Sesampainya aku dan Arga di depan pintu ruangan Alara, Bu Amelia dan Roy sudah berdiri di sana, kulihat Bu amelia terlihat menangis. Dokter yang sedang memeriksa keadaan Alara saat itu, rasa yang tak tahu apalagi yang kurasakan ini antara tidak senang mendengar jika Alara sadar dari komanya. "Bu! Gimana Alara?" Tanya Arga sesampainya di sana. "Alara lgi d periksa oleh dokter!" Ucap Bu Amelia tegang."Memang benar Alara sadar, bu?" Tanya Arga serius."Iya, tadi dia memanggil-manggil nama kamu, Ga!" Jawab Bu Amelia.Deg! Aku melngkah selangkah ke belakang memegang pelan, dadaku yang terasa sesak ketika mendengar penuturan Bu Amelia bahwa orang pertama yang Alara sebut ketika ia sadar dari komanya adalah Arga! "Dok! Bagaimana istri saya?" Tanya Arga ketika Dokter keluar dari ruangan Alara."Alhamdulillah, akhirnya Bu Alara sekarang sadar, dia sudah sadar dari komnya. Semua doa dari kalian tuhan mengabulkannya, akhirnya Alara sudah melewati masa kritisnya. Dan dia memanggil-manggil Na
"Nay! Udah selesai bicaranya dengan Alara?" Tanya Arga ketika Naya keluar dari ruangan rawat Alara."Udah, aku pulang. Aku khawatir Alea rewel di rumah, kamu pulang sekarang atau nanti?" Tanya Naya ketus."Loh, kenapa? Bukannya kamu mau nanti aja pulangnya bareng sama aku." Ucap Arga aneh melihat sikap Naya."Yaudah." Naya melangkah pergi dengan raut wajah yang kesal."Ada apa dengan Istrimu itu, Ga? Apakah dia ada masalah, kok jutek tiba-tiba," sahut Roy.Arga juga bingung dan tak tahu Masalah Naya seperti itu. Kemudian Roy yang giliran masuk ke ruangan Alara, karena dia sudah kangen dengan sahabat bawelnya tersebut."Aku masuk, yah. Aku udah kangen sama si bawel!" Ucap Roy kemudian masuk ke dalam ruangan Alara"Hay! beb, gue kira lo akan mati, karena lo nggak bangun-bangun!" Seru Roy ketika menghampiri Alara yang sedang berbaring di brankar."Sialan, Lo. Malah nyumpahin gue 'mati' bukannya lo doin gue sembuh, tapi malah doain gue cepat mati." Timpalku menoyor kepala Roy walaupun aku
"Nay! Udah selesai bicaranya dengan Alara?" Tanya Arga ketika Naya keluar dari ruangan rawat Alara."Udah, aku pulang. Aku khawatir Alea rewel di rumah, kamu pulang sekarang atau nanti?" Tanya Naya ketus."Loh, kenapa? Bukannya kamu mau nanti aja pulangnya bareng sama aku." Ucap Arga aneh melihat sikap Naya."Yaudah." Naya melangkah pergi dengan raut wajah yang kesal."Ada apa dengan Istrimu itu, Ga? Apakah dia ada masalah, kok jutek tiba-tiba," sahut Roy.Arga juga bingung dan tak tahu Masalah Naya seperti itu. Kemudian Roy yang giliran masuk ke ruangan Alara, karena dia sudah kangen dengan sahabat bawelnya tersebut."Aku masuk, yah. Aku udah kangen sama si bawel!" Ucap Roy kemudian masuk ke dalam ruangan Alara"Hay! beb, gue kira lo akan mati, karena lo nggak bangun-bangun!" Seru Roy ketika menghampiri Alara yang sedang berbaring di brankar."Sialan, Lo. Malah nyumpahin gue 'mati' bukannya lo doin gue sembuh, tapi malah doain gue cepat mati." Timpalku menoyor kepala Roy walaupun aku
***Hari ini hari terakakhirku bedada di rumah sakit. Kepulanganku membuat aku tidak sabar ingin berjumpa dengan bayi mungilku, meskipun aku tidak akan merawatnya, namun, aku hanya ingin memeluknya untuk yang pertama kalinya. Seorang ibu yang hanya melahirkan saja, namun, tak bisa memiliki seutuhnya."Ga! Boleh aku pulang ke rumah kamu hari ini?" Tanyaku ketika Arga sedang merapikan barang-barangku ke dalam tas. "Iya, kamu ke rumah utama dulu sekarang, katanya pengin melihat bayi kita!" Katanya tersenyum. "Terimakasih," ucapku tersenyum."Dengar, jika pun, kamu mau tinggal di sana selamanya aku sama sekali tidak keberatan." Ucapnya mendekatiku kemudian memlukku dari samping tempat dudukku di tepi brankar.Aku menatapnya, lelaki yang begitu baik, namun milik orang ini, seakan tak ingin kehilangan."Kamu yakin? Terus gimana perasaan Naya?" Aku betanya membuatnya melepaskan pelukannya.Di mengehela napas pelan. Dan mulai memikirkan apa yang aku tanyakan."Dia_" kalimatnya sedikit terpo
