Setelah melalui malam yang cukup menguras emosi, aku tertidur lumayan lama. Aku terbangun dan melihat segala perlengkapan sudah dikemas oleh Willow dan Evan. Segera aku makan untuk mengisi tenaga sebelum berangkat, lalu bergabung dengan yang lainnya untuk membahas kembali rencana kami. Untuk bisa mengalahkan Heka, kami perlu mengumpulkan keempat roh magis dan harus bisa mengendalikannya. Tujuan kami yang pertama adalah mendapatkan roh tanah. Yang ikut dalam perjalanan ini hanya aku, Evan, Willow, dan Kiyo. James akan tinggal dan bertugas menjaga gua, sebab akan sangat berbahaya jika bangsa shapeshifter lain menemukan kami, mungkin perang saudara bisa terjadi. Kami berempat akan bergerak ke arah Timur hingga bertemu dengan sungai perak. Di hulu sungai itu terdapat gunung batu yang menjadi tempat roh tanah bersemayam. Namun, yang jadi masalah adalah sungai perak yang akan kita lewati itu sangat berbahaya, air yang mengalir di sepanjang sungai itu bisa menyebabkan siapa saja yang terke
Berhari-hari menghabiskan waktu di dalam gua-tidak, maksudku di cangkang seekor kura-kura raksasa, membuatku sedikit melupakan suasana magis di Hutan Dendron. Cabang-cabang pohon saling merangkul memperlihatkan hamparan kegelapan. Pepatah bilang, kekurangan akan selalu diiringi oleh kelebihan lain. Memang benar, sebab aku membuktikannya di sini. “Menurut kalian, mengapa beberapa hewan dan tumbuhan di sini bersinar?” Seluruh perhatian terpusat kepadaku. Willow terlihat berpkir, seperti menimang jawaban pertanyaanku.“Apa kau tidak melihat di sini tidak ada cahaya matahari? Pertanyaanmu sungguh aneh, Gio,” protes Evan kepadaku. Willow terlihat menahan gelakannya. Dasar Evan, kau membuatku seperti orang bodoh di hadapan seorang gadis.“Aku mengerti maksudmu, Gio.” Willow mulai membuka suara, “kalian tahu kan bahwa setiap wilayah di Eldoria ini memiliki roh yang harus di jaga?” Semua mengangguk memperhatikan, “tiap roh itu memiliki kekuatan yang menyeimbangkan wilayahnya. Seperti di sini,
Desa ini dipenuh sorak sorai dan tawa riang penduduknya. Cahaya obor dan susunan kristal memancar di penjuru desa, menciptakan suasana hangat. Pesta penyambutan Willow ini sangat mendadak, tapi tetap saja meriah. Aku berusaha berbaur dengan yang lain, mencoba menyelaraskan langkah kaki dengan irama musik yang memenuhi udara. Makanan lezat tersaji di meja, minuman juga melimpah ruah layaknya sungai. Namun, beban berat rasanya masih menghantuiku. Dari bangku ini bisa kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru Desa Shapeshifter. Pesta ini seharusnya menjadi saat-saat gembira, tapi hatiku terasa terbebani oleh rancana gelap yang sedang kucoba sembunyikan di balik senyuman palsu ini. Bisa kulihat Willow sedang menari bersama kedua kakaknya, terlihat sangat bahagia. Bagaimana ia bisa sesantai ini sebelum mengirimkan bencana ke klannya sendiri. Apakah itu semua juga palsu seperti yang sedang kulakukan? Kurasakan tarikan kecil di belakang bajuku. Terlihat beberapa anak mani
Aku berjalan melewati tubuh Atlas yang tak berdaya, di baliknya terlihat Kiyo yang memang sudah terkulai lemas di pangkuan Evan. Luka goresan kecil menghiasi tubuh Kiyo, sepertinya itu hanya luka akibat terlempar tadi, untung saja Atlas benar-benar tidak melakukan hal keji terhadap Kiyo, kelumpuhannya sepertinya diakibatkan oleh air dari sungai perak, berarti itu akan memakan 24 jam untuk Kiyo segera pulih. “Ayo bangunlah, peri jelek!! Kita tak ada waktu untuk bersantai, lagipula siapa yang mau menggendongmu, perjalanan kita masih panjang.” Meski cercaan tak henti-hentinya keluar dari mulut Evan, raut wajahnya tak bisa menyembunyikan kesedihan dan kepanikannya. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada yang bisa menenangkan Evan selain hal yang diinginkannya terkabul. Masalahnya, kita tidak punya cukup waktu jika harus menunggu kepulihan Kiyo.Di sisi lain keheningan justru mengelilingi Willow, ia hanya menatap Kiyo sejenak sebelum beranjak pergi. Ekspresi itu, ekspresi datar yang terlih
