POV SherlyAku menatap punggung Mas Pram saat ia pergi meninggalkanku. Setelah pintu itu tertutup rapat, segera kuhapus air mataku ini. Lalu aku bangun dan mata ini memindai setiap inci untuk mencari rontokan rambut Mas Pram. Aku menyibak badcover, masih juga belum menemukan. Lalu kuraih ponsel yang masih tersimpan rapi di tas untuk menyalakan senter. Kuusap layar ponsel, ternyata ada pesan dari Herman. Akupun langsung membukanya.[Rumah kapan siap disurvei? Soalnya sudah ada calon pembeli yang tertarik ingin melihat-lihat]Akupun langsung mengetik untuk membalasnya.[Insyaallah secepatnya, nanti saya kabari lagi, ya][Kalau bisa Minggu ini ya, soalnya yang survei dari luar kota dan bisanya Minggu ini][Siap]Aku langsung menutup aplikasi WhatsApp lalu segera ke playstore untuk mendownload sebuah aplikasi pemesan tiket.Setelah menunggu sekian detik, akupun langsung memasukkan beberapa data juga alamat yang diminta. Setelah itu segera aku pesan 4 tiket ke Bali untuk hari lusa, pulan
“Yasudah, ini Amira gendong!“ “Argh, ya! Ya! Aku ambilkan air minum!“ desisnya lalu berjalan dengan menghentakkan kakinya.Lihatlah tingkahnya sok sekali, siapa dia di rumah ini, kamu akan menyesali perbuatanmu, Clara!Aku pun segera kembali ke kamar, lalu mengambil plastik klip yang selalu tersedia di lemari kecilku.Aku pun memasukkan rambut Clara ke satu wadah plastik khusus dan tidak lupa menamai pemiliknya.Setelah itu aku memasukkan ke dalam dompet pribadiku.Kutatap Amira, rambutnya sudah lebat meskipun pendek. Segera aku raih empeng yang dikalungkan di lehernya lalu memasukkan ke bibirnya, setelah itu dengan sangat terpaksa. Aku mencabut rambutnya beberapa helai. Kupandangi wajah Amira yang sedikit meringis.Akupun segera mengayunkan badannya. Tidak lama ia pun langsung tertidur. Aku pun langsung menyimpan rambut tadi seperti yang aku lakukan kayak rambut Clara tadi. Dan menyimpan dalam wadah yang berbeda.Kini hanya tinggal punya mas Pram yang belum.Setelah tersimpan rapi,
Aku begitu girang dalam hati. Modal 30 juta akan balik 10 kali lipat. Hahahaha.Psst ... aku segera menunduk, tentu saja menyembunyikan raut wajahku, susah sekali untuk tidak ketawa.Segera aku tarik napas dalam-dalam. Lalu aku mendongak kembali. Terlihat Clara yang cemberut. Wajahnya tertekuk.Aku suka sekali melihat raut wajahnya.“Lantas buat apa aku suruh ke sini? Maksud, Mbak mau pamer ke aku gitu?!“ desisnya ke arahku.Aku tidak mengindahkan, biar dia gondok saja dulu.“Assalamualaikum!“ terdengar salam dari luar .Kami kompak langsung menatap ke arah pintu luar, tidak lama Bapak masuk dengan kail pancingannya.“Bapak, besok kita jalan-jalan, Pak!” seru Ibu menyambut Bapak dan sedikit berlari ke arahnya. Girang sekali.Bapak tidak menyambut pelukan dari ibu, ia sempat syok sesaat lalu memandang kamu untuk meminta penjelasan.Tapi ibu langsung melepaskan pelukan dan menggandeng berjalan mendekat ke arah kami.Bapak pun ikut duduk. Meminta penjelasan dengan kening masih berkerut.
POV Sherly Pagi yang cerah secerah harapanku, pagi ini setelah salat Subuh aku mau joging keliling kampung sini. Segera kupakai pakaian khusus untuk olahraga jangan lupa memakai sepatu. Aku segera keluar kamar, namun sudah disambut dengan tangisan Amira. Aku mendekat, apa gerangan yang bikin menangis? Aku ingin melihat pintu kamarnya. Namun belum sempat kulihat hasil karya di dalam selain suara Amira. “Dek. Cepat disusui, panggang dia. Ini tidak ada hubungannya dengan jalan-jalan.” Suara Mas Pram yang terdengar. Jalan-jalan? Sebenarnya mereka lagi bahas apa di dalam? “Tidak mau, Mas. Aku tidak mau ngasih asi.” Sayup terdengar suara Clara yang menolak untuk memberi Asi. Gemas aku bertanya dengan sufor? Kebanyakan Drama. “Dek. Kasihan. Jam segini toko belum buka. Sudah tidak punya stok susu lagi, jangan egois gitu lah, Dek,” ujar Mas Pram. “Iya, tapi, Mas bilang dulu. Ajak aku ke Bali!” Astaghfirullah, hanya demi jalan-jalan tega membiarkan anaknya menangis lagi. Tok! tok!