"Sayang! Bayiku," aku merangkul seraya menggendongnya kurasakan hangat tubuhnya yang masih terbalut dengan bedong berwarna pink motio hello Kitty.Air mataku terus mengalir tanpa bisa berkata-kata, begitu erat aku memluknya. Andai saja dia milikku seutuhnya. "Maafkan Bunda, sayang. Karena Bunda tidak bisa memilikimu seutuhnya,"ucapku seraya mengelus-elus pipinya yang kembut dan halus."Dia sedang tudur, biarkan saja dia terbaring di tempat tidurnya lagi. Aku nggak mau dia jadi anak cengeng." Kata Naya dengan ketus."Aku hanya ingin menggendongnya untuk yang pertama kalinya, karena selamanya kamu yang akan menggendongnya." Ujarku dengan tatapanku masih pada bayi yang aku ada di pangkuanku."Nay!" Arga memberikan kode kepada Naya dengan mengeditkan matanya, agar Naya mengiyakan ucapan dariku. "Ala, lo baru aja pulang dari rumah sakit, dan lo butuh istirahat, gimana kalau lo sekarang istirahat di kamar." Ajak Roy agar suasana tak semakin memanas."Tapi gue masih kangen sama Bayiku ini,
Setelah mengambil air minum aku tak kembali ke kamar tapi aku duduk di sofa di depan televisi. Sudah lama aku tidak menonton siaran kesukaanku, aku merebahkan tubuhku diatas sofa berwarna abu muda. Kemudian tak terasa pagi pun datang, ternyata aku ketiduran, saat aku membuka mata sudah ada selimut menyelimuti tubuhku."Udah bangun!" Tanya Arga sudah duduk di sofa dekatku."Eh, maaf. Aku ketiduran di sini, tadi subuh aku gak bisa tidur terus aku pindah ke sini." "Tapi kayaknya tadi aku nggak pake selimut! Kenapa sekarang jadi oake selimut yah?" Aku merasa aneh."Aku yang selimutin kamu, karena aku lihat kamu seperti kedinginan." Ucapnya tersenyum."Loh! Kenapa kamu nggak peluk aku aja!" Ledekku tersenyum."Alara!" Roy memperingati."Ekhem!" Naya berdehem sudah berdiri di belakang aku dan Arga.Ternyata Naya sudah berada di belakang aku dan Arga, dengan raut wajah yang tak menyenangkan. Mungkin Naya tidak suka melihat aku dan Arga bisa dikatakan dia cemburu, aku pun segera mengondisik
"Mbak. Mau pergi ke mana?" Tanya Nila yang masih penasaran."Aku mau pulang," jawabku. "Loh! Kok pulang? Baru aja semalam nginepnya. Saya pikir akan tinggal di sini, karna Mbak Alara juga istri Pak Arga. Naya melirik ke arah Nila, mungkin Naya tak suka apa yang dikatakan Nila. "Karena aku nggak mau mengganggu ketenangan orang di sini, Nil." Ujarku secara tidak langsung menyindir Naya, kulihat tatapannya semakin sinis padaku."Ya tahu dirilah, aku hanya meminjam rahimmu untuk menanam benih, Bukan untuk memiliki suamiku!" Ucapannya membuatku sentak saja refleks hingga menarik napas pelan."Naya!" Sentak Arga seraya mendekati Naya. "Seharusnya kamu berterima kasih kepada Alara, karena dia telah memberikan apa yang selama ini kamu inginkan. Bukannya kamu menyalahkannya dengan kecemburuanmu ini, bukankah kamu yang menginginkan semua ini, ketika aku menolaknya, namun, kamu bersikeras tetap aku untuk menyetujuinya. Terus sekarang apa yang kamu harapkan sudah menjadi kenyataan ada di ge
"Aku memaafkanmu!" Ucapku pelan dengan air mata yang terus mengalir di pipiku."Terimakasih, sayang." Dia memelukku kembali. "Ibu janji mulai dari sekarang Inu akan selalu menjaga kamu, dan selalu merawatmu di sisa-sisa hidup Ibu, Nak." Lanjutnya sumringah."Tapi Aku tidak ingin merepotkan, hidupku sejak dulu suduah diajarkan dengan kemandirian. Aku tidak harus berkumpul dengan siapapun, bahkan ketika aku sudah menikah aku sudah terbiasa sendiri tanpa suami di sisiku." Uajarku."Izin untuk sekarang Ibu di sini menemani kamu, Ibu tahu mungkin kamu belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran Ibu dalam hidup kamu. Tapi seiring berjalannya waktu Ibu yakin kamu bisa menerima Inu, karena Ibu tahu kamu orang baik, Nak." Katanya seraya mengusap kepalaku. Aku seorang wanita yang bisa di bilang kuat, tapi kali ini aku merasa lemah, karena aku tak percaya bahwa yang da di hadapanku adalah orang yang telah berjuang melahirkanku, namun, tidak merawatku. Jika harus benci mungkin akan benci, tapi t