Suara terompet dan parade memenuhi seisi kota hari ini, padahal masih dua pekan sebelum pertunangan Sang Pangeran. Dengan malas kubuka mata dan kupaksakan tubuhku untuk bangun. Setelah mengumpulkan nyawa sesaat, aku bergegas mandi lalu menyiapkan sikat, lap kain, serta semir sepatuku ke dalam kotak tua yang kugunakan untuk berkeliling mencari pelanggan. Diriku masih tak bisa lepas dari bayang-bayang orang tuaku. Melihat kotak semir ini saja mampu mengingatkanku pada memori bersama mereka. Memori-memori hangat, seperti saat kami bertiga menjadi tim yang baik dalam urusan membuat alas kaki yang apik. Ayah sangat rapi dan teliti dalam mengerjakan sepatu-sepatunya, aku hanya membantu sedikit dengan memberi semir dan mengelapnya. Sedangkan ibu, ia yang menjadi bos kami yang baik, yang memberi semangat dan sepiring biskuit buatannya yang lezat.Sayangnya, semakin kuingat, semakin sesak pula dada ini. Aku masih lari, belum bisa menerima semuanya. Karena itu, aku berakhir di sini. Derasnya s
“HEI NAK, JANGAN KABUR!” Tidak kuhiraukan teriakan pria tua itu yang masih terdengar di belakangku. Gawat, semua orang di jalanan menatapku dengan pandangan yang tidak bisa kutafsirkan. Namun, yang pasti itu bukanlah pandangan baik, tebakku mereka mengira aku adalah pencuri yang tertangkap basah, sehingga pria kaya mengejarku tanpa henti. Namun, tidak kupedulikan semua pikiran mereka, aku hanya peduli dengan keselamatanku kali ini.“Gawat, gawat, gawat, bagaimana ini? Tidak mungkin aku kembali pulang, mereka akan mengetahui tempat tinggalku,” keluhku sambil berlari.Tinggal dua persimpangan lagi sebelum toko Bibi Mia dan rumahku. Tidak mungkin aku membiarkan Bibi Mia tahu keadaanku saat ini, sudah cukup aku menyusahkannya. Namun, kemana harus kulangkahkan kaki ini? “AAACKKK, kurang ajar!!” teriakku emosi. Dengan segenap amarah, aku berbelok entah kemana menjauhi tempat tinggalku. Bisa Kudengar suara kereta kuda itu terus mengejar. Aku tetap berlari menembus padatnya lalu lalang manus
Dengan napas terengah aku terus berlari menerobos masuk ke kerumunan orang yang ada di jalanan kota. Langit biru yang begitu cerah di atas kepalaku sangat kontras dengan bayangan makhluk mengerikan yang ada di belakangku. Aku berusaha membaur di tengah lautan manusia, mataku terus memantau jalanan di belakangku, mencari tanda-tanda kehadiran naga itu.Tunggu sebentar.... Jika naga itu mengejarku, tidak mungkin kerumunan ini masih bisa tenang menikmati hiburan di jalanan. Jika mereka melihat seekor naga, suasana tentu akan berubah. Suasana yang meriah pasti akan menjadi mencekam dengan kekacauan yang meluas. Sebaliknya, acara persiapan pertunangan ini masih berjalan dengan lancar.Kuhentikan kakiku yang mulai pegal setelah berlarian kesana-kemari, untuk sementara aku bisa menarik napas lega, sepertinya naga itu tidak sampai mengejarku hingga ke kota. Aku tersenyum, merasa beruntung bisa kabur dari naga sekaligus keluar dari hutan terlarang itu.Kejadian hari ini sudah cukup sial bagiku
“Selain menjadi penyemir sepatu, apakah kau juga seorang atlet lari, Gio?” gerutu Burung Hantu itu sambil beralih terbang mendekati kami. Sontak aku dan Evan berteriak dan merapatkan tubuh kami ke tembok, berusaha menjaga jarak dengan makhluk aneh ini.“Hey hey berhentilah berteriak, apakah kau tidak mau mencoba mendengarkanku dulu?” protesnya, “aku sudah lelah mengejarmu, berilah aku kesempatan untuk bicara!” bentaknya kesal. Aku dan Evan masih ketakutan, bisa kulihat tubuh Evan bergetar hebat. Setelah meneguk ludahku, aku mulai memberanikan diri untuk mendekat ke arah burung hantu.“Apa....apa itu pelangganmu Gio? Bagaimana dia bisa bicara? Apakah dia anggota kerajaan?” Evan bertanya sembari jemarinya mencengkram tanganku dengan kuat. Dia ketakutan. Tidak bisa dipungkiri, aku juga merasakan hal yang sama.Kugelengkan pelan kepalaku sebagai jawaban untuknya. Aku tidak tau siapa makhluk aneh ini sebenarnya. Ada kemungkinan ketiga sosok yang mengejarku ini bersekongkol, atau bisa jadi i