Aku mengangguk lalu duduk di sofa ruang tengah. Tidak lama Tante keluar lagi membawakan 2 mangkok kosong juga sendok. Akupun langsung meraihnya dan menuangkan bubur itu ke mangkok 1 per 1.Tidak menunggu lama, Tante keluar lagi membawakan 2 gelas teh, lalu ia duduk di depanku dan meraih mangkok yang aku sodorkan.Kami pun sarapan bersama, jujur dalam hati ini, aku merasakan kehangatan saat bersama Tante Yanti. Beliau begitu supel, bawaannya ramah tidak bikin jenuh. Awalnya aku begitu canggung saat pertama kaki ini melangkah masuk ke rumah segede dan megah ini. Jujur aku suka minder saat berhadapan dengan orang kalangan atas. Tapi pembawaan Tante Yanti yang begitu ramah membuatku nyaman berada di sini.“Kemarin Suamimu ke sini membawa beberapa sembako untuk Tante,” ujar Tante menunjuk dua kantong yang masih teronggok di samping pintu depa setelah selesai menghabiskan buburnya.“Ke sini? Ngapain, Tante?“ tanyaku pura-pura tidak tahu.“Dia bilang untuk tidak mempercayai dan mendengar ka
Nampak ibu sedang mengelus body mobil itu dengan senyuman mengembang. Bahagia sekali nampaknya. Aku melangkah lagi, menengok ke dalam mobil. Sudah ada bapak mertua di dalam sedang memainkan stang bulat itu. Juga dengan raut bahagia.Aku pun ikut tersenyum dan pura-pura bahagia lalu menghampiri mas Pram yang sedang berdiri menghadap ke mobil barunya. “Ikut senang ya, Mas.“ “Iya, Mas juga makasih sama, Adek.“ Ia menyambutku dan meraih tanganku lalu mengelus pundak tanganku.Aku tersenyum dan mencari keberadaan Clara yang tidak nampak. Lalu Aku pura-pura terkejut.“Mas, kok sudah beruban ya, sini menunduk biar aku cabutin.““Masak?“ tanyanya penasaran tapi langsung menundukkan kepalanya. Akupun langsung mencabut beberapa helai di kepala bagian belakang. Tentu saja untuk memudahkanku menyembunyikan helai rambut yang aku dapatkan.Setelah selesai memasukkan helai rambut itu ke dalam kantong celanaku. Akupun langsung tersenyum ke arah mas Pram. “ Sudah, Mas. Sudah aku buang juga.““Adek m
Aku menghela napas untuk menetralkan perasaan, segera ku raih ponsel yang tergeletak di balas. Lalu aku menjatuhkan badan ini ke ranjang dan segera kunyalakan ponsel untuk berjalan-jalan ke sosmed. Tidak ada pesan masuk satu pun. list Pesanan endorse pun masih ada yang belum aku kerjakan. Aku akan melakukan diujung dateline saja. Sekalian biar mood lebih baik lagi. Pikiranku berkelana, langkah apa yang aku lakukan setelah keluar dari rumah ini. Akhirnya setelah beberapa menit, aku baru menemukan sebuah ide brilian. lebih baik uang hasil jual rumah aku belikan sebuah ruko di tengah kota. Terus belakangan di dalamnya dibuat studio untuk konten. Semoga uangnya cukup. Tidak sabar aku langsung menghubungi Herman, semoga saja dia bisa membantu dan mencarikan kios yang pas. Aku segera memencet tombol panggil dan tidak lama panggilan tersambung. “Halo, Pak Herman. Maaf mengganggu, lokasi besok sudah ready ya, Pak. Kalau mau survei,” ucapku langsung ke inti. “Oke, siap nanti aku terusk
POV Sherly.Aku terbangun dari tidurku, setelah kepulangan mas Pram tadi lalu aku beranjak masuk ke kamar merebahkan diri, dan ternyata aku tertidur cukup lama.Aku beranjak, segera kuraih handuk untuk membersihkan badan. Stelah ini aku ingin sekali nongkrong di kafe yang sempat tertunda. Aku keluar kamar, tatapanku mengernyit saat ada sebuah kertas yang teronggok di samping TV. Aku meraihnya dan segera membuka setelah tau siapa pemiliknya dan ternyata untuk diriku.Akhirnya aku buka dengan sangat jelas, pengajuan balik nama yang kemarin sudah jadi dan baru STNK nya. Alhamdulillah tidak perlu menunggu lama. Setelah ini aku esok aku harus kembali ke kantor Samsat lagi untuk mengurus BPKB. Kuedarkan pandangan, sangat sepi. Aku rasa semenjak kedatangan Clara, Mereka lebih banyak menghabiskan waktu hanya di kamar dan aku seorang diri.Aku melangkah lagi, mandi. Lalu pergi jalan-jalan. Ah, sepertinya lebih baik ajak Tante Yanti saja, hanya itu temanku saat ini, daripada seorang diri ke ka