Kebangkitan Pejuang Api

Kebangkitan Pejuang Api

Oleh:  Belarvcn  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
13Bab
506Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Selepas kepergian orang tuanya, Giovani terpaksa melanjutkan hidup sebagai penyemir sepatu di sudut Negeri Cosvan, hingga hal mengejutkan tiba-tiba datang padanya. Setelah tiga tahun hidup seorang diri, Gio bertemu dengan sosok misterius yang menyebutkan bahwa kedua orang tuanya masih hidup. Jika Gio ingin bertemu lagi dengan mereka, ia harus ikut ke Negeri Eldoria, dunia baru yang tak pernah ia jajaki sebelumnya, dunia yang sarat akan sihir dan kekuatan magis. Dengan penuh harapan Gio melangkahkan kaki menuju Eldoria memulai petualangan bersama teman-temannya. Tanpa mengetahui bahaya apa yang mengintai mereka, bahkan mengintai dunianya.

Lihat lebih banyak
Kebangkitan Pejuang Api Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
13 Bab
1. Hanya Anak Biasa
Suara terompet dan parade memenuhi seisi kota hari ini, padahal masih dua pekan sebelum pertunangan Sang Pangeran. Dengan malas kubuka mata dan kupaksakan tubuhku untuk bangun. Setelah mengumpulkan nyawa sesaat, aku bergegas mandi lalu menyiapkan sikat, lap kain, serta semir sepatuku ke dalam kotak tua yang kugunakan untuk berkeliling mencari pelanggan. Diriku masih tak bisa lepas dari bayang-bayang orang tuaku. Melihat kotak semir ini saja mampu mengingatkanku pada memori bersama mereka. Memori-memori hangat, seperti saat kami bertiga menjadi tim yang baik dalam urusan membuat alas kaki yang apik. Ayah sangat rapi dan teliti dalam mengerjakan sepatu-sepatunya, aku hanya membantu sedikit dengan memberi semir dan mengelapnya. Sedangkan ibu, ia yang menjadi bos kami yang baik, yang memberi semangat dan sepiring biskuit buatannya yang lezat.Sayangnya, semakin kuingat, semakin sesak pula dada ini. Aku masih lari, belum bisa menerima semuanya. Karena itu, aku berakhir di sini. Derasnya s
Baca selengkapnya
2. Hutan Terlarang
“HEI NAK, JANGAN KABUR!” Tidak kuhiraukan teriakan pria tua itu yang masih terdengar di belakangku. Gawat, semua orang di jalanan menatapku dengan pandangan yang tidak bisa kutafsirkan. Namun, yang pasti itu bukanlah pandangan baik, tebakku mereka mengira aku adalah pencuri yang tertangkap basah, sehingga pria kaya mengejarku tanpa henti. Namun, tidak kupedulikan semua pikiran mereka, aku hanya peduli dengan keselamatanku kali ini.“Gawat, gawat, gawat, bagaimana ini? Tidak mungkin aku kembali pulang, mereka akan mengetahui tempat tinggalku,” keluhku sambil berlari.Tinggal dua persimpangan lagi sebelum toko Bibi Mia dan rumahku. Tidak mungkin aku membiarkan Bibi Mia tahu keadaanku saat ini, sudah cukup aku menyusahkannya. Namun, kemana harus kulangkahkan kaki ini? “AAACKKK, kurang ajar!!” teriakku emosi. Dengan segenap amarah, aku berbelok entah kemana menjauhi tempat tinggalku. Bisa Kudengar suara kereta kuda itu terus mengejar. Aku tetap berlari menembus padatnya lalu lalang manus
Baca selengkapnya
3. Siapa Mereka
Dengan napas terengah aku terus berlari menerobos masuk ke kerumunan orang yang ada di jalanan kota. Langit biru yang begitu cerah di atas kepalaku sangat kontras dengan bayangan makhluk mengerikan yang ada di belakangku. Aku berusaha membaur di tengah lautan manusia, mataku terus memantau jalanan di belakangku, mencari tanda-tanda kehadiran naga itu.Tunggu sebentar.... Jika naga itu mengejarku, tidak mungkin kerumunan ini masih bisa tenang menikmati hiburan di jalanan. Jika mereka melihat seekor naga, suasana tentu akan berubah. Suasana yang meriah pasti akan menjadi mencekam dengan kekacauan yang meluas. Sebaliknya, acara persiapan pertunangan ini masih berjalan dengan lancar.Kuhentikan kakiku yang mulai pegal setelah berlarian kesana-kemari, untuk sementara aku bisa menarik napas lega, sepertinya naga itu tidak sampai mengejarku hingga ke kota. Aku tersenyum, merasa beruntung bisa kabur dari naga sekaligus keluar dari hutan terlarang itu.Kejadian hari ini sudah cukup sial bagiku
