Share

Bab [03] Annoying Boss

Menyebalkan!

Kata yang sangat tepat untuk mendeskripsikan seorang Justin. Ya, Rheanne sangat akui jika Bosnya itu sangat menyebalkan.

Bagaimana tidak? Belum lima detik Rheanne duduk tenang di kursinya, tapi pria itu sudah menerornya dengan berbagai perintah yang ditujukan untuknya. Rheanne benar-benar membutuhkan kesabaran yang ekstra untuk menghadapi atasan seperti Justin.

“Datang ke ruanganku sekarang! Kita ada meeting hari ini!”

Begitulah kira-kira yang Rheanne ingat saat pria itu menelponnya. Sedikit merutuki dirinya sendiri karena Rheanne hampir melupakan hal itu. Kini Rheanne tengah menunggu Justin di depan pintu ruangannya. Entah sedang apa pria itu di dalam yang jelas sudah sekitar lima menit Rheanne menunggunya.

Suara pintu yang dibuka membuat Rheanne menegakkan tubuhnya. Rheanne berusaha tersenyum ramah begitu melihat sosok yang ia tunggu sudah berdiri di sampingnya dengan wajah yang itu-itu saja. Dingin dan tidak tersentuh.

Justin hanya melirik Rheanne tanpa mau membalas senyuman dari sekretarisnya itu. Seperti biasa, tanpa sedikitpun kata yang terucap, Justin melangkah pergi mendahului Rheanne yang buru-buru mengekor di belakangnya.

Hari ini klien dari Jepang datang. Itu artinya rapat kali ini terbilang cukup penting untuk perusahaan. Rheanne mengikuti langkah lebar Justin menuju ruang rapat yang berada di lantai bawah. Hanya berbeda satu lantai dari ruangan mereka. Begitu sampai di ruang rapat, kedatangan mereka disambut dengan hangat oleh karyawan lainnya.

“Selamat siang, Sir.”

Justin hanya bergumam. Tanpa menghiraukan semua orang di sana dia langsung mendudukkan dirinya di kursi yang selalu ia tempati. Sementara Rheanne duduk di samping Justin. Sesekali Rheanne mencuri pandang pada Justin yang hanya menatap datar semua orang di sini, bahkan tersenyum pun tidak. Rheanne tidak tahu sebenarnya seperti apa warna hidup yang dimiliki Justin. Setiap melihat pria itu, tidak pernah sekalipun Rheanne melihat Justin tersenyum ataupun bersikap ramah pada semua orang. Wajahnya hanya datar dan dingin seakan tidak tersentuh.

Rheanne tersentak kaget saat Justin memergokinya. Sontak Rheanne pun memalingkan wajahnya untuk menghindari kontak mata dengan pria itu.

“Fokus. Jangan memikirkan hal lain,” ujar Justin.

Rheanne melotot lebar. Dia cukup terkejut karena Justin bisa menebak isi pikirannya. Tunggu, apa Bossnya juga bisa membaca isi pikiran orang?

Meeting sudah dimulai. Semua orang di sini termasuk Rheanne tampak fokus mendengar persentase salah satu karyawan lain. Namun di tengah meeting berlanjut, tiba-tiba sesuatu terjadi hingga membuat semua orang dalam ruangan berseru kaget. Begitu juga Rheanne yang turut terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

“S-sorry Sir. Aku tidak sengaja,” ujar seorang pelayan wanita yang tanpa sengaja menumpahkan kopi tepat pada jas Justin hingga membuat jas hitam berkilau itu menyisakan noda hitam di sana.

Pelayan wanita itu merunduk seraya mengusap dada bidang Justin, bermaksud untuk membersihkan noda kopi yang ia tumpahkan. Namun dengan cepat Justin menyingkirkan tangan pelayan itu yang menyentuhnya.

“B-biar aku bersihkan jasmu, Sir.” Pelayan itu panik dan takut melihat Justin yang memberikan tatapan datar padanya.

“Tinggalkan pekerjaanmu dan pergi dari sini.”

Pengusiran yang Justin berikan membuat si pelayan semakin bergetar takut. Terlebih ucapan Justin terdengar ambigu dengan nada pengusiran. Kendati begitu, si pelayan tetap pergi tanpa membantah lagi. Rheanne memperhatikan kepergian pelayan itu lalu mencuri pandang ke arah Justin yang tampak menahan kesal.

Sejenak suasana berubah menjadi sunyi, bahkan setelah pelayan itu keluar. Tidak ada yang berani bersuara ataupun bergerak sedikitpun.

“Lanjutkan.” Seruan Justin membuat mereka semua bernapas lega.

***

Rheanne hampir berseru kaget ketika melihat Justin yang melepas jas di hadapannya. Buru-buru Rheanne memalingkan wajahnya dari Justin. Meskipun masih menyisakan kemeja yang membalut tubuh Justin, tapi tetap saja itu membuat Rheanne malu. Terlebih tubuh atletis pria itu begitu tercetak jelas di sana.

“Nona Austin, kau tidak dengar?”

Rheanne tersentak saat tiba-tiba Justin menegurnya. “I-iya Sir. Aku dengar.”

