Share

04. Sakit hati terdalam

"Bella!"

Suara Liam menggelegar, memenuhi seluruh ruangan lantai dua. Dia segera mendekat.

"Li–Liam?" ucap Bella gemetar, ia tak menyangka jika Liam ada di Kediaman Noderick saat ini. 'Apakah Liam mendengarnya?' batin Bella cemas.

"Se–sejak kapan kamu ada disini?"

"Baru saja. Sedang apa kamu disini?"

"Aku… aku sedang menelpon bibiku di luar negeri."

"Sudah larut, tidurlah!"

"Baik." Bella merasa lega setelah kepergian Liam, berfikir jika Liam tak mendengar pembicaraannya di telepon.

Alesya sendiri segera berlari setelah mendengar ancaman Bella menuju kamar tidurnya, merasa tak ada lagi tempat yang aman untuknya.

Ia sungguh syok mendengar ucapan Bella. 'Bagaimana bisa, kamu berani mencelakai adikmu sendiri?' batin Alesya menangis, merasa terpuruk dan tak ada harapan, seluruh kebahagiaan yang pernah ia rasakan seolah sirna seketika.

Alesya duduk di tepi tempat tidurnya, menghela napas panjang. Ia kembali merasa kesepian di ranjang mereka. Liam yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, seringkali tidur di kamar tamu atau bekerja hingga larut malam. Sekarang setelah Bella kembali, Liam tak akan datang untuk tidur bersamanya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana aku bisa selamat dari Bella kali ini?"

Alesya terisak, meratapi nasibnya yang seolah tak pernah berpihak kepadanya. Ia merasa dunia ini begitu kejam, mengambil segala yang ia miliki hingga tak tersisa apapun lagi.

Ceklek.

Tiba tiba Liam masuk kamar dan tidur di ranjang yang sama dengan Alesya. Hal itu membuat Alesya bingung sekaligus bahagia. Meski tak melakukan kewajiban di atas ranjang, berdua dengan Liam saat ini sudah membuat Alesya bahagia.

"Tidurlah!"

Alesya memilin piyama tidurnya, bersusah payah untuk mengatakan apa yang dirasakan saat ini.

"Ada yang ingin aku katakan."

Tangan Liam terangkat dengan wajah berpaling membuat Alesya mengerti jika Liam tak mau mendengar apapun dari mulutnya. Sama sekali tak berarti, Alesya memutuskan tidur membelakangi Liam.

Alesya tak mampu menahan isak tangisnya. Hatinya kini merasa terluka dan hancur berkeping-keping. Matanya tak berhenti meneteskan air mata mendapatkan penolakan dari Liam.

Dalam hati, Alesya bertanya-tanya apakah selama ini cintanya pada Liam hanya semu? apakah dirinya hanya menjadi pelengkap kehidupan Liam sejak kepergian Bella? Lalu kini Bella telah kembali, mungkinkah dirinya berarti?

Alesya berusaha memejamkan mata meski tubuhnya gemetar dan terasa nyeri. Rasa sakit yang begitu mendalam kembali menusuk hatinya yang rapuh.

Alesya datang ke Perusahaan untuk mengirim kotak makanan pada Liam. Kegiatan yang setiap minggu dilakukan selama tiga tahun ini. Meski Liam tak pernah peduli pada Alesya, ada satu hal yang patut dibanggakan Alesya. Setidaknya Liam selalu memakan habis setiap makanan yang dimasaknya.

Langkah Alesya tiba tiba terhenti saat pemandangan mesra menyapa mata lentiknya. Liam sedang makan bersama Bella dan sepasang relasi bisnisnya. Bella dengan anggun menyuapi sushi ke mulut Liam menggunakan sumpit.

Keahlian yang Bella miliki dalam mengambil hati Liam Empat tahun lalu. Dan Alesya tak bisa melakukannya, bahkan menggunakan sumpit saja dia tak bisa.

Alesya merasa hidupnya tak lagi berarti, kebahagiaan yang dirasakan selama ini hanyalah bayang-bayang semu yang tak pernah nyata.

"Liam, terima kasih karena kamu telah memaafkanku dan mau menerimaku kembali," ucap Bella di hadapan dua relasi bisnis Liam.

Liam tersenyum tipis membuat kedua relasi merasa canggung.

"Kamu ini bicara apa, Bella? Kamu menyelamatkan hidup Liam, jadi kamu harus disisi Liam, selamanya."

