang kau lakukan Riri! " pekik Bu Ida sembari melepeh cabe di dalam mulutnya. "Itu masih belum seberapa, Bu, setelah ini jika kau berani mengusikku atau keluargaku maka riwayatmu akan tamat! " ujarku sembari menatap tajam Bu Ida. "Begitu juga dengan kalian, jangan asal telan omongan orang yang kalian dengar, bia saja itu fitnah, lagian apa kalian tidak punya kegiatan sehingga hidup kalian itu sibuk mengurusi hidup orang lain! " "En, enggak Ri, itu tadi Bu Ida yang mulai duluan. ""Kurang ajar ya kalian! Besok gak usah agi ngutang di warung ku, dan cepat melunasi hutang kalian! Dan kau Ri lihat saja akan aku balas kau nanti! " ucap Bu Ida murka, lalu Bu Ida meninggalkan tempatnya berdiri d
Aku berjalan menuju pintu dan bergegas membukanya, tapi pada saat aku membuka pintu, aku sedikit mengernyitkan dahi, karena ternyata yang datang bukan lah orang yang kukenal. "Assalamualaikum, maaf apa benar ini rumah Ibu Riri orangtua dari Zahra Putri? " "Iya benar. Bu, ada apa ya? ""Boleh saya masuk, Bu? ""Oh, boleh, Bu, mari silahkan, " ucapku mempersilahkan tamu tersebut masuk dan duduk di atas karpet di ruang tamu ku. "Maaf ya, Bu, lesehan, soalnya gak punya sofa. ""Ah, tidak apa-apa Bu Riri. ""Oh iya, maaf kalau boleh tau ada keperluan apa Ibu datang kesini? Dan sepertinya kita belum pernah saling mengenal kan sebelumnya? " ucapku bertanya pada wanita itu."Begini Bu Riri, sebelumnya perkenalkan saya Emi, saya ini guru Tk Ceria, tapi juga sebagai petugas bagian pendaftaran murid baru, jadi saya kesini mau menyerahkan formulir data diri siswa dan mohon Ibu Riri isi," jelas Bu Emi yang membuatku semakin bingung. "Maaf, maksudnya apa ya, Bu, saya gak ngerti? ""Jadi tadi it
"Benar dong Sayang, memangnya pernah Ibu berbohong sama Zahra? " "Nggak, Bu," Zahra menjawabku sembari tertawa, menampilkan deretan giginya yang ompong. "Ya Sudah, Ibu pamit kerja dulu ya, sebentar lagi Nenek Tiar akan datang, Ibu perginya sama tante Citra. "Iya Bu, Ibu hati-hati ya, " ucap Zahra dan kujawab dengan seulas senyum di bibirku. *** "Kamu kenapa Ri? Kok kelihatan lagi kayak ada masalah gitu? Coba cerita, mana tau aku bisa kasih solusi," tanya Citra padaku saat kami berjalan menuju pabrik. "Aku lagi bingung Cit. " "Bingung kenapa? " "Kamu masih ingat kan pria yang tempo hari ngasih aku sembako banyak banget, nah beberapa hari kemudian dia datang lagi dan memberikan amplop yang ternyata isinya uang sebesar Lima juta rupiah Cit, terus kemarin tiba-tiba saja ada orang mengaku dari Tk Ceria datang ke rumah, terus dia nyuruh aku isi formulir data siswa, katanya ada seorang pria yang ngaku kakeknya Zahra, daftarim Zahra masuk ke sekolah Tk itu Cit, tapi kamu kan tahu,
"Kamu yang sabar Mbak Riri, nanti aku coba cari tahu, aku tanyakan ke teman-teman, siapa tau ada yang mengetahui dimana Anam berada," ujar Toni, ucapannya sedikit memberikan angin segar bagiku. "Tolong kabari saya segera ya Mas, kalau Mas Toni sudah mengetahui keberadaan Mas Anam. " "Pasti Mbak, saya pasti akan kabari Mbak Riri kalau sudah tahu dimana Anam berada, kalau gitu saya permisi, yang sabar ya Mbak," ucap Mas Toni dan setelahnya ia berlalu. "Mas Anam, dimana kamu, Mas... " "Sabar Ri, nanti kita cari sama-sama. " "Tapi mau dicari kemana Cit? Aku tidak tahu dimana Mas Anam berada. " "Ri, jangan-jangan benar apa yang kukatakan tadi tentang suamimu yang ternyata ngasih semua itu sama kamu." Aku sedikit termenung, dan mencerna baik-baik apa yang Citra katakan. "Apa iya itu adalah Mas Anam? " "Tolong kabari saya segera ya Mas, kalau Mas Toni sudah mengetahui keberadaan Mas Anam. " "Pasti Mbak, saya pasti akan kabari Mbak Riri kalau sudah tahu dimana Anam berada, kalau gi