Baca selengkapnya
4. Kalung Berharga
“Selain menjadi penyemir sepatu, apakah kau juga seorang atlet lari, Gio?” gerutu Burung Hantu itu sambil beralih terbang mendekati kami. Sontak aku dan Evan berteriak dan merapatkan tubuh kami ke tembok, berusaha menjaga jarak dengan makhluk aneh ini.“Hey hey berhentilah berteriak, apakah kau tidak mau mencoba mendengarkanku dulu?” protesnya, “aku sudah lelah mengejarmu, berilah aku kesempatan untuk bicara!” bentaknya kesal. Aku dan Evan masih ketakutan, bisa kulihat tubuh Evan bergetar hebat. Setelah meneguk ludahku, aku mulai memberanikan diri untuk mendekat ke arah burung hantu.“Apa....apa itu pelangganmu Gio? Bagaimana dia bisa bicara? Apakah dia anggota kerajaan?” Evan bertanya sembari jemarinya mencengkram tanganku dengan kuat. Dia ketakutan. Tidak bisa dipungkiri, aku juga merasakan hal yang sama.Kugelengkan pelan kepalaku sebagai jawaban untuknya. Aku tidak tau siapa makhluk aneh ini sebenarnya. Ada kemungkinan ketiga sosok yang mengejarku ini bersekongkol, atau bisa jadi i
Baca selengkapnya
5. Apa Aku Bermimpi?
Selepas berjalan cukup lama, kami bertiga telah sampai di depan hutan terlarang. Suasana kali ini berbeda dari sebelumnya. Tadinya diriku diselimuti ketakutan saat memasuki hutan ini, sekarang yang kurasakan hanyalah rasa penasaran. Penasaran tentang siapa burung hantu ini, Heka, keberadaan orang tuaku hingga kaitan diriku dengan Negeri Eldoria. “Apa kau yakin, Evan, ingin ikut bersamaku? Bagaimana dengan ibumu?” tanyaku khawatir. “Sudahlah, aku sudah berjanji kepadamu akan menemanimu hingga kasus ini selesai. Tidakkah kau penasaran? Selama ini tebakkanku benar, mereka belum meninggal. Akhirnya setelah tiga tahun ini, muncul setitik cahaya yang bisa menuntunmu ke orang tuamu,” jawab Evan antusias. “Aku tidak tahu harus apa, Evan, satu sisi aku bahagia dan penasaran, tapi aku juga takut untuk terlalu berharap,” ungkapku jujur kepadanya. Kurasakan tepukan pelan di pundakku. Aku mengerti pesannya itu, Aku memang bingung, tapi aku tahu, aku tidak sendirian. “Tak kusangka, pemberian nam
Baca selengkapnya
6. Dunia Ajaib
“Hampir saja aku tertidur menunggumu di sini.” Kudengar suara Burung Hantu itu menggerutu.Begitu kubuka mataku, bisa kulihat Evan berlarian kesana-kemari, matanya berbinar penuh kagum, kuarahkan pandanganku ke arah Evan menatap tak berkedip. Satu pertanyaan yang langsung muncul di pikiranku yaitu, tempat apa ini? “Hei, lihatlah, Gio! Bintang di sini sungguh indah, bagaimana bisa ada begitu banyak warna? Mereka seperti melayang, apa ini bintang? Ataukah kunang-kunang?” ujar Evan dengan bersemangat.“Kurasa tidak keduanya,” timpalku kepada Gio. Benda aneh yang bertebangan ini terlalu besar untuk ukuran kunang-kunang, serta tempatnya yang terlalu rendah untuk ukuran bintang, jika ada kastil Kerajaan Cosvan, aku yakin bisa meraihnya dari puncak kastil. “Benar, mereka adalah peri yang menjaga hutan ini. Omong-omong, selamat datang di Eldoria,” lontar Burung Hantu, “lebih tepatnya, di Hutan Dendron, pohon di sini begitu besar sehingga menghalau cahaya matahari. Jadi, jangan heran jika ban
Baca selengkapnya
7. Penyambutan Yang Mengejutkan