"Benarkah itu sayang?" tanya suami dari Okta, yang tak lain sahabat Bella.

"Benar. Berita ini sudah tersebar di media massa jika Bella adalah pendonor sumsum tulang belakang untuk Liam. Besok Bella akan mengadakan jumpa pers mengenai hal ini. Anda setuju kan Tuan Liam?" tanya Okta.

Liam menghembuskan nafas kasar. Dia sungguh tak bisa berbuat banyak saat ini. Media massa sudah meliput, bagaimanapun hal ini perlu diklarifikasi. Hal itu membuat Liam menjawab dingin, "Terserah Bella."

"Lalu, Alesya?"

Bella berusaha mengungkit adiknya saat tahu Alesya di depan pintu dari tadi.

"Kenapa sekarang kamu membahasnya, Bella?"

"Oh begitu. Maaf ya sayangku, aku tak tahu jika kamu membencinya. Bukankah tiga tahun cukup untuk memupuk rasa cinta diantara kalian?"

"Tidak untukku. Sudahlah, lanjutkan urusan kalian!"

Liam bangkit dan berjalan keluar ruangan. Dirinya berhadapan dengan Alesya yang dari tadi berdiri disana. Tatapan dingin itu menatap tajam pada manik mata hazel Alesya.

Liam pergi tanpa mengatakan apapun, hal itu membuat Alesya tak tahan lagi. Sikap dingin Liam sungguh membuatnya ingin mati saja.

"Ardo, ini untukmu."

Alesya memberikan kotak makanan pada Asisten Liam dan pergi dari perusahaan.

Tak ada lagi yang tersisa dari hatinya selain kepedihan yang tak berkesudahan. Alesya merasa bahwa tak ada lagi harapan untuk meraih kebahagiaan bersama Liam, pria yang kini telah berpaling darinya.

Alesya mencoba mencari kekuatan untuk bangkit kembali.

Ia tidak boleh terus terpuruk dalam keputusasaan, ia harus menemukan cara untuk melupakan Liam dan menghadapi kenyataan bahwa lelaki itu kini bukan lagi miliknya.

Dengan mata sembab, Alesya mengepak pakaian dalam koper besar. Tatapan Alesya tertuju pada pigura berisikan foto pernikahannya dengan Liam. Dalam foto tersebut Liam terlihat angkuh dan berpaling dari Alesya. Hanya foto pernikahan itu, satu satunya memori yang dimiliki Alesya bersama Liam.

Alesya segera memasukan foto itu di koper bersama barang berharga lainnya. Aktivitas berhenti saat Alesya melihat cincin pernikahan di jari manisnya. Dilihat sejenak cincin dengan ukiran nama Liam di dalamnya.

Seseorang yang diharapkan bersama Alesya selamanya seperti ukiran yang telah terpatri di cincin dan dipakai Alesya saat ini.

Harapan hanyalah harapan, tak bisa terwujud dan sirna bersama hembusan angin malam pekat yang menerpa. Alesya sadar diri, tak lagi mengharapkan cinta seorang Liam.

Dilepas cincin Alesya dan ditaruh di nakas samping ranjang. Tak lupa dikunci rapat nakas tersebut dan dibawa kunci itu pergi.

Liam sendiri terbaring lemah di ruang pribadi kantornya. Bella sudah diusir dari tadi. Pergi bersama dua relasi yang hendak berinvestasi pada Perusahaan Roderick.

Sambil mengurut dahinya, Liam teringat kembali bagaimana Alesya mengusap matanya, ada perasaan aneh yang timbul saat Alesya melakukannya. Hal itu mengganggu pikiran Liam saat ini.

"Apa yang kamu pikirkan, Liam. Tidurlah!" gumam Liam bermonolog dan berusaha menutup mata.

Pagi hari.

Persiapan untuk jumpa pers sudah siap. Banyak sekali reporter yang datang guna meliput berita ini. Bella sungguh telah mempersiapkan semua ini.

Semalam Liam pulang ke kediaman Roderick saat tengah malam. Kini dia baru bangun dari tidurnya, dilihat jam masih menyisakan waktu tiga puluh menit untuk bersiap.

Liam membuka gorden putih dan menggeser pintu kaca serta berjalan menuju balkon. Moment di pagi hari yang dilakukan Alesya adalah berjemur. Liam terus mengamati kegiatan itu dari atas.

Liam mengernyitkan kening, merasa aneh karena Alesya tak berjemur hari ini. Dalam hati bertanya tanya, 'Kamu dimana, Ale?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status