Justin menatap Rheanne tanpa ekspresi. Kemudian menyerahkan jas yang kotor tadi pada Rheanne.

“Ganti dan berikan aku jas yang baru,” seru Justin.

“Baik, Sir.”

Rheanne membawa jas itu dan segera pergi ke ruang ganti. Selama beberapa hari bekerja di sini, Rheanne sudah hafal setiap tempat di sini. Terlebih tempat penting untuk Justin sudah Rheanne ingat.

Ruang ganti itu tidak berbeda jauh. Berada di tempat yang sama dengan ruangan Justin. Hanya terhalang oleh lemari besar yang berisikan data-data perusahaan. Di balik lemari besar ini terdapat pintu berwarna gelap. Itu merupakan letak di mana ruang ganti berada. Ruangan yang selalu Justin butuhkan jika terjadi hal seperti ini lagi.

Rheanne membuka pintu berukuran besar itu. Hingga suara deritan dari pintu kayu terdengar begitu nyaring. Lampu di ruangan ini tidak terlalu terang namun juga tidak gelap. Rheanne berjalan menuju di mana biasanya letak jas untuk Justin gunakan.

Deretan jas hitam itu berjajar rapi dengan menggantung di lemari baju. Rheanne berdecak pelan. Tempat ini bahkan begitu komplit melebihi lemari miliknya di rumah. Tanpa ingin menunggu lama, Rheanne berjalan menuju jas yang berjejer itu. Memilah satu di antara yang lainnya yang setidaknya tepat untuk digunakan oleh Justin. Setelah menemukan jas yang tepat, Rheanne meletakkan jas yang terkena tumpahan tadi untuk ia gantung di tempat yang sama.

Prang

Suara itu begitu nyaring terdengar hingga membuat Rheanne terkejut. Rheanne merunduk untuk melihat sesuatu yang jatuh di atas lantai. Menyadari jika benda itu jatuh dari jas milik Justin dengan cepat Rheanne mengambilnya. Namun Rheanne hanya terdiam. Tunggu, benda ini kenapa bisa ada di jas milik Justin. Anne meneguk ludahnya. Antara kaget dan juga bingung.

Sebuah belati. Iya belati kecil namun tajam itu ada di dalam saku jas milik Justin. Perlahan namun penuh kehati-hatian Rheanne memeriksa lagi saku jas itu. Tangannya merambat masuk ke dalam saku dan rasa terkejut kembali Rheanne rasakan.

Kali ini Rheanne mendapati sebuah pisau lipat dan juga pistol. Benda-benda berbahaya itu kenapa ada di saku jas milik Justin?

Rheanne menarik kembali tangannya dari dalam saku jas Justin. Tanpa ingin tahu lebih, Rheanne memutuskan untuk pergi dari ruangan ini. Membiarkan jas itu tergeletak di atas lantai. Rheanne mengibaskan tangannya yang sudah menyentuh benda-benda tajam itu.

Begitu keluar ruangan, ternyata Justin sudah berdiri menunggunya sejak tadi. Rheanne melangkah perlahan ke arah Justin. Namun melihat Justin justru malah membuat Rheanne teringat akan benda tajam di saku jas Justin. Dia masih penasaran, mengapa Justin menyimpan benda berbahaya seperti itu di dalam saku jasnya. Bukan hanya satu, tapi ada beberapa.

“Ini jasmu, Sir.” Rheanne menyodorkan jas itu kepada Justin.

Justin tidak langsung menerima, melainkan memperhatikan Rheanne yang berucap tanpa menatap padanya. Selain itu juga, raut wajah gadis itu tampak berbeda saat masuk tadi.

“Kenapa?” tanya Justin pelan.

Mendengar suara Justin yang bertanya sontak Rheanne menggeleng cepat. “T-tidak ada apa-apa, Sir.”

Meskipun terasa aneh, tapi Justin hanya mengangguk tanpa ingin membalasnya lagi.

“Kau boleh pergi.”

“Aku permisi, Sir.” Rheanne melangkah cepat keluar dari ruangan Justin.

Sementara Justin menolehkan kepalanya menatap punggung Rheanne yang sudah menghilang di balik pintu.

***

“Jelaskan padaku, kenapa penyelundupan kali ini bisa gagal?” tanya Justin dingin.

“Tidak gagal, jika tidak ada seorang yang berkhianat di sini,” jawab Reymond.

Seketika Justin terkekeh kecil mendengar jawaban yang Reymond berikan. “Katakan.”

“Alex, Sir. Dia membocorkan informasi. Dan kini pihak polisi tengah dalam penyelidikan,” ungkap Reymond memberitahu.

Justin mendengus remeh. “Bawa dia ke hadapanku.”

“Yes, Sir.”

Pengkhianat tetaplah pengkhianat. Justin tidak mungkin membiarkan pengkhianat seperti mereka hidup begitu saja.

“Sir, bagaimana dengan polisi?” tanya Reymond.

“Musnahkan,” seru Justin. “Aku tidak suka orang lain mencampuri urusanku.”

“Laksanakan, Sir.”

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status