Cahaya gemerlap memancar dari dinding-dinding gua menciptakan suasana yang begitu magis di sekitarku. Saat aku melangkah lebih dalam, aku kembali dibuat terpesona dengan formasi stalaktit dan stalagmit yang menjulang tinggi di dinding gua. Sibuk terpesona dengan apa yang ada dihadapanku, aku dibuat terkejut dengan tarikan kuat di lenganku. Kulihat Evan dengan wajah pucatnya mulai merengek.“Gio, ayo kita pulang saja! Lihatlah ini seperti rumah hantu,” pinta Evan sambil memohon.“Lihat baik-baik, Evan, juga dengarkan baik-baik! Begitu indah bukan? Gua ini sangat menakjubkan. Tetesan air dari stalaktit menciptakan melodi yang unik, sungguh menenangkan. Bagaimana bisa kau berpikir tempat ini menyeramkan?” tanyaku heran kepada Evan. “Dasar aneh! Jelas-jelas gua ini menyeramkan. Tidak seharusnya kita mengikuti Burung Hantu itu, bisa saja kita dilenyapkan di sini,” tutur Evan penuh antisipasi. Belum sempat aku menjawab Evan, anak itu kembali merengek, kali ini dengan suara bergetar dan waja
Baca selengkapnya
8. Kebenaran
Aku berbaring di atas gumpalan bunga kapas yang terasa sangat nyaman membelai punggungku. Evan sudah lebih dahulu masuk ke alam mimpinya. Ingin kuhabiskan waktu berbaring seperti ini selamanya. Kepalaku dibuat ingin meledak oleh dua orang yang secara tiba-tiba memaksa masuk ke hidupku, sekaligus kenyataan yang terasa menamparku hingga rasa nyerinya begitu nyata di tubuhku.Aku mulai mengerti perasaan Orfeo, rasa cintanya terhadap Euridice telah berhasil membuka gerbang kematian untuknya. Namun, iblis yang selalu menggoda manusia mebuat rasa egois tumbuh menggerogoti hati dan pikirannya, menggantikan rasa cinta yang telah memberinya kesempatan untuk menolong sang pujaan hati.Rasa cintaku terhadap orang tuaku diuji di sini. Apakah aku harus egois? Atau, apakah harus mengorbankan semua milikku untuk tujuan yang bahkan sangat kecil kemungkinannya? Baik, akan kujelaskan bagaimana aku berakhir dengan keadaan menyedihkan seperti ini.“Jadi, kau yang namanya, James?” Setelah melihat lebih sek
Baca selengkapnya
9. Yang Harus Kulakukan
Kiyo berjalan mendekat ke arahku dan Evan dengan semangkuk air. Aku sedikit kasihan mengingat Evan yang terus mengoloknya saat pertama kali bertemu, padahal ia adalah makhluk yang manis. Dengan tergesa kami berdua menegak habis air yang disuguhkan tadi, napas kami masih terengah-engah, tangan kami mulai kebas dan kaki kami terasa seperti jelly. Sudah dua jam kami berlatih bela diri, setelah Willow memerintahkan kami untuk bersiap memulai misi penyelamatan Negara Api. Sejak itu pula Willow memberikanku sebuah panah, lalu menyerahkan sebilah pedang kepada Evan. Kami berlatih tanpa henti dipandu oleh James. Pria paruh baya itu lebih layak disebut malaikat berhati iblis, dibalik wajahnya yang sangat ramah itu, sifatnya sungguh keji, aku sampai tidak sanggup lagi menggerakkan otot-ototku.“Mana tenagamu, Evan? Ayunkan pedangmu dengan benar, jika ini pertarungan sungguhan, aku tidak yakin kau bisa bertahan selama tiga menit,” ucap James penuh penekanan. Bisa kulihat keadaan Evan yang san
Baca selengkapnya
10. Keraguan di Setiap Pertaruhan
Setelah berhari-hari menghabiskan waktu berlatih, sepertinya aku harus meminta James menceritakan kisah mengerikan itu setiap saat.Evan terlihat sangat lesu, aku jadi merasa bersalah menyeretnya ke dalam masalah yang bahkan tidak ada hubungannya dengan dirinya. Tidak sendirian, aku pun merasakan hal yang sama. Entah berapa lama aku habiskan waktu di gua ini untuk berlatih bertarung, melihat keluar pun percuma sebab hanya kegelapan yang akan kutemui. Diriku lelah, semangatku mulai terkikis, begitu pula harapan yang begitu bergejolak di hatiku. Aku tidak tahu apa yang akan kuhadapi kedepannya, tidak mungkin berlatih beberapa hari akan membuatku langsung menjadi ksatria hebat yang menyelamatkan seisi dunia. Dengan sisa-sisa anganku untuk bertemu ayah dan ibu kuteguhkan kembali hatiku, kuangkat kembali panah ini untuk berlatih. Aku bisa merasakan pergerakanku berkembang, sudah banyak objek yang kupanah dengan tepat, bahkan bisa membelah targetku.Akan tetapi, aku bisa melihat kekosongan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status