"Kamu? Kerja disini juga? Sebagai apa? " "Sebagai staff HRD lah secara lulusan ku kan D3, dan tugasku sekarang ya membagikan seragam kerja dan mendata siapa saja yang sudah mendapatkan seragam kerja itu, lalu kamu sendiri ngapain kesini? Oh kamu juga mau ambil seragam kerja ya? Pasti jabatannya juga jadi OG karena yah memang hanya itu sih yang pantas untukmu," ucap Bagas sembari senyum mengejek kearahku. Bagas ini sebelas duabelas sama Lintang, memang benar ternyata, pasangan itu cerminan diri, Lintang yang angkuh dan sok kaya itu sama halnya juga dengan Bagas, dia angkuh dan sok, padahal dia disini juga bekerja sebagai bawahan saja, tapi sombongnya udah ngalahin bosnya sendiri, kalau aku yang jadi boss nya udah kupastikan orang seperti si Bagas ini aku pecat. "Ya ampun aku ini ngelamunin apa sih, mau kayak apa si Bagas juga bukan urusanku, urusanku segera ambil seragam dan pulang, " gumamku dalam hati. "Heh, ditanya kok malah bengong, kamu mau ambil seragam juga? " ucapan Bagas
Sontak saja aku terkejut hingga tanpa aba-aba lagi aku meludahi wajah Bagas, dan tepat sasaran, air liurku seketika itu mendarat dengan mulus di wajah Bagas yang menjijikkan itu. "Cuih, jangan kegeeran kamu Bagas, bahkan jika aku menjadi orang termiskin di dunia sekalipun tak akan pernah aku menjual tubuh dan cintaku demi orang sepertimu, camkan itu! " tegas kepada Bagas. Kini wajah Bagas sudah memerah antara marah dan malu, tangannya mengepal dan seperti bersiap-siap ingin menerkamku. "Kurang ajar kau Ri, beraninya meludahi wajahku, kau pikir kau itu cantik ha! " "Lalu kalau aku tak cantik kenapa kau merayuku, apa kau sudah tidak laku lagi sehingga kakak iparmu pun kau rayu? Memalukan! " "Jangan sombong kau Ri, bahkan sepuluh kali wanita sepertimu bisa kudapatkan! " "Terserah aku tak peduli, mau sepuluh kek mau seratus sekalipun aku tak peduli, dan aku kesini hanya ingin mengambil seragam, berikan seragam itu dua buah karena aku kemari bersama Citra. " "Kau kira kau bos disi
"Zahra...," aku bergegas menuju rumah sembari setengah berlari, dan ternyata di dalam rumahku sudah ada Mas Tio dan juga anaknya Dea, umur Dea dan Zahra sama, hanya beda beberapa bulan saja. Aku masih terdiam sembari mengamati mereka, sementara itu Tio dan Dea juga Zahra posisinya tengah membelakangiku makanya mereka gak tau kalau aku datang, sedangkan Tante Tiar, Ibunya Citra entah ada dimana. Kulihat Zahra menangis sembari menarik sesuatu dari tangan Dea, dan Mas Tio yang menatap tajam Zahra dengan muka memerah, saat Citra ingin menghentikan Mas Tio dan Dea, aku mencegahnya, aku ingin melihat apa yang akan mereka lakukan pada anakku. "Lepaskan, itu berbie aku, Ibu aku yang kasih. " "Gak mau, sekarang ini punya aku, iya kan Pa? " tanya Dea pada Mas Tio. "Iya dong, Ibu kamu itu adik nya Pakde, jadi apapun yang kalian punya, Pakde dan Dea juga berhak memilikinya, " ucap Mas Tio dengan entengnya. Enak sekali dia berbicara begitu, apa dia tidak ingat saat aku membutuhkan